Sore menjelang, Rayhan terbangun dengan lebih santai tak seperti pagi tadi. Tubuhnya dirasa jauh lebih baik. Rayhan kemudian pergi mandi. Setelahnya dia mengenakan piyama yang ada dikamar itu karena tak ada baju atau kaos dan dia juga tak membawa pakaian. Keluar dari kamar diharapkan segera bertemu Sya. Berkeliling ditempat asing memang menyenangkan. Mungkin Sya dikebun.
Piring yang dipecahkannya tadi pagi sudah tidak ada. Meja itu pun kembali berisi piring dengan makanan berat. Berbeda dengan menu pagi tadi. Karena Rayhan lapar, dimakannya dengan lahap.
“Sudah ku bilang, sebaiknya kau makan.”
Merasa dipergoki Sya, Rayhan menengadahkan wajahnya sambil mengunyah menatap wajah Sya. Kemudian kembali menikmati makanannya tanpa hirau. Sya duduk dikursinya setelah meletakkan beberapa buah yang mungkin baru dipetiknya. Menyenangkan sekali disini bisa memakan buah-buahan dengan hanya memetik saja.
“Aku lebih suka memakanmu.” Goda Rayhan pada Sya.
Rayhan meletakan sendok garpu, meneguk segelas air dan memakan buah yang baru dipetik Sya. Anggur meski kecil namun manis.
“Apa yang kau mainkan, Sya?”
“Menurutmu? Tidak seperti yang kau kira, bukan? Setelah 15 tahun, kau berada disini hanya karena sebuah novel?”
“Ya, itu mengejutkan. Aku bahkan tidak ingin memikirkanmu apalagi mengingatmu, juga mendapat pesan darimu selama 15 tahun ini. Aku tidak menginginkan itu.”
“Itu tidak mengejutkan. Kau memiliki banyak pacar dimana pun, wanita, pria. Tampak sama bagimu. Tapi bagaimana denganku? Hanya satu-satunya kan?”
“Hahaha... Kau terlalu percaya diri. Harusnya kau ingat, bagaimana dulu kau diam-diam menikah lalu tak berapa lama kau menghubungiku meminta bantuan, merengek kehidupan pernikahan tak seperti yang kau bayangkan. Aku bahkan tidak bisa membedakan apa yang kau inginkan dan yang kau katakan.”
“Karena itulah aku membutuhkanmu saat itu. Tapi kau mencampakku, meninggalkanku setelah memanfaatkanku! Bangsat kau Rayhan… kau benar-benar tidak menyayangiku?!”
“Justru itulah sikap yang harus aku tunjukkan padamu, Sya! Apa kau sudah kehilangan otakmu sejak menikah dengan lelaki bajingan itu?! Hah?! Lalu apa untungnya bagiku masih mencintaimu?!!” Amarah Rayhan lebih tinggi daripada sebelumnya. Ia benar-benar marah merasa dipermainkan oleh Sya dahulu.
Sya menahan emosi yang nampak diwajahnya sendiri. Ia sungguh tahu kejadian itu. Tapi itulah yang bisa dilakukannya. Sebodoh apapun tindakannya, Sya hanya merasa harus melakukannya meski telah menggadaikan harga dirinya sendiri. Kekesalannya tak bisa dilampiaskannya hanya mampu ditahan. Biar bagaimanapun jika dia tetap membalas kemarahan Rayhan saat ini, itu hanya akan menunjukkan bahwa dirinya semakin tidak waras. Sadar akan kebodohan itu, Sya berkaca-kaca hampir meneteskan air matanya sendiri. Namun amarahnya masih berkecamuk sehingga gemeletuk giginya hampir membuat wajahnya tak melunak sedikitpun.
Ketegangan yang masih terus bertahan lama ketika membicarakan masa lalu mereka, membuat mereka nyaman dalam kediaman masing-masing. Meskipun mereka saling menyalahkan namun mereka bisa mengendalikan keadaan. Jika tidak, mungkin piring dan gelas telah berterbangan menimbulkan kegaduhan. Sepertinya diusia mereka yang sekarang membuat banyak hal bisa dimaklumi. Dan mereka tahu waktu tak akan kembali lagi. Apa yang ada dimasa lalu akan tetap dimasa lalu, sekarang dan masa depan bisa mereka tata ulang sesuai kehendak.
Lewat asap yang dikepulkan dari mulutnya, Sya tampak meredakan emosinya dengan merokok. Hisapannya terlihat kuat-kuat, sampai Rayhan tak bisa membayangkan bagaimana rasanya. Perhatian yang Rayhan tunjukkan dengan memandangi Sya, membuat Sya mengetahui tindakannya tersebut. Sya memulai perbincangan kembali.
“Oh iya kau sudah membuat kesalahan pagi ini. Dua kali. Sebaiknya kau minta ampun.”
“Kesalahan? Apa aku tidak salah dengar? Apa yang telah ku perbuat?” Rayhan berlagak tidak tahu apa-apa.
“Apa aku harus mengatakannya? Ini memalukan...” Sya menutupi rona diwajahnya jika mengingat kejadian tadi pagi.
“Itu bukan kesalahan, Sya. Itu hukuman untukmu karena membuatku pingsan dan harus tidur disini. Kau tahu betapa konyolnya itu?”
“Apa?! Aku membuatmu pingsan? Konyol sekali!”
“Hah?!! Lalu kenapa aku bisa pingsan?!”
“Mana ku tahu?! Mungkin kau tidak terbiasa dengan minuman dan makanan disini.”
“Aneh... Oke aku mengakui telah membuat kesalahan. Aku tidak tahan dengan godaanmu, Sya.”
“Apa?! Aku tidak menggodamu...”
“Kau benar... Hanya saja aku tidak bisa jika tidak menatapmu lekat-lekat setelah 15 tahun ini. Aku seolah diberi kesempatan kedua dan aku tidak ingin melepaskannya. Sehingga memilikimu dari ujung rambut sampai ujung kaki adalah obsesiku saat pertama kali melihatmu.”
Mendengar pernyataan itu, Sya membuang mukanya agar tak terlihat bahwa wajahnya menyembunyikan senyum.
“Apa aku perlu merasa tersanjung?” Tanya Sya dengan tetap menampilkan wajah kerasnya.
“Harus...” Rayhan bangkit dari duduknya lalu menghampiri Sya. Kemudian Rayhan mengulurkan tangannya. Sya tampak bingung dikursinya, namun menerimakan ajakan Rayhan. Usai Sya bangkit, kini mereka saling berhadapan dengan jarak hanya lima senti, mungkin.
Rayhan melanjutkan kalimatnya sendiri. “Karena aku masih mencintaimu...”
Rayhan merangkul pinggul Sya agar Sya lebih mendekat kepadanya. Sejurus kemudian, Rayhan melayangkan bibirnya sendiri ke bibir Sya. Degupan jantung mereka begitu kencang hingga mampu terdengar. Juga nafas mereka menderu seiring makin panasnya ciuman yang mereka lakukan.
Tak kuasa menahan deburan gairah yang timbul dari dirinya. Sya menuntun Rayhan untuk duduk dikursinya agar Sya bisa memposisikan dirinya duduk dipangkuan Rayhan. Semakin romantisnya suasana, semakin panas pula tindakan mereka. Sya pun menanggalkan pakaiannya sendiri seolah benar-benar menyerahkan dirinya karena ingin dimiliki oleh Rayhan.
Mata Rayhan seolah tak ingin berkedip barang satu detik pun. Apa yang disuguhkan untuknya terlalu berharga untuk dilewatkan. Karena itu Rayhan bergegas melepaskan piyamanya. Sya turut membantu membuka kancing satu persatu. Agar tubuh mereka kembali panas, mereka menautkan kembali ciuman. Lebih jauh lagi, Rayhan menciumi setiap inci dari tubuh Sya seperti apa yang dikatanya tadi.
Semakin berkedut kewanitaannya, semakin tidak sabaran Sya. Karena dia berada diposisi atas, maka adegan percintaan ini dipimpin olehnya. Sejurus kemudian, celana Rayhan diturunkan olehnya dan tak berapa lama Sya menurunkan pinggulnya sendiri diatas kejantanannya Rayhan. Perkawinan itu semakin indah mereka lalui pada sore hari dikebun Sya.
Setalah hasrat mereka terpuaskan. Peluh membanjiri tubuh masing-masing. Sya memeluk Rayhan kelelahan.
“Kau tidak apa-apa?” Tanya Rayhan khawatir, mereka belum berubah posisi.
Sya hanya menggelengkan kepala. Dan menatap lekat Rayhan dengan seulas senyum.
“Benar kan apa yang baru dikatakan? Langsung terkabul!” Bicara Rayhan sangat percaya diri. Sya terkekeh dengan kepedean Rayhan.
“Ini yang ku inginkan sejak dulu, Sya. Jika kau mau tahu.”
Mendengar itu, wajah Sya perlahan berubah. Timbul keraguan dalam dirinya. Sya beranjak dari pangkuan Rayhan, lalu menuang teh ke cangkir milik Rayhan dengan menambahkan suatu bahan yang akan membuat Rayhan pingsan kembali. Tentunya dia lakukan tanpa sepengetahuan Rayhan.
Seolah tak ingin melepaskan, Rayhan tetap menyentuh dan mengelus tubuh Sya, yang entah melakukan apa. Dia menerima cangkir yang disodorkan Sya kepadanya. Sekembalinya Sya duduk dikursi satunya, Rayhan meminum teh itu.
“Orang dapat berubah pikiran kapan saja, Rayhan. Seperti aku, aku berubah pikiran saat dulu, dan aku juga berubah pikiran saat ini.” Tanggapan Sya yang sempat tak di jawabnya.
“Mungkin, tapi urusan hati tidak bisa diubah, Sya. Aku ingin memulai kembali setelah kehilangan kesempatan pertama saat dulu.”
“Aku belum memikirkan soal itu.”
“Bagaimana bisa kau belum memikirikan ini?! Kita sudah melakukannya dua kali dan kau masih ragu denganku?!” Tanya Rayhan dengan heran.
“Apa kau masih belum juga memahamiku, Rayhan setelah 15 tahun ini?” Sesal Sya.
“Apa maksudmu?”
“Aku menyerahkan tubuhku, bukan berarti lantas aku menyerahkan hatiku. Aku sangat menyukai aksi kita tadi pagi maupun barusan. Hanya saja aku tidak mengira kau akan meresponku sejauh ini.”
“Aku mengerti, mungkin aku terlalu terburu-buru, begitu? Tapi lihatlah dirimu sekarang, Sya! Kau bahkan duduk santai tanpa sehelai benang pun. Bagaimana aku bisa mengabaikan hal itu?”
Belum selesai mengatakan hal selanjutnya, penglihatan Rayhan mulai buram. Ketika penglihatannya berubah menjadi gelap, ia seperti pingsan lagi. Dan benar tak sadarkan diri.
Bahan-bahan yang tadi dimasukkan ke teh Rayhan telah bekerja. Sya merasa tak sanggup dengan keinginan Rayhan yang terlalu dini dan terlalu memaksa itu. Sya lebih suka jika Rayhan terpaksa ikut dalam permainannya. Sya beranjak dari kursinya meninggalkan Rayhan yang terkapar. Melangkah ke arah rumah tanpa sehelai benang pun, Sya menelepon seseorang.
“Langsung siapkan saja.”
***
Kali ini Rayhan seperti bangun dari mimpi buruk. Kepala pusing, tangan dan kaki terikat. Ingin berteriak tapi tak bisa. Dia berada diruang yang sempit dengan kilasan-kilasan cahaya melalui lubang sekeliling dinding kayunya. Satu-satunya cara yang bisa dilakukannya yaitu berontak, membuat gaduh. Tapi rupanya cara itu tak membuatnya dikeluarkan dari tempat itu. sialan! Apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian Rayhan lebih memilih diam karena lelah. Lamat-lamat terdengar langkah kaki mendekat. Dibuka penutup kotak itu dan muncul Sya dan seorang lagi laki-laki. “Nyenyak tidurmu?” “Keparat! Apa yang sebenarnya kau lakukan? Dimana aku?” “Peti mati.” “Bangsat! Kau menempatkanku di peti mati?! Kau psikopat!” “Aku bertaruh, menukar nyawamu dengan suamiku. Tapi sepertinya tidak berhasil. Tutup kembali petinya.” Perintah Sya kepada Heri, keamanannya. “Apa?! Keluarkan aku dari sini! Sya! Sya!” Peti mati telah ditutup sempurna oleh Heri. Sya m
Setelah memarkirkan mobilnya digarasi. Rayhan keluar dari mobil sambil membawa bucket bunga lalu bergegas menuju kebun yang ada dibelakang. Benar saja, Sya sedang menuangkan teh. Sya mengenakan kemeja satin berwarna biru tua dengan panjang se-paha, membiarkan dua kancing teratas terbuka. Rayhan segera berdiri dihadapannya dan memberikan bucket bunga yang baru dibelinya. Sya menerimanya, diperhatikan bucket bunga itu ada secarik kertas dengan pesan menyertainya MISS YOU. Sya merekahkan senyumnya lalu duduk kursinya. Begitu juga dengan Rayhan. “Mawar putih?”. “Kau suka?”. Rayhan tak sungkan meminum teh dan memakan kuenya. Seperti telah biasa ditempat ini. “Kau tahu, kebun ku punya lebih banyak dan bermacam bunga”. “Tapi ini pemberianku, tentu berbeda bukan?”. “Jika kau merasa begitu”. “Dua hari kemarin aku menerima pos yang aneh isinya. Kemudian empat hari yang lalu aku te
Sebulan lebih lamanya Rayhan tidak bertemu dengan Sya. Namun selama itu pula Rayhan mendapat pesan terus menerus dari ponsel yang diberikan Sya. Tak ada satupun pesan itu dibalas Rayhan. Bahkan pesan suara berisi Sya menyanyikan sebuah lagu, tak digubrisnya sedikit pun. Rayhan hanya membacanya, mendengarkan, kadang-kadang ikut bersenandung juga. Karena mendengar lagu tersebut terus-terusan, Rayhan malah jadi hapal lagu itu di luar kepala. Tanpa disadarinya di sela-sela aktifitasnya, Rayhan bersenandung lagu tersebut. When you tell me that you love me. Lagu dinyanyikan oleh ... . Suatu pagi, Rayhan menerima notifikasi di ponselnya bahwa dia mendapatkan promo makan di restoran yang baru dibuka, letaknya memang cukup jauh dari kantornya. Namun karena restoran ini restoran seafood. Rayhan tidak mau melewatkan promo yang hanya berlaku satu hari saja sampai jam 5 sore. Jadilah ketika masuk jam makan siang, Rayhan terburu-buru keluar kantor menaiki ojek secepat kila
Wanita berambut pendek yang di cat pirang dan bertubuh mungil itu bekerja disalah satu perusahaan advertasing. Baru tiga tahun Erin bekerja disana setelah lulus kuliah. Tak banyak yang bisa diceritakan, dia penyendiri. Dengan bakatnya yang luar biasa tak membuat dirinya banyak teman. Sehingga acapkali bertemu orang baru, rasa-rasanya mudah sekali untuk dekat. Namun sulit mempertahankan hubungan. Erin bertekad untuk memperbaiki sikapnya, namun stress memicunya bertindak diluar dugaan. Hari-harinya setelah bertemu Rayhan, Erin merasa gundah menanti kabar. Harap-harap cemas ia menanti sebuah pesan atau telepon mungkin. Ia ingin lebih dekat dengan Rayhan. Baginya Rayhan seperti angin surga dalam hidupnya yang membosankan. Bekerja segiat mungkin tak lantas dapat menemukan kebahagiaan. Erin tak ingin bersabar untuk dapat bertemu lagi. Namun ia tak mungkin muncul kembali tiba-tiba di kantor Rayhan. Erin bisa digunjing yang tidak-tidak dan Rayhan akan terkena
Pulang kantor sore itu teramat melelahkan bagi Rayhan. Ia tiba di apartemennya hampir menjelang malam. Rutinitas baru mengantar jemput Erin menjadi tambahan pekerjaan Rayhan yang tanpa sadar lama-kelamaan mengikatnya sendiri. Ketika tiba di pintu apartemennya, Rayhan langsung membuka dan menyalakan lampu. Lalu dia melangkah ke ruang tengah dengan santai tanpa menyadari apapun, hingga suara itu mengagetkannya. “Kenapa kau tidak pernah membalas pesanku?”. Suara itu, apakah itu Sya? Rayhan mencari keberadaan sosok itu disekeliling apartemennya. Matanya terbelalak ketika menemukan Sya tengah duduk di kursi kebesarannya. Sya tampak anggun dengan gaya duduknya, menyilangkan kaki diantara pahanya sendiri. Apa yang dikenakannya? Itu sangat menggangu ketenangan banti dan birahi Rayhan. Karena Rayhan tak merespon pertanyaannya. Sya kemudian bangkit dari duduknya. Lalu melangkah mendekat ke arah Rayhan dengan cara yang sangat dramatis. Rayhan belum pernah meliha
Setelah hampir satu jam mereka berkendara, tibalah mereka di sebuah Hotel mewah. Untuk mencapai ke ruang pertunjukan mereka harus menaiki lift ke lantai 15. Mereka memasuki hotel tersebut dari pintu depan setelah menyerahkan kunci mobil ke petugas hotel. Sya tampak percaya diri melangkah anggun menggandeng Rayhan. Dia memancarkan senyum secerah berlian yang dikenakannya. Rayhan merasa hatinya penuh dengan perasaan takjub. Seolah keindahan yang baru ditemuinya itu belum pernah masuk kedalam ingatannya sendiri. Selain merasa takjub dengan Sya. Rayhan juga merasa takjub dengan dirinya sendiri. Dia tidak pernah seserius ini dalam berpenampilan. Serapih-rapihnya dia mengenakan pakaian, ya hanya ketika dia pergi bekerja atau bertemu dengan klien. Rayhan bahkan harus mencukur kumis tipisnya hingga botak, dan menggunakan minyak rambut agar terlihat necis dan klimis. Ia tak mau tampil mengecewakan saat bersanding dengan Sya. Belum lagi, penampilan Sya yang super glamor dan seksi menj
Sebelum memanas birahi mereka akibat ciuman spontan itu, Sya melepaskan dirinya dari cengkraman Rayhan. Masih ada yang harus dilakukan sebelum pulang. “Hmm... Kau sangat nakal, Ray...”, goda Sya dengan senyum menyindir. “Apa aku tidak salah dengar?”, balas Rayhan kepada Sya. “Ayo, aku harus menemui tamu. Tidak sopan jika tidak menyapa mereka. Ayo!”, titah Sya sambil menarik tangan Rayhan keluar dari belakang panggung menuju aula. Walaupun rangkaian acara telah selesai, para tamu itu tak buru-buru mengosongkan ruangan. Justru banyak diantaranya ada yang mulai makan besar atau bahkan mabuk-mabukan. Pesta yang sesungguhnya baru dimulai. Sya dan Rayhan berjalan beriringan tanpa gandengan kali ini. Karena Sya tampak antusias, tak jarang Sya mendahului langkahnya Rayhan. Sehingga Rayhan tampak mengekor langkah Sya. Dari kejauhan ada sekelompok orang yang sibuk bercakap dengan diselingi ledakan tawa. Sya melangkah ke arah tersebut. Satu diantara kelo
Rayhan dan Sya dilarikan ke rumah sakit setalah ambulans datang. Di rumah sakit, kondisi Sya kritis. Kecelakaan itu menyebabkan benturan keras di kepala Sya, akibat yang fatal bisa-bisa Sya gegar otak. Dengan operasi sekalipun, nyawanya dapat terselamatkan namun setelah itu kondisi Sya koma. Sedangkan kondisi Rayhan mengalami patah tulang dibagian tangannya. Ia tak percaya dengan kejadian itu yang berlangsung hanya beberapa detik saja. Sama-sama terbaring tak berdaya, Rayhan jelas sangat menyesal namun ia tak bisa berbuat apa-apa. Beberapa kerabat dekat menjenguk. Sya dijenguk oleh anaknya dan beberapa tangan kanannya serta bawahannya. Kejadian yang tiba-tiba itu membuat syok semua orang. Bahkan beberapa klien setianya juga datang menjenguk. Mereka merasa baru kemarin bertemu dan tak menyangka setelahnya kecelakaan. Kamar inap Sya penuh dengan berbagai bunga berwarna warni, hampir-hampir mengalahkan kecantikan Sya sendiri. Namun tak dapat dipungkiri kiriman bunga itu dari se