/ Romansa / UTANG DIBAYAR CINTA? / Bab 4 – Batas yang Mulai Samar

공유

Bab 4 – Batas yang Mulai Samar

작가: Agnes
last update 최신 업데이트: 2025-04-18 11:04:28

Setelah gala dinner selesai, para tamu mulai berpencar, meninggalkan ballroom dengan langkah perlahan dan senyum lelah. Aqil dan Ayuna masih berdiri bersebelahan, menjaga citra hingga momen terakhir.

“Sudah cukup?” tanya Ayuna pelan nyari berbisik, suara lelahnya nyaris tertelan oleh musik latar yang masih mengalun lembut.

“Belum,” jawab Aqil singkat tanpa melihatnya. “Masih ada satu pertemuan informal. Private room di lounge lantai atas.”

Ayuna menatapnya tak percaya. “Saya pikir acara resminya sudah selesai.”

“Kamu belum selesai menjadi ‘bagian penuh' dari saya malam ini,” ujarnya, lalu berbalik dan berjalan lebih dulu.

Ayuna menahan desah frustrasi. Ia menggenggam clutch-nya erat-erat, menahan diri untuk tidak menjawab ketus di tempat umum atau menunjukan ekpresi tidak suka. Kontrak. Ingat kontrak.


Ruangan lounge itu berbeda. Hangat. Lampunya remang dengan aroma kayu dan parfum mahal yang bercampur lembut di udara. Hanya ada mereka berdua. Ternyata, pertemuan yang dimaksud Aqil bukan dengan kolega.

Dia memesan dua gelas teh hitam. Bukan wine.

Ayuna duduk perlahan di seberang meja kayu bundar. Lelahnya mulai terasa menjalar hingga ke tulang.

“Ada alasan kamu mengundangku ke ruangan ini selain untuk jaga citra?” tanyanya sambil mengangkat alis.

Aqil menatap ke luar jendela besar yang menghadap kota. Lampu-lampu malam Jakarta berkedip seperti bintang terbalik.

“Kamu menarik perhatian malam ini,” katanya tanpa menoleh.

Ayuna mengerutkan kening. “Itu tujuanmu, kan?”

“Ya,” katanya datar. “Tapi aku tidak menduga kamu bisa tampil... sangat ‘berbahaya’.”

“Maaf kalau saya menodai citra ‘dingin’ dan steril yang kamu bangun,” sahut Ayuna sambil meneguk teh pelan.

Aqil menoleh. Matanya menatap Ayuna lebih lama dari biasanya. Bukan karena gaun itu, atau wajahnya. Tapi karena sesuatu yang lain. Keberanian, mungkin. Atau kejujuran yang tajam tanpa perlu suara tinggi.

“Aku suka orang yang tahu menempatkan diri,” ujarnya. “Tapi kamu terlalu sering menunjukkan bahwa kamu tidak takut padaku.”

Ayuna mengangkat bahu. “Saya takut kehilangan rumah. Bukan takut sama kamu.”

Aqil menyandarkan diri di kursi, matanya menyipit. “Kamu punya banyak batas, Ayuna.”

“Dan kamu tidak punya sama sekali?” balas Ayuna cepat.

Hening.

Pertanyaan itu menggantung di udara. Lalu Aqil tersenyum samar, hampir tidak terlihat. “Aku tidak terbiasa ditanya balik. Biasanya orang hanya mendengar.”

“Saya bukan orang biasa dalam hidup kamu, Pak Aqil. Saya ‘kontrak’.” Ayuna menekankan kata itu dengan nada getir.

Dan tiba-tiba, sesuatu dalam ekspresi Aqil berubah. Wajahnya tidak lagi kaku. Matanya tak lagi tajam. Hanya... lelah. Kosong. Seperti menyimpan sesuatu yang berat tapi terlalu lama dipendam.

“Seseorang pernah melampaui batas yang aku bangun,” katanya pelan. “Dan sejak saat itu, aku belajar: terlalu banyak memberi ruang hanya akan membuatmu hancur.”

Ayuna menatapnya. Ia tidak tahu apakah itu pengakuan, atau hanya kalimat acak yang meluncur karena suasana lounge yang sepi. Tapi untuk pertama kalinya, Aqil tidak terdengar seperti robot berjas mahal.

“Aku tidak akan mencoba melampaui batas kamu,” kata Ayuna akhirnya. “Tapi jangan anggap aku boneka. Karena aku tetap manusia. Bahkan kalau kamu bayar aku sekalipun.”

Aqil mengangguk pelan. “Baik. Aku akan ingat itu.”

Lalu keduanya diam. Lama.

Dan di antara diam itu, ada rasa yang tumbuh pelan—seperti benih yang jatuh di tanah keras. Belum tentu tumbuh. Tapi sudah terlanjur ada.

이 책을 계속 무료로 읽어보세요.
QR 코드를 스캔하여 앱을 다운로드하세요

최신 챕터

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 23 – Pilihan yang Tak Sederhana

    Pagi itu, apartemen Ayuna terasa sunyi. Hana sudah berangkat sekolah bersama Ibu Nur yang kini justru sering membantunya, setelah dulu nyaris jadi sumber masalah. Ayuna berdiri di depan cermin, memandangi wajahnya yang tampak lelah—mata sembab dan kulit pucat tak bisa disembunyikan dengan riasan tipis.Kata-kata Bu Rumi masih terngiang jelas dalam kepalanya. Tentang cinta. Tentang keberanian. Tentang ketidakadilan yang harus dihadapi sendiri.Teleponnya berdering. Nama Vina muncul di layar. Ayuna ragu sejenak, lalu menjawab.“Yun, gue harus bilang sesuatu,” kata Vina tanpa basa-basi. “Hari ini, nama lo muncul di grup kantor Mahendra Creative. Ada gosip lo dibilang jadi ‘simpenan’ bos besar. Lo ngerti artinya?”Ayuna membeku.“Aqil...?”“Dia nggak ngomong apa-apa. Tapi orang-orang mulai tanya-tanya. Beberapa ada yang nyari tahu siapa lo sebelum kerja jadi kontrakannya. Gila, Yun. Gila banget.”Ayuna menarik napas panjang. “Vina, kalau ini makin besar... gue nggak bisa nyeret lo juga ke

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 22 – Tumbal yang Tak Terucap

    Malam itu, Ayuna duduk sendiri di balkon rumahnya. Hana sudah tidur, dan Vina baru saja pulang. Ia menatap langit Jakarta yang kelam, lampu-lampu terlihat samar dari balik tirai tipis yang bergerak perlahan.Di tangannya, surat pengunduran diri dari beasiswa masih terlipat rapi. Ia belum benar-benar menyerahkannya—meski dalam hati, ia sudah mulai melepaskan banyak hal.Lalu ponselnya berbunyi. Sebuah pesan dari nomor tidak dikenal masuk:“Besok pukul 10 pagi. Café Nostalgia, Jl. Suryo. Datanglah sendiri. – Nabila.”Ayuna memandangi layar itu lama. Dalam benaknya, terngiang ucapan Vina beberapa hari lalu:"Kadang, lo harus tahu siapa musuh lo sebenarnya, Yun. Bukan cuma dari kata-kata, tapi dari caranya tersenyum didepan lo , sambil nyiapin pisau dari belakang."Keesokan paginya, Ayuna datang ke kafe itu dengan jaket panjang dan syal, mencoba menyamarkan dirinya dari perhatian publik. Nabila sudah duduk di pojok, dengan segelas kopi latte dan kacamata hitam besar seperti selebritas.“T

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 21 – Jarak yang Tak Pernah Diminta

    Sudah seminggu lamanya sejak Ayuna memutuskan mengambil jarak diantara mereka berdua. Tidak ada pesan dari Aqil, tidak ada tugas dadakan atau meeting dadakan yang harus di ikuti , atau entah tugas tugas lain yang sebenarnya hanya basa basi untuk bertemu. Bahkan tidak ada tanda-tanda keberadaan pria itu di media sosial. Ayuna duduk di meja kerja kecilnya, mencoba menulis ulang resume. Ia memutuskan untuk kembali mencari pekerjaan tetap. Kontraknya dengan Aqil belum selesai secara hukum, tapi untuk saat ini, Ayuna memilih berdiri sendiri. Vina datang sore itu, membawa dua gelas kopi dingin dan ekspresi khawatir yang tak bisa disembunyikan. “Lo yakin mau balik kerja, Yun? Kontrak lo masih berjalan.” Ayuna mengangguk sambil memandangi layar laptopnya yang kosong. “Justru karena masih berjalan. Aku nggak mau hidup cuma nunggu di balik status itu. Kalau semua ini cuma sementara, setidaknya aku udah siap.” Vina duduk di ujung ranjang, menatapnya lekat-lekat. “Gue ngerti sih... tap

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 20 – Di Antara Dua Dunia

    Pagi itu rumah Ayuna terasa lebih sunyi dari biasanya, meskipun Hana tertawa ceria di ruang tengah sambil menonton kartun.Ayuna duduk di meja makan, memandangi ponselnya yang terus berdering. Ada pesan dukungan dari pengikut barunya di media sosial, komentar dari para jurnalis hiburan, sampai undangan talkshow dari stasiun TV swasta.Ia belum menjawab satu pun.Vina, yang datang sejak pagi untuk mengecek keadaan, menyeruput teh hangat sambil membaca salah satu komentar dari akun gosip.“Dari cewek biasa jadi calon istri CEO... kisah yang katanya inspiratif, padahal cuma versi legal dari sugar baby. Gila ya netizen.”Ayuna menghela napas. “Aku bukan minta dikasihani, Vin. Tapi... rasanya kayak apa pun yang kulakukan salah.”“Karena kamu masuk dunia yang nggak adil dari awal. Dunia dia, Yun. Dan kamu bukan dari sana.”“Lalu, harus gimana?”“Kalau kamu masih pilih Aqil, kamu harus lebih kuat dari hinaan. Tapi kalau kamu mau pilih dirimu sendiri... sekarang waktunya.”Ayuna tidak menjawa

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 19 – Saat Segalanya Terbuka

    Pagi itu, notifikasi ponsel Ayuna tak berhenti berbunyi.Pesan masuk dari teman lama, grup alumni sekolah, bahkan dari tetangga-tetangga kompleks lama yang dulu hampir tak pernah menyapanya. Semua bertanya hal yang sama:“Benarkah ini kamu?”Ayuna membuka tautan yang dikirim salah satu kenalan lamanya. Video berdurasi dua menit memuat kompilasi foto-foto dirinya dengan Aqil—saat makan malam, di dalam mobil, dan bahkan saat menggandeng Hana pulang sekolah bersama Aqil. Narasi di latar belakang berbunyi dramatis:“Inilah wanita misterius yang disebut-sebut menjalin hubungan kontrak dengan CEO muda, Aqil Mahendra. Dari sumber yang kami dapatkan, wanita ini sebelumnya mengalami kesulitan keuangan dan kini... hidup berkecukupan.”Ayuna terduduk di kursi dapur, wajahnya pucat.Tak lama, pintu rumah diketuk keras. Vina muncul dengan napas tersengal.“Yun... kamu udah liat?”Ayuna mengangguk pelan. “Aku nggak tahu harus gimana.”Vina mengambil ponselnya, lalu menatapnya serius. “Pertama, kamu

  • UTANG DIBAYAR CINTA?    Bab 18 – Dunia yang Tak Sama

    Kopi di cangkir porselen itu sudah dingin sejak sepuluh menit lalu. Tapi Bu Rumi—tante Aqil dari pihak ayahnya—belum menyentuhnya. Ia duduk dengan punggung tegak, mengenakan setelan warna gading dan bros mutiara, simbol jelas status dan reputasi yang tak main-main.Di depannya, Aqil duduk dengan ekspresi datar tapi rahang menegang.“Jadi... kamu menjalin hubungan personal dengan seorang perempuan dari lingkungan berbeda, tanpa latar belakang jelas, dan membiarkannya jadi bahan gosip media?”Aqil mengatur napas. “Dia bukan siapa-siapa, Bu Rumi. Dia bukan selebriti, bukan sosialita. Tapi dia perempuan yang—”“—Berani dekat dengan Mahendra. Itu masalahnya.”“Bukan. Masalahnya adalah, kita masih terlalu peduli pada apa kata dunia.”Bu Rumi menyipitkan mata. “Aqil, kamu calon pewaris Mahendra Corp. Kamu punya tanggung jawab. Tidak semua pilihan bisa kamu buat hanya berdasarkan perasaan.”Aqil berdiri. “Justru karena aku tahu tanggung jawab itu, aku akan jaga dia. Sampai kapan pun.”Bu Rumi

더보기
좋은 소설을 무료로 찾아 읽어보세요
GoodNovel 앱에서 수많은 인기 소설을 무료로 즐기세요! 마음에 드는 책을 다운로드하고, 언제 어디서나 편하게 읽을 수 있습니다
앱에서 책을 무료로 읽어보세요
앱에서 읽으려면 QR 코드를 스캔하세요.
DMCA.com Protection Status