Share

Fly 3

Author: BundaAkasyah
last update Huling Na-update: 2021-06-15 01:49:33

Di sebuah rumah yang lain.

Gebrakan keras di pintu membuat si pemilik kamar mengkerut di tempat tidurnya. Ibunya sudah menggila, pikirnya.

"Qitt, buka pintunya kita perlu bicara!" Seorang wanita yang terlihat cantik di usianya yang tak lagi muda itu tampak diliputi amarah.

"Quitta! Buka pintunya atau Mama minta tukang membobol pintu ini!" 

Sebuah kalimat yang langsung membuat si empunya nama bangkit dan segera membuka pintu kamarnya.

Gadis berusia 18 tahun itu memasang wajah tak kalah masam saat netra keduanya saling bertemu.

"Apa yang kamu lakukan? Mau bikin kacau semuanya?" bentak wanita yang lebih tua.

Gadis remaja di depannya tak bergeming, dia hanya diam mendekap boneka stitch kesayangannya.

"Quitta! Jawab Mama!"

"Apa lagi yang harus aku jawab Ma, apa?! Mama cuman mau dengar apa yang mau Mama dengar, bukan bagaimana sebenarnya perasaan aku, apa yang aku inginkan, atau apa yang ingin aku katakan pada Mama!"

Quitta mulai terisak. Namun tak membuat Anastasia menjadi luluh.

"Mama harap kamu bisa lebih dewasa, lagipula sebentar lagi kamu lulus sekolah. Wajar kalau Mama sudah menginginkan kamu untuk menikah." Ujar Anastasia sedikit melunak.

Quitta tak bergeming, dia yakin apapun yang dikatakannya pasti akan disanggah oleh ibunya. Jika sudah punya keinginan, ibunya itu akan berusaha keras agar keinginannya terwujud. Tak peduli jika harus mengorbankan banyak hal, termasuk perasaan putrinya.

"Kita bicara lagi kalau kamu sudah tenang." Ujarnya sambil berlalu meninggalkan Quitta di kamarnya.

Quitta semakin terisak. Dia menyesali keputusannya yang memilih ikut bersama Mama. Seharusnya dia memilih Papa. Papanya yang berhati lembut tidak akan pernah memaksanya melakukan hal yang tidak disukainya.

"Mama memintaku menikah untuk menyingkirkanku dari rumah ini ... " ucap Quitta dalam isakannya.

Quitta tertidur setelah lelah menangisi nasibnya. Sebuah panggilan dari nomor asing luput dari pendengarannya. Telinganya sudah lelah, begitu pun matanya, dan terlebih lagi batinnya.

***

Jam istirahat Quitta mengajak Farah, sahabatnya, duduk di bawah pohon besar yang berada di pinggir lapangan sekolah. Daripada berada di kantin, Quitta lebih nyaman menghabiskan waktu sambil merenung dan mendinginkan kepalanya jauh dari keramaian. Farah yang selalu menjadi tempat curhatnya, tapi tidak pernah kepo urusannya, adalah pilihan tepat untuk menemaninya saat ini.

Dua buah susu kotak rasa coklat dan roti isi yang dibawanya dari rumah, cukup untuk mengganjal perut mereka. Farah juga membawa cemilan ringan yang bisa mereka habiskan bersama.

"Semakin hari rotinya semakin enak, aku rasa kamu sudah layak untuk mengikuti master chef." Urai Farah disertai derai tawa keduanya.

"Ini sih ngga ada apa-apanya, aku bisa buatin kamu  yang lebih rumit. Mau masakan apa, Amerika, Eropa, atau Indonesia? Masakan daerah juga aku bisa." Ucap Quitta dengan nada bangga.

"Percaya deh ... makanya kamu pengen lanjut kuliah masak juga." Respon Farah.

"Tapi Mamaku ngga setuju. Dia bilang menjadi tukang masak ngga sesuai dengan citra keluarga kami." Lirih Quitta dengan kepala tertunduk.

Setitik air mata menetes di pipi mulusnya, tak luput dari perhatian Farah.

"Sshtt, lihat!" bisik Farah mengalihkan perhatian keduanya.

Seorang siswa laki-laki berjalan mendekat. Dari jauh dia sudah melayangkan senyum, menampilkan gigi putihnya yang sudah diveneer

Quitta mendengus, sebenarnya dilihat dari cara berjalannya saja Quitta tidak menyukai laki-laki itu.

"Hai Qitt, Mama kamu bilang kapan-kapan kalian mau datang ke rumahku?" tanya Ghaza, nama lelaki itu. Bibir tipisnya yang merah tertarik menampilkan senyum yang dihiasi lesung pipi yang menawan.

Quitta memalingkan wajahnya dan berkata, "Sayang sekali dia ngga bilang sama aku, jadi mungkin maksudnya hanya Mamaku yang akan ke rumahmu, tanpa aku."

"Ngga apa-apa sih, kamu bilang gitu. tapi semalam dia menelpon Mamaku untuk memastikan dan memintaku menjadi private guide untuk acara house tour pertama kamu di rumahku."

"Apa?!"

"Memangnya segede apa sih rumah kamu Za, sampe harus tur segala." Celetuk Farah yang hanya dibalas senyuman oleh Ghaza.

Ghaza mencondongkan tubuhnya pada Quitta.

"We're gonna married, soon. Jadi wajar kalau Mama kamu meminta kita lebih dekat satu sama lain. Dan kita juga pastinya harus tahu 'luar dalam' masing-masing. Ahh, aku ngga keberatan kok buat ngajarin kamu sex edu before and after marriage." Ucap Ghaza setengah berbisik di telinga Quitta.

Quitta mencengkeram rok seragamnya hingga tangannya memerah. Hatinya semakin mendidih mendengar ucapan Ghaza.

"Ya udah aku pergi dulu, sepertinya kalian belum menghabiskan makan siangnya. Sebentar lagi bel loh ... " ucap Ghaza dengan senyum smirknya.

Farah menatap iba pada sahabatnya. 

"Qitt ... " lirih Farah.

"Aku harus bicara dengan mamaku." Putus Quitta.

"Jangan! Dia ngga bakal merubah keputusannya." Bantah Farah.

"Lalu apa yang harus kulakukan Far, aku ngga mau pasrah aja menerima perjodohan ini ... " isak Farah.

Farah membawa tangan Quitta menuju pangkuannya.

"Kamu bisa bicara dengan papa kamu. Aku yakin Papa kamu pasti akan mendukung kamu."

Meski tak yakin, solusi dari Farah bisa dicoba. 

"Ayo kita habiskan dulu makanannya, jangan sampai perut kita lemas saat berhadapan dengan kalkulus, gurunya terkenal paling killer sejagat sekolah!" kikik Farah, tak ayal membuat Quitta ikut tersenyum.

"Dan jangan lupa dia ngga akan puas sebelum bikin siswanya mati kutu karena ngga bisa mengerjakan soal di depan kelas." Tambah Quitta.

"Benar sekali! Oh ... roti ini semakin nikmat disantap setelah menyaksikan perdebatan dua insan yang dijodohkan." Celetuk Farah iseng.

Quitta menyikut tangan Farah sambil cemberut.

"Kamu tahu ngga, di kalangan anak basket, Ghaza terkenal sebagai penakluk bola dan wanita." Beritahu Farah.

"Ngga tahu, dan aku ngga mau tahu." Cetus Quitta, menatap Farah lalu memeletkan lidahnya.

"Jangan gitu dong, sebagai sahabat aku ngga mau kalau kamu seperti membeli kucing dalam karung. Ngerti kan?!"

"Daripada begitu, mending aku ngga beli aja sekalian. Lagian aku tahu, Ghaza tuh player. Mantannya ada di setiap kelas, dan ngga cuman yang seangkatan aja, adik kelas juga banyak. Karena lelaki gatal kayak dia penganut faham fanatik 'one month one girl'."

Farah menatap Quitta tak percaya.

"Jadi kamu udah tahu?!"

Quitta mengangguk mengiyakan.

"Ngga ada yang ngga tahu tentang dia."

"Tapi aku yakin pernikahan kamu sama dia ngga akan terhindarkan. Melihat watak mamamu yang keras." 

"Tadi kamu bilang aku bisa bicara dengan Papa, siapa tahu bisa membantu."

"Ya, mudah-mudahan." Ucap Farah.

"Kok sekarang kayak ngga yakin gitu, padahal beberapa menit yang lalu kamu yang nyaranin." 

"Iya, yakin kok. Tapi kita juga harus bersiap dengan segala kemungkinan." Ucap Farah sok bijak.

Quitta terdiam. Dia memasukkan roti isi keju kedalam mulutnya. Semakin banyak berpikir, perutnya semakin merasakan lapar.

                                                         ****

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Unfree to Fly   Fly 17

    Seminggu telah berlalu.Kejadian di mall tetap menjadi rahasia antara Quitta dan Tessa. Tak ada lagi pembicaraan tentang kejadian itu, karena mereka sepakat untuk menyimpannya rapat-rapat.Farah tetap bersikap seperti biasa. Dia tidak tahu jika Quitta dan Tessa sudah mengetahui hubungannya dengan Ghaza. Quitta dan Tessa pun berusaha bersikap normal, meski Tessa lebih banyak diam jika mereka sedang bertiga. Dan sebenarnya tanpa memberitahu Quitta, Tessa kini selalu bersikap waspada terhadap Farah.Saat ini ketiganya sedang berada di aula utama bersama perwakilan kelas lain dan anggota OSIS untuk membahas acara ulang tahun sekolah yang akan diadakan bulan depan.Sudah beberapa kali Tessa menghembuskan nafas beratnya, Farah mungkin tidak menyadari jika sejak tadi pandangan Tessa tertuju padanya. Setiap gerak-gerik Farah seakan mengganggunya."Untuk acara nanti gimana kalau kita adain lagi pemilihan couple goals seperti tahun lalu?" ungkap Farah, dengan tatapan tertuju pada majalah yang

  • Unfree to Fly   Fly 16

    Setelah berdebat selama lima menit, akhirnya Tessa mengalah. Diikutinya langkah Quitta masuk kembali menuju bagian dalam bioskop. Setelah bertanya pada petugas tiket, yang awalnya berkeras tak mau memberitahu mereka akhirnya Quitta dan Farah bisa mendapatkan informasi di ruangan mana Ghaza dan Farah berada. "Tunggu!" Quitta menahan langkah Tessa yang akan memasuki ruangan yang mereka tuju. Diliriknya tiket yang berada dalam genggaman Tessa. "Kenapa?" "Kita ngga tahu di sebelah mana mereka duduk, kalau kita masuk dari depan, mereka bisa saja melihat kita." "Lalu sekarang kita harus bagaimana?" tanya Tessa bingung, setahu mereka pintu masuk dan pintu keluar meski berada di dua sisi yang berbeda, namun posisinya yang berada di depan sudah pasti akan membuat mereka terlihat oleh penonton lain. Apalagi penonton yang lain sudah duduk di kursinya masing-masing. "Kita pulang aja!" putus Quitta, sambil berbalik menjauhi pintu masuk. "Jangan." Tessa menarik lengan Quitta dan membawany

  • Unfree to Fly   Fly 15

    Ada yang aneh dengan Ghaza. Quitta bisa merasakannya, sikap Ghaza padanya tak lagi hangat. Sudah beberapa kali bahkan Ghaza seperti menghindarinya. Memang di depan siswa lain mereka tidak pernah memperlihatkan bahwa keduanya saling mengenal. Hanya Tessa dan Farah saja yang tahu bahwa mereka berdua sudah dijodohkan satu sama lain. Namun tetap saja perubahan sikap Ghaza terlalu kentara. Dua hari yang lalu, sejak Quitta berhenti menyinggahi taman belakang sekolah tempat dia menghabiskan jam istirahat siangnya, Quitta melihat Farah keluar dari taman. Quitta nyaris memanggilnya, jika saja dia tidak melihat Ghaza keluar dari tempat yang sama, hanya berjarak beberapa langkah dari Farah. Meski sempat curiga, namun Quitta tak membiarkan pikiran buruk menguasainya. Sebelumnya saat sedang berada di kantin, Farah memang berkata dia harus ke toilet karena sakit perut. Mungkin saja mereka tak sengaja bertemu karena tak jauh dari taman belakang terdapat toilet lama yang terkadang masih diguna

  • Unfree to Fly   Fly 14

    Kevlar tahu tidak mungkin selamanya dia bisa menghindari Alea. Namun tiap kali berhadapan dengan perempuan itu, kebenciannya tidak bisa terbendung. Harga dirinya sebagai pria yang sudah dinodai oleh Alea, dan pengkhianatannya yang besar, memberikan luka yang dalam di hati Kevlar. Kali ini Alea mendatangi Kevlar di kantornya. Tanpa pemberitahuan seperti biasa. Memang sudah terlalu lama sejak terakhir hubungan mereka berubah menjadi seperti musuh dibanding pasangan. "Ada apa?" sambutan dingin dari Kevlar dibalas Alea dengan senyum angkuhnya. "Aku udah dapat WO yang bakal urusin pernikahan kita. Dan minggu depan kita ada meeting dengan mereka untuk deal vendor." "Kita?" Sahut Kevlar, seolah tak rela Alea menyebut kata itu di depannya. "Yes. Kita, you and me!" Sahut Alea riang, seolah tak terjadi apa-apa. Kevlar tak menggubrisnya, toh dia juga tidak akan datang meski diseret paksa. Alea pun bersikap tak acuh, dengan santainya dia mengeluarkan ponselnya dari tas hermes merahnya

  • Unfree to Fly   Fly 13

    Sejak kunjungan Ghaza bersama ibunya tiga minggu yang lalu di rumahnya, Quitta belum bertemu lagi dengan Ghaza. Biasanya dia akan merasa tenang jika tidak melihat makhluk satu itu, namun tidak setelah apa yang terjadi di rumahnya. Sekarang bahkan Quitta berpikir untuk mendatangi kelas Ghaza dan berbicara empat mata dengannya. Dia ingin menjelaskan pada Ghaza agar dirinya tidak perlu menghiraukan perkataan ibunya, bagaimanapun pernikahan terjadi atas persetujuan kedua belah pihak, dan bukan karena paksaan salah satu pihak. Namun rasa gengsi mengalahkan keinginannya. Terlebih lagi dia tahu pasti jika hal itu hanya akan menyebabkan kegemparan di kalangan siswa lain. Seandainya Anastasia tidak memaksa membicarakan pernikahannya dengan Ghaza pada Ghea, sekarang Quitta pasti tidak akan merasa kesulitan. Pembicaraan saat itu adalah aib baginya, apalagi setelah melihat respon ibu Ghaza yang terlihat tidak senang setelah ibunya menyinggung masalah itu. Bel tanda pergantian pelajaran berbu

  • Unfree to Fly   Fly 12

    Malam ini Kevlar mengajak Naren keluar. Sudah lama sekali sejak terakhir kali mereka jalan bersama. Kesibukan keduanya membuat mereka jarang meluangkan waktu kecuali untuk urusan pekerjaan."Tumben nih, dalam rangka apa lo ngajakin gue hangout? Gue sampe belain batalin kencan gue sama Zarra demi lo." Ucap Naren saat keduanya bertemu di sebuah private lounge hotel berbintang.Naren yang datang lebih dulu sudah siap dengan minuman favorit mereka, sebotol bullshot yang langsung dituangkannya saat Kevlar tiba."Anggap aja perayaan keberhasilan proyek kita kemarin." Ungkap Kevlar."Oh yeah, gue suka ini! Ayo bersulang!" Naren sudah bersiap mengangkat gelasnya dengan tinggi, namun reaksi Kevlar membuat tangannya tertahan di udara."Gue lagi ngga pengen minum yang keras-keras." Sahut Kevlar setelah Naren melihatnya dengan pandangan bertanya. Akhirnya dengan terpaksa Naren minum sendiri."Ck, gue kira ponakan gue bohong waktu dia bilang lo lagi flirting-in sohibnya dia!" gerutu Naren.Ke

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status