Kejadian barusan masih terus berputar di ingatan Nara, entah kenapa rasanya begitu sesak.
Nara berhenti di pinggir jalan, ia duduk di pinggir jalan seorang diri di tengah malam. kembali ia menumpahkan segala kesedihannya, bukannya ia tak bersyukur kepada sang kuasa karena telah lahir ke dunia tanpa cacat sedikit pun.
Ia hanya merasa mengasihani dirinya sendiri, kenapa semua orang begitu kejam memperlakukan dirinya. apa salahnya jika ia lahir dengan wajah seperti ini, wajah buruk rupa yang sering kali di cemoh orang-orang begitu.
TIIINNNNN!!!
Suara klakson mobil yang sengaja di tekan kencang oleh sang pengemudi, Nara menghalau sinar lampu mobil yang begitu terang dengan kedua tangannya.
Sang pemilik mobil keluar bersama supirnya tersebut menghampiri Nara, Nara menurunkan kedua tangannya. ia mendongak menatap wajah orang yang berdiri di hadapannya tersebut.
"Hhhh, kau lagi!" ucapnya tak suka.
Nara tetap diam di posisinya tanpa mengeluarkan satu kata pun, pria itu menatap sinis seakan jijik melihat Nara.
Hal yang tak di duga Nara sebelumnya, pria itu merogoh saku jasnya dan mengambil dompet super mahal miliknya.
Pria itu membuka dompetnya dan mengeluarkan satu buah kartu kredit berwarna gold. ia lemparkan kartu itu ke arah Nara seraya berkata.
"Ambillah kartu itu, aku memberimu dengan ikhlas. kau boleh memakainya sepuas mu, dan...." pria itu menjeda ucapannya.
"Permak lah wajah dan tubuhmu hingga se-cantik mungkin, agar setiap orang yang melihat mu terkagum, bukan rasa jijik seperti ini."
Setelah mengatakan itu pria tersebut pergi begitu saja, Nara bahkan sampai tak sempat mencerna ucapannya.
Nara mengambil kartu tersebut, ia remas kuat kartu kredit gold itu dengan rasa marah yang luar biasa.
"Pria sombong, aku benci padamu!" geram Nara.
***********
Nara kembali memulai aktifitasnya seperti biasa, pukul tujuh pagi Nara pergi bekerja di toko bunga milik Bu Karina. wanita baik hati yang mau mempekerjakannya, Kinara sendiri sudah terbiasa memanggilnya dengan sebutan bunda. atas dasar dari permintaan Karina lah yang sudah menganggap Kinara seperti putri kandungnya sendiri.
"Selamat pagi bunda." sapaan hangat yang selalu Nara berikan untuk wanita berumur 40-an tahun itu.
"Pagi juga sayang." Karina mencium pipi Nara, setelah Nara mencium punggung tangan kanannya.
"Bagaimana pesta tadi malam nak? lancar kah?" dua pertanyaan yang di berikan Karina membuat raut wajah murung di wajah Nara.
"Sangat seru bun." bohong Nara.
"Pasti sangat seru dong, kan sudah lama juga Nara tidak berkumpul dengan teman-teman sekolah, iya kan?" Nara mengangguk.
"Kalau gitu, Nara ke belakang dulu ya bun." Karina mengangguk.
Kinara berjalan ke arah belakang toko bunga. di sana ia melihat dua teman wanita yang juga bekerja di toko bunga ini.
"Selamat pagi semuanya." sapa Nara.
"Pagi Nara," jawab Elma dan Tria bersamaan sembari tersenyum hangat ke arah Nara.
Mereka bertiga memulai pekerjaannya, memilih bunga-bunga segar yang siap di jual dan di rangkai seindah mungkin.
Siang harinya toko bunga bunda Karina tampak sepi pembeli. sebuah mobil mewah berwarna hitam berhenti di toko bunga bunda Karina. seseorang yang mengemudi mobil tersebut keluar, dan membuka pintu mobil bagian belakang.
Keluarlah seorang pria bertubuh tinggi tegap, pria itu berjalan dengan angkuhnya masuk ke dalam toko bunga.
"Selamat datang di toko bunga bunda Karina." sapa Elma, Tria dan Nara membungkuk hormat menyambut kedatangan pria tersebut.
Tepat saat mereka bertiga menegakkan tubuh, pria itu membuka kaca mata hitamnya.
"Aku mencari bunga Lily segar," ucapnya dengan suara serak-serak seksi.
Nara membulatkan matanya melihat sosok di hadapannya sekarang ini, lain halnya dengan pria itu tampak terkesan cuek dan seperti tak mengenal Nara.
Elma dan Tria begitu terpesona melihatnya, dengan sigap mereka berdua melayani permintaan pria itu.
Sementara Nara hanya berdiam diri di tempatnya, setelah Elma dan Tria tengah sibuk mengurusi pesanannya, pria itu menatap intens Nara.
"Kenapa kau masih jelek? apa uang yang ada di kartu itu kurang untuk merubah wajah, tubuh, dan penampilan mu?" tanyanya begitu kasar.
Nara memejamkan matanya berusaha menahan kesabaran, di hirupnya nafas dalam-dalam.
"Ini Tuan." ucap Elma dan Tria menyerahkan serangkaian bunga Lily pada pria itu.
"Terima kasih." ucapnya tersenyum.
Baru saja pria itu membalikkan badannya bersiap pergi, namun kembali ia membalikkan badan menghadap ke arah tiga wanita tersebut.
"Baru kali ini aku melihat seorang pekerja di toko bunga begitu jelek." ucapnya sinis melirik ke arah Nara.
Wajah Elma dan Tria yang tadinya tersenyum kini memudar, mereka berdua merasa tak enak dengan Nara.
"Sebaiknya di ganti saja yang buruk itu, haha itu cuma saran ku saja ya, permisi." ucapnya lagi mengedipkan sebelah matanya dan tersenyum manis.
"Tunggu!" teriak Nara nyaring saat pria itu baru berjalan beberapa langkah ingin keluar.
Nara berjalan ke arah pria itu, lalu mengeluarkan satu buah kartu kredit gold pemberiannya. terlihat jelas kartu itu sudah lecek dan nyaris hancur.
"Aku kembali kan ini padamu." Nara meraih tangan besar pria itu lalu meletakkan kartu kredit gold miliknya.
"Uang memang penting untuk kebutuhan manusia, tapi uang juga bukan segala-galanya. jika anda merasa bangga dengan apa yang anda miliki sekarang, seharusnya anda bisa menjaganya dengan baik, bukan dengan memberikan kepada orang lain dengan mudahnya." ucap Nara.
Pria itu memperhatikan tajam Nara yang seperti memberinya wejangan.
"Aku memang lah tidak cantik, tapi bukan berarti setiap orang berhak menghina dan menghakimi ku. apa salah orang yang terlahir dengan wajah jelek? apakah hidupku mengganggu orang lain? apa...." ucapan Nara terhenti karena pria itu mengangkat sebelah tangannya.
"Sudah selesai?" tanya pria itu memotong ucapan Nara.
"Aku tidak punya niatan untuk menghina atau pun menghakimi mu, aku hanya memberikan sekedar rasa kasihan ku padamu." ujar pria itu lagi-lagi mencemoh Nara.
"Tahu apa anda dengan ku? sehingga dengan mudah anda begitu perhatian memberikan rasa kasihan padaku." ucap nyalang Nara.
Pria itu tertawa. "sudahlah, membuang waktu saja berdebat dengan gadis jelek seperti mu. sudah jelek, sok hebat lagi." pria itu menggeleng-gelengkan kepalanya.
"Terima kasih untuk pelayanan disini, jika lain kali aku beli bunga lagi disini, aku harap tidak melihat wajah wanita ini lagi." ucapnya dengan menudingkan jari telunjuknya ke arah Nara.
Setelah mengatakan itu pria itu keluar dari dalam toko bunga, ia memakai kaca mata hitamnya dan masuk ke dalam mobil.
Nara terpaku di tempatnya, air mata turun membasahi pipinya dengan derasnya. Elma dan Tria menghampiri Nara, masing-masing memeluk tubuhnya dari arah samping.
Nara tersenyum, ia bersyukur memiliki dua teman wanita yang masih begitu perhatian padanya.
Pagi harinya..."Enggghh," racau Nara sembari menepuk sisi tempat tidurnya.Nara membuka kedua matanya perlahan yang masih terasa berat, akibat efek masih mengantuk."Kosong? dimana Arfaan?" gumamnya bertanya-tanya mencari keberadaan sang suami.Nara bangkit dari tidurnya, tepat saat ia duduk pintu kamar terbuka.Cklek..."Sayang, baru bangun?" Nara menganggukkan kepalanya."Kau darimana saja?""Aku habis sarapan bersama seluruh keluarga.""Apa?" kaget Nara. "Kenapa tidak membangunkan ku juga.""Tidur kamu nyenyak banget, lagian aku yakin kamu pasti masih capek banget. Apalagi terutama bagian itu kamu, pasti masih perih banget." ucap Arfaan khawatir dan terselip nada nakal di ucapannya."Terus ibu, bapak, mama dan papa bagaimana?""Mereka baik seperti biasa."
Arfaan menggendong Nara ala bridal style setelah mereka sampai di depan pintu kamar hotel yang sudah Arfaan pesan. susah payah pria itu membuka pintu karena Nara yang sedang ia gendong, Nara yang mengerti pun membantu sang suami dengan membuka pintunya."Arfaan! Turunkan aku!" teriak Nara merengek."Iya, nanti akan aku turunkan." ucap Arfaan tersenyum jahil.Ia pun meletakkan tubuh ramping Nara di ranjang, kemudian Arfaan berjalan kembali ke pintu dan menguncinya."Akhirnya!" teriak Arfaan nyaring seraya melompat gembira.Nara terkikik geli melihat tingkah suaminya, begitu bahagianya menyambut ritual malam pertama yang sebentar lagi bakal mereka lakukan."Ayo sayang, buka bajunya." titah Arfaan gak ada romantis-romantisnya.Nara tak bergeming dan hanya memperhatikan Arfaan yang kini sudah mulai membuka jas-nya. Jas terbuka seutuhnya dan Arfaan melemparkan
Hari yang di tunggu pun telah tiba, tepat pada hari ini Arfaan dan Nara akan melangsungkan resepsi pernikahan di sebuah hotel mewah.Sementara untuk ijab kabulnya sudah di lakukan di rumah Nara, kini mereka berdua telah resmi menjadi suami istri.Kedua mempelai dan seluruh keluarga, kerabat dan teman-teman Nara begitu bahagia.Kini sepasang pengatin baru itu lagi beristirahat di kamar, resepsi akan di mulai pada sore hari sampai malam hari."Akhirnya!" teriak Arfaan bahagia setelah sampai di kamar.Nara tergelak melihat tingkah konyol suaminya, namun tak di pungkiri rasa bahagia juga di rasakan Nara."Aku bahagia, sangat bahagia!" ungkap Arfaan pada istrinya."Aku juga sangat bahagia Arfaan." balas Nara tersenyum."Sini sayang, deketan sama aku dong." ucap Arfaan melambaikan tangan memanggil Nara agar mendekat padanya.Nara me
Menjelang hari pernikahan Nara dan Arfaan, keduanya terlihat sibuk. tak terasa waktu pernikahan tinggal menghitung hari lagi.Tak hanya Nara dan Arfaan yang sibuk, tetapi semua orang juga tengah sibuk dalam persiapan pernikahan mereka.Seperti kedua orang Nara, mereka memutuskan untuk tetap tinggal di rumahnya sampai hari pernikahan tiba. Terlihat sekali pak Cahyo dan bu Nina tengah sibuk mengabarkan saudara, kerabat, dan para tetangga mereka yang ada di kampung untuk datang ke acara pernikahan Nara di kota.Sudah bisa di pastikan bukan, bagaimana ramainya acara pernikahan Nara dan Arfaan nantinya?Papa Bimo dan mama Santi juga tak mau ketinggalan dengan apa yang di lakukan orang tua Nara.Fitting baju telah selesai Nara dan Arfaan lakukan beberapa hari yang lalu, berbarengan dengan cincin pernikahan mereka yang juga sudah mereka pesan sesuai permintaan.Ah! Rasanya Arfaan sudah tak
Berita pertunangan Nara tentu saja sampai ke telinga Adam, pria kalem yang tampan dan mempunyai rasa terhadap Nara.Pertama kali mendengar kabar jika Nara tengah menjalin hubungan, Adam tetap santai. dan berharap jika mungkin suatu saat nanti ada peluang untuknya mendekati Nara, tapi jika sudah bertunangan seperti ini. Semakin tipis lah harapan sekaligus peluang Adam mendekati gadisnya. Ya, meskipun banyak yang mengatakan istilah, sebelum janur kuning melengkung maka masih ada harapan.Kini Adam harus merelakan penuh perasaannya pada Nara, karena ia yakin suatu saat nanti ia pasti di pertemukan dengan jodohnya."Adam!" panggilan Karina di ambang pintu kamarnya."Mama?!" kagetnya."Boleh mama masuk?" tanya Karina.Kepala Adam mengangguk, Karina masuk ke dalam kamar putranya."Kamu tidak masuk kerja hari ini nak?" heran Karina melihat putranya yang h
Seminggu kemudian...Nara tersenyum melihat penampilannya sekali lagi di cermin, sangat bahagia menyambut malam ini. Karena malam ini adalah hari pertunangannya dengan sang kekasih, Arfaan.Setelah melewati proses perdebatan panjang antara pak Cahyo dan kedua orang tua Arfaan. Pak Cahyo meminta untuk langsung ke pernikahan, sementara orang tua Arfaan ingin melewati proses yang namanya tunangan terlebih dulu.Pak Cahyo pun pada akhirnya mengalah begitu Nara juga menyetujui ke inginan calon mertuanya. berbeda dengan Arfaan, yang anehnya malah lebih menyetujui rencana Cahyo. Jujur Arfaan memang sudah tak sabar agar cepat bersanding dengan Nara di pelaminan."Waaaah, kau terlihat sangat cantik sekali Nara!" puji Nazwa."Iya benar, kau terlihat bak seperti puteri kerajaan." sambung Via menimpali ucapan Nazwa.Dan berlanjur pujian dari Mira. "Gaun acara pertunanganmu saja sang
"Ayo di makan calon besan." ucap Bimo mempersilakan kedua orang tua Nara untuk makan malam bersama.Pak Cahyo menggaruk tengkuknya yang tak gatal sama sekali, menoleh ke arah istrinya yang juga tengah menatapnya.Bimo dan Santi bingung melihat ke anehan Cahyo dan Nina."Pak Cahyo, kenapa hanya berdiri saja. apa ada masalah pak?" tanya Bimo hati-hati."Itu loh pak, nganu--" Cahyo terlihat bingung ingin mengatakannya."Makanannya." jawab Nina gemas melihat suaminya."Iya, kenapa dengan makanannya?" tanya Santi penasaran."Kami tidak terbiasa makan makanan seperti itu." kekeh Nina merasa malu.Makan malam yang tersaji pun berupa steak, lasagna, macaroni, risotto dan berbagai hidangan makanan barat lainnya.Santi dan Bimo saling melemparkan senyum. memanggil beberapa pelayan dan menyuruh mereka semua untuk membawakan hidangan baru.
Pintu rumah kembali di ketuk, bu Nina sudah bersiap-siap untuk membukanya dengan sapu di tangannya siap untuk menimpuk sih pengetuk pintu.Cklek..."Arfaan!" pekik bu Nina kaget.Untung saja bu Nina belum sempat melayangkan pukulan sapunya. kalau sudah, maka bisa di pastikan wajah Arfaan bonyok."Selamat pagi ibu." sapa Arfaan mengulurkan tangannya mengambil tangan kanan bu Nina.Mencium punggung tangan wanita itu, hati bu Nina sedikit tersentuh karena sikap sopan Arfaan."Ibu ngapain bawa sapu?" tanya Arfaan menunjuk ke arah sapu yang di pegang bu Nina."Ah ini, tadi buat nimpuk kamu__eh," bu Nina keceplosan.Arfaan mengerutkan keningnya bingung. untuk menimpuk dirinya? menggunakan sapu?"Maksudnya ini tadi ibu habis nyapu, eh malah ke bawa juga." kekeh bu Nina beralasan."Kamu pasti mau ketemu Nara kan?
Keadaan rumah Nara menjadi ramai karena kehadiran kedua orang tuanya, suara kebisingan terdengar dari perdebatan antara pak Cahyo dan bu Nina. setiap harinya ada saja hal yang di perdebatkan, namun di balik itu Nara sangat bahagia. rasa rindu yang sudah lama tidak bertemu keluarga pun terobati."Waah, bunga-bunganya jadi lebih indah di rawat sama bapak ya." puji Nara senang melihat tanaman berbagai macam bunganya yang semakin bersih terawat."Siapa dulu? bapak gitu loh." bangga pak Cahyo menepuk dadanya cukup kuat."Jangan kencang-kencang pak mukul dadanya." protes bu Nina yang ikut bergabung ke halaman belakang rumah Nara.Pak Cahyo nyengir. "iya bu, ini sangking semangatnya.""Oalah, lebay ya bapak ternyata." bu Nina geleng-geleng kepala melihatnya, sementara Nata terkikik geli menyaksikan hal itu."Yo uwes, sebaiknya kita sarapan dulu." ajak bu Nina pada suami dan anaknya.