7. Shocking News
Angkot berhenti tepat di seberang lorong tempat tinggal Alya. Gadis berambut panjang itu turun dan segera menyeberang menuju lorong rumahnya. Ditelusurinya lorong itu sekitar lima belas menit lalu sampailah ia di sebuah rumah sedehana, kalau tak mau dikatakan jelek. Rumah usang yang seperti sudah lama tak di perbaiki. Bagian depan terlihat pintu rumah yang sudah soak disana sini. Dan ada sebuah kursi yang tak kalah usangnya dengan daun pintu rumahnya.
Gadis itu menggapai gagang pintu dan mendorongnya. Terkunci, Apa ibu belum pulang kerja ya? Alya melirik benda di pergellangan tangannya. Sudah jam satu. Biasanya jam sebelas ibu sudha di rumah. Karena hanya ibu hanya mengantarkan cucian yang dekat-dekat sini. Kalau yang agak jauh Alya lah yang mengantarkannya. Lalu Nadine kemana? Biasanya jam setengah satu ia sudah sampai di rumah. Alya risau. Ia mindar mandir di depan pintu rumah.
“Al...”
Suara terdengar dari luar pagar.
“Nah Buk Santi. Lihat ibu saya gak? Biasanya jam segini sudah di rumah tapi dari tadi saya ketok ketok gak ada yang buka.”
“Iya, saya kesini juga mau kasih tahu kamu.”
“Kasih tahu apa buk?
“Itu rumah kamu kosong. Tadi bu.. nitip kunci rumah ke saya.”
“Emang ibu saya kemana ya buk?”
“Ibu kamu ke rumah sakit.”
“Rumah sakit! Emangnya ibu saya sakit ya? “
Alya sedikit shock.
“Ibu kamu ke rumah sakit lihat Nadine. Tadi guru di sekolah Nadine kesini. Katanya Nadine pingsan di sekolah.”
“Apaaa... Nadine pingsan bu”
“Iya, kata gurunya sih begitu.”
“Ya Allah. Jadi keadaannya gimana buk.”
“Ibu kurang tahu Al. Lebih baik kamu cepat susulin ke rumah sakit. Biar gak bertanya - tanya.”
”Iya buk, rumah sakit mana ya?”“Ini, tadi gurunya sudah nulis di kertas” Kata bu Rike sambil memberikan selembar kertas kecil pada Alya. Alya menerimanya dan mengucapkan terima kasih.
‘Ya Allah Nadine kenapaaa’ Lirih Alya berkata.
Buru - buru perempuan berhidung bangir itu kembali berjalan keluar rumah menuju pangkalan ojek dan bergegas menuju rumah sakit yang tertera di kertas yang diberikan oleh bu Santi tadi.
Jam di pergelangan tangan Alya menunjukkan pukul dua kurang lima menit saat ia menjejakkan kaki di lantai rumah sakit. Segera ia menuju ke suster jaga menanyakan tentang Nadine.
“Paviliun Kenanga nomor dua belas. Itu yang disebutkan suster tadi. Segera Alya menuju ruangan yang dimaksud. Ruang kelas tiga yang satu ruangan ada enam pasien. Alya berjalan menuju tirai tiga. Dibukanya tirai. Tampak Ibu dan dua orang wanita sedang mengelilingi ranjang rumah sakit yang ditempat Nadine. Nadine tampak pucat dengan mata tertutup dan infus di pergelangan tangan kanannya.
“Buk...” Ujar Alya.
Ibu yang tak sadar akan kehadiran Alya menoleh ke sumber suara. Tampak Alya masuk ke kamar Nadine.
“Nadine kenapa bu?” Ujar Alya
“Ibu juga gak tahu. Tadi siang sekitar jam sebelas wali kelasnya Nadine ke rumah menginformasikan kalau Nadine pingsan di kelas.” Ujar ibu terbata - bata.
“Kok bisa bu?” tanya Alya lagi
“Gini mbak...” Wanita berhijab di sebelah ibu buka suara.
“Sebelumnya perkenalkan saya Ibu Diah, wali kelas Nadine dan ini Ibu Pratiwi, wakil kepala sekolah.”
Alya mengangguk seraya tersenyum pada kedua wanita itu. Lalu mencium punggung tangan mereka satu persatu.
“Saya Alya buk, kakaknya Nadine.”
“Iya, ini lho mbak Alya. Tadi pagi saat proses belajar mengajar tiba -tiba Nadine pingsan di kelas. Jadi kami bawa ke puskesmas terdekat. Jelas bu Diah, wali kelas Nadine.
“Apa tadi pagi Nadine tidak sarapan mbk? atau... memang Nadine sedang tidak enak badan?” Kali ini Bu Pratiwi yang bertanya.
Alya menoleh ke arah ibunya. Tadi pagi Alya berangkat jam setengah enam untuk mengambil cucian kotor di rumah pelanggan lalu pergi ke pasar untuk membeli bahan kue. Jadi ia tak sempat melihat Nadine sarapan atau tidak.
Ibu Kartika mencoba mengingat apa yang dikerjakan Nadine tadi pagi.
“Seingat ibu Nadine sarapan kok Al. Dia makan nasi goreng sama kerupuk terus minum teh manis buatan ibu.” Jawab bu Kartika setelah berfikir sejenak.
Alya mengenyitkan dahi. Berarti penyebab Nadine pingsan bukan karena tidak sarapan. Seingat Alya Nadine juga tidak sakit belakangan ini. Fisik Nadine memang lemah. Gadis berumur dua belas tahun itu memang tak bisa terlalu lelah. Jika kelelahan dia pasti akan jatuh sakit. Tapi sekali lagi seingat Alya, belakangan ini Nadine sedang dalam kondisi yang baik.
“Tadi pagi Nadine menghabiskan sarapannya juga pergi ke sekolah dalam keadaan sehat buk.”
Alya menjelaskan kepada kedua guru sekolah Nadine.
“Oooh begitu ya. Kalau Nadine tadi pagi sarapan dan pergi ke sekolah dalam keadaan sehat. Berarti ada sebab lain yang membuat Nadine tak sadarkan diri” Ujar bu Pratiwi.
“Iya, seperti yang di bilang oleh dokter puskesmas tadi. Kalau Nadine harus di periksa intensif. Oleh karena itu puskesmas merujuknya ke Rumah sakit karena alatnya jauh lebih lengkap daripada di puskesmas.
“Oh, dokternya bilang seperti itu ya buk?”
tanya Bu Kartika yang dibalas anggukan oleh wali kelas Nadine.
‘Harus diperiksa intensif ? Apa yang terjadi pada Nadine?’
Alya berkata dalam hati.
“Dokter menyarankan Nadine diperiksa secara keseluruhan agar bisa diketahui apa penyebab Nadine sering tak sadarkan diri” jelas ibu Diah.
“Sering? Maksud ibu Nadine sering pingsan?” Alya kaget mendengar pernyataan ibu Diah.
Ibu Diah memandang Alya lalu menjawab.
“Ini kali ke lima Nadine pingsan di kelas selama menjadi siswi saya mbak Alya.”
Bu Diah menjelaskan.
“Kali kelima buk?”
Alya luar biasa kaget begitupun bu Kartika yang duduk di sebelah Alya.
“Iya mbak. Apa Nadine tak pernah bercerita pada ibu atau mbak tentang ini?”
Tanya bu Diah.
“Tidak buk. Nadine tak pernah cerita kalau iya sering pingsan di kelas.” jawab Alya. Alya merasakan tangan ibu menggenggam tangannya.
Ibu Diah dan ibu Pratiwi berpandangan lalu beberapa saat mereka terdiam. Bu Dian menghela nafas dan mulai menjelaskan.
“Ini bukan kali pertama Nadine pingsan. Selama hampir setahun di kelas saya Nadine sudah lima kali pingsan hanya memang tidak separah sekarang. Saat pelajaran berlangsung Nadine sering tiba-tiba pingsan tapi setelah di beri minyak kayu putih dia sadar kembali. Sedangkan hari ini tidak seperti biasanya. Walau di beri tretament yang sama seperti yang sudah sudah, dia tetap tak sadarkan diri. Akhirnya kami bawa ke rumah sakit.”
Ibu Diah menjelaskan panjang lebar.
“Kami tidak tahu kejadiannya buk” Jawab Alya.
“Saat kali kedua Nadine pingsan di kelas sebenarnya kami sudah memberikan surat panggilan untuk wali Nadine tapi Nadine beralasan kalau ibunya tidak bisa datang karena bekerja. Jadi kami memaklumi dan meninta Nadine untuk menyampaikan kepada ibunya untuk memeriksakan kesehatannya ke dokter.”
“Tidak buk, Nadine tidak pernah menceritakan ini pada saya. Saya tidak tahu kalau pihak sekolah meminta saya untuk datang”
Kali ini ibu Kartika yang menjawab.
“Berarti Nadine tak menyampaikan pesan saya pada ibu”
Kata bu Diah.
“Aduh Nadine, ini anak kenapa masalah penting seperti itu malah ibu gak diberitahu. Ini adekmu in kenapa tho Al?” Ujar bu Kartika dengan nada khawatir.
“Mungkin Nadine tidak mau kita khawatir bu. Ibu kan tahu sendiri sifat Nadine”
Jawab Alya.
Kali ketiga, empat dan hari ini sudah lima kali Nadine tiba-tiba tak sadarkan diri di kelas dan kali ini lebih parah makanya kami berinisiatif untuk membawanya ke puskesmas.”
“Iya, terima kasih ya buk Diah dan bu Pratiwi atas pertolongannya pada anak saya Nadine”
Ujar ibu Kartika.
“Iya bu, sama-sama. Ini kan memang tugas kami sebagai guru Nadine di sekolah.”
“Tadi dokter sudah memeriksa Nadine. Mungkin untuk lebih jelasnya nanti bisa ditanyakan kepada dokter yang bersangkutan”
Kali ini bu Pratiwi yang menjelaskan.
“Oh iya buk. Nanti detailnya saya akan tanyakan pada dokter yang memeriksa Nadine. Terima kasih bu atas pertolongannya”
Alya menjawab sambil menangkupkan kedua tangannya ke depan dada dan menundukkan kepala pada bu Pratiwi dan bu Diah yang dibalas dengan anggukan oleh keduanya.
“Kalau begitu kami permisi dulu ya mbak Alya, bu Kartika.” ujar bu Pratiwi.
“Oh iya bu” Alya membalas.
Bu Pratiwi berdiri dari tempat duduknya dan disusul oleh bu Diah yang juga melakukan hal yang sama.
“Semoga Alya segera pulih ya mbak, bu. Semoga tidak ada penyakit serius di tubuh Nadine sehingga Nadine bisa kembali sekolah seperti biasa.”
Harap bu Diah.
“Amiin ya rabb”
Alya dan Ibu Kartika menjawab serempak.
Lalu kedua guru Nadine itu berjalan menuju pintu ruang rumah sakit yang di ikuti oleh Alya dan ibu Kartika.
“Nanti kalau sudah pulang dari rumah sakit, Nadine istirahat di rumah saja dulu. Agar kondisinya bisa benar-benar pulih”
Bu Pratiwi berkata.
‘Iya buk, terima kasih atas pengertiannya”
Jawab Alya.
Lalu bu Kartika menyalami kedua guru Nadine itu yang diikuti Alya yang mencium tangan kedua guru itu lalu mereka meninggalkan ruangan tempat dimana Nadine dirawat.
A story by Ryunee Samaya
Menghadapi kenyataan yang menyakitkanSepeninggalan kedua guru Nadine, Alya mengajak bu Kartika untuk kembali duduk di sebelah ranjang Nadine. Ada raut khawatir di wajah keduanya. Kekhawatiran yang sama yaitu tentang hasil pemeriksaan Nadine.“Semoga Nadine cepat sembuh ya Al. Ibu gak tega lihat Nadine seperti ini. Ibu takut Nadine kenapa kenapa.”Ujar bu Kartika dengan suara serak.“Alya yakin Nadine bisa segera sembuh buk Tenang saja.. Yang penting sekarang kita berdoa. Memohon pada Allah untuk kesehatan Nadine.”Jawab Alya. Gadis itu berushaa menenangkan sang ibu.Bu Kartika menggenggam tangan Alya yang diikuti oleh Alya yang juga menggenggam tangan sang ibu. Keduanya saling berpandangan namun tak sepatah katapun yang keluar dari mulut keduanya. Mereka hanya saling memandang dengan raut wajah penuh kekhawatiran. Lalu keduanya larut dalam
Alya, You are not aloneAlya berjalan pelan menelusuri bangsal rumah sakit dengan langkah gotai. Fikirannya masih tertuju pada kata-kata dokter Ridwan.‘Delapan juta! Nominal yang tidak sedikit untuk orang seperti Alya. Bagaimana ia bisa mendapatkannya dalam waktu yang singkat?’Di depan Alya tampak kursi tunggu pasien. Gadis itu berjalan mendekati kursi dan duduk di salah satu kursinya. Mungkin ada baiknya ia menenangkan diri dulu. Fikirannya yang kalut tentu akan memberikan efek yang tidak baik pada ibunya nanti. Sebaiknya ia menenangkan diri dulu sebelum menyampaikan kondisi kesehatan Nadine pada ibu agar ibu tidak ikut-ikutan panik.‘Pletaak’Bunyi benda jatuh di belakang Alya. Gadis sembilan belas tahun itu menoleh. Tampak seorang ibu yang sedang menggendong anaknya berusaha meraba-raba tongkat yang jatuh tapi tak berhasil
Langkah kaki Alya sampai di depan pintu ruangan Nadine. Gadis manis itu sejenak menghirup nafas dalam-dalam dan menghembuskannya lalu tangannya meraih gagang pintu menuju ranjang Nadine.Disana sang ibu sedang duduk dengan raut wajah khawatir. Rasa sedih kembali menyeruak di hati Alya.‘ Bagaimana perasaan ibu kalau aku ceritakan tentang keadaan dan biaya pemeriksaan Nadine’Alya berkata dalam hati.“Nadine belum siuman buk?” Kata Alya.Bu Kartika yang tak menyadari kedatangan anak sulungnya itu menoleh ke arah Alya dan segera ia menghapus air mata di kedua pipinya agar Alya tak melihatnya.“Eh, iya Al, Nadine belum siuman. Kata susternya mungkin sebentar lagi.”Jawab ibu dengan senyum dipaksakan.Alya tersenyum untuk menutupi gundah hatinya. Ia menarik kursi yang ada di sebelah sang ibu dan menghempaska
Alya baru saja menyelesaikan sholat magribnya saat pintu rumah diketuk dari luar. Gadi muda itu bergegas membuka mukena, melipatnya asal-asalan dan segera menuju pintu. “Assalamualaikum” Ujar seseorang dari luar sana dan sepertinya Alya mengenal suara itu. “Waalaikumussalam” balas Alya sambil membuka kunci pintu dan membukanya. Tampak dihadapannya bu Santi tetangganya sedang berdiri mengenakan baju daster warna merah dan sebuah mangkuk di tangannya. “Iya buk” Kata Alya sambil mempersilahkan tetangga sebelah rumahnya itu masuk. “Habis sholat ya Al” sapa bu Santi seraya masuk ke dalam rumah dan duduk di sebuah kursi usang yang ada disana. “Iya buk, abis sholat magrib tadi” jawab Alya. “Oh iya, tadi ibu dengar ada suara air hidup di belakang, ibu fikir kamu sudah pulang. Alya mengangguk sambil tersenyum. “Ini Al” kata
Jam di tangan Alya menunjukkan pukul enam lewat tiga puluh menit saat motor yang dikendarai bu Santi berhenti di sebuah rumah mewah yang ada di komplek sebelah. Alya melepaskan helm lalu turun dari motor sedangkan bu Santi juga melepaskan helm hijau dari kepalanya lalu merogoh saku bajunya dan mengeluarkan secarik kertas dari sana.“ Kayaknya bener ini rumahnya Al.”Ujar bu Santi dengan mata yang masih memandang ke secarik kertas yang di pegangnya.Alya agak mendekat ke bu Santi yang belum turun dri motornya lalu melihat alamat yang tertulis di secarik kertas yang di pegang bu Santi.‘komplek kenanga blok sembilan nomor 35.’Alya membaca dalam hati alamat di kertas yang dipegang bu Santi.“Iya bu, sesuai dengan alamat yang diberikan wak Kalsum”Kata Alya mengiyakan perkataan bu Santi.Bu santi mengangguk lalu turun dari motornya da
13. “Syaratnya apa tante?” Alya tak sabar mendengar lanjutan kalimat tante Altum. Teringat olehnya Nadine yang terbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit dan wajah tua ibu yang pastinya menunggu kabar baik darinya. “Syaratnya gampang kok. Gampang dan enak” Sekali lagi tante Altum menampakkan senyum culasnya pada kedua perempuan dihadapannya ini. Alya dan bu Santi salin berpandangan saat mendengar apa yang dikatakan tante Altum. “Loe boleh pinjem sama gue berapapun yang loe mau asalkan loe mau kerja sama gue” Ujar tante Altum sambil memandang Alya dengan intens. “Kerja? Kerja apa tante ?” tanya Alya sedangkan raut wajah bu Santi yang ada di samping Alya sudah menampakkan perubahan karena ia mengerti pekerjaan apa yang akan ditawarkan tante Altum kepada gadis muda seperti Alya. “Kerja di cafe gue yang baru. Minggu
14.Hari masih pagi saat Alya turun dari angkot yang membawanya ke rumah sakit tempat dimana Nadine dirawat. Ia memberikan beberapa lembar ribuan kepada supir sebagai ongkos perjalanan. Gadis itu memandang bagian depan rumah sakit yang di cat warna putih tulang. Perlahan ia melangkahkan kakinya memasuki gerbang rumah sakit. Beberapa mobil dan motor terlihat masuk dan keluar parkiran rumah sakit. Beberapa orang juga tampak berjalan keluar masuk pada pintu yang telah disediakan. Rata-rata mereka menunjukkan wajah sedih, mungkin mereka memikirkan keluarga mereka yang sedang dirawat di rumah sakit ini. Sama seperti Alya yang bingung dengan biaya pemeriksaan lanjutan Nadine. Kalau banyak orang bilang sangat sulit menemukan wajah bahagia di rumah sakit, mungkin kalimat itu benar adanya. Memang nyatanya hanya wajah sedih dan tegang yang kita temui di rumah sakit. Hampir tak bisa menemukan raut bahagia di rumah sakit kecuali rumah sakit persalinan yang mungkin awal masuk akan menunju
15.“ maaf sus, tapi... kami belum membayar biayanya” jawab Alya.“Tapi biasanya kalau dari dokter sudah mengintruksikan untuk melakukan tindakan lanjutan berarti seluruh biaya sudah diselesaikan ibu, mbak.”“Maksudnya sus?”tanya Alya tak mengerti sedangkan bu Kartika yang tak mengerti apa-apa hanya melongo.“Iya, kalau sudah ada catatan dari doketr untuk mengadakan tindakan selanjutnya berarti semua biaya sudah dibayarkan.” kata suster.“Tapi kami belum membayarnya dok”sekali lagi Alya berkata kalau ia belum membayarkan biaya pemeriksaan lanjutan Nadine.“Kalau masalah itu saya kurang tahu mbak. Untuk lebih detailnya mungkin mbak bisa tanyakan pada bagian administrasi di depan” Kata suster.“Kalau begitu saya kesana dulu ya mbak” kata Alya.