Alih-alih Laura berhasil mempekerjakan bodyguard untuk dirinya sendiri, Erlan malah telah lebih dulu menugaskan salah satu bodyguardnya untuk mengawasi Laura. Yang langsung diperkenalkan pada Laura sesaat setelah ia memasuki halaman rumah.
“Dia istri saya, Laura. Kau harus menjaganya dengan nyawamu sendiri. Jika hal buruk terjadi padanya, atau dia terlepas dari pengawasanmu, maka kau akan mendapatkan kehidupanmu layaknya seperti di dalam neraka!” tegas Erlan.
“Apa-apaan ini, Lan?’ tanya Laura setelah berdiri di samping Erlan. Tatapan menyelidiknya terus tertuju pada sosok pria tinggi besar yang baru sekali itu ia temui.
“Dia Rendra, bodyguard yang aku tugaskan untuk menjagamu. Ah maaf, lebih tepatnya untuk mengawasimu!” jawab Erlan dengan sinis.
Detik itu juga Laura menyadari kalau Rendra akan menjadi mata dan telinga untuk Erlan. Pria itu akan memberitahukan Erlan apapun yang ia lihat dan juga dengar. Tentu saja Laura menolak keras ide suaminya itu,
“Itu tidak perlu, Lan. Apa kamu begitu takutnya padaku hingga menempatkan salah seorang mata-matamu untuk mengawasiku?” ejek Laura tanpa mengalihkan perhatiannya dari Rendra. Ia tengah menilai pria itu, yang sepertinya sangat setia pada Erlan.
“Oh ya itu perlu! Apa kamu lupa kalau aku akan berusaha keras mencegah perceraian kita? Inilah salah satu caraku untuk mencegahmu mengambil jalan bodoh hanya untuk mengumpulkan bukti perselingkuhanku yang tidak pernah ada itu!”
Tidak pernah ada apanya?
Sebenarnya Laura ingin menyerang Erlan dengan pertanyaan itu, namun ia mengurungkan niatnya. Ia sedang malas berdebat dengan suaminya di saat ketidaknyamanannya karena kembali menginjakkan kakinya di rumah itu.
“Aku masuk dulu!”
“Kenapa buru-buru sekali, Sayang? Biarkan Rendra mengenal lebih jauh tentang dirimu."
Sekali lagi Laura menatap tajam Rendra, ia mencoba membaca mata pria itu, namun ternyata sulit sekali terbaca.
"Aku tidak memerlukannya! Sebaiknya kau tugaskan saja pria itu untuk menjagamu, mengingat baru-baru ini kamu telah menyinggung salah satu mafia!" cibir Laura sebelum melangkah masuk ke dalam rumah.
Disinggung tentang mafia itu membuat amarah Erlan kembali tersulut. Karena tidak ada yang tahu mengenai hal itu selain dirinya dan asisten pribadinya. Dengan langkah cepat Erlan sudah berhasil menarik tangan Laura hingga kembali menghadapnya,
"Tahu darimana kamu tentang masalah itu?" tanyanya dengan tajam.
Laura menghentak lepas tangannya saat menjawab, "Bukan kamu saja yang memiliki mata-mata handal. Aku juga! Kita hanya tinggal mengadunya di dalam persidangan kita nanti dan lihat, siapa yang akan keluar sebagai pemenangnya!"
"Jawab aku darimana kamu mengetahuinya?" ulang Erlan yang mulai terlihat kehilangan kesabarannya dan itu bagus. Kalau Erlan menyiksanya di depan Rendra, maka Laura akan memiliki satu lagi saksi yang akan memberatkan suaminya itu.
Tapi, bisakah Rendra bersaksi melawan tuannya sendiri?
"Apa kamu akan percaya kalau mafia itu sendiri yang mengatakannya langsung padaku?"
Tawa mengejek Erlan pun pecah, jelas sekali Erlan tidak mempercayainya, "Kalau pria itu menemukanmu, aku bisa menjamin pria itu akan melakukan sesuatu padamu yang dapat memberikan kenikmatan padanya, alih-alih hanya sekedar bertukar kata saja!"
"Sudah kuduga kamu tidak akan mempercayainya. Baiklah, simpan bodyguardmu itu baik-baik untuk dirimu sendiri!"
Laura menghempas rambut panjangnya saat kembali balik badan dan melanjutkan lagi langkahnya yang terhenti tadi. Dan Rendra terus memperhatikannya tanpa berkedip.
Sejak Laura melangkah ke arahnya, wanita itu langsung membuat Rendra berhenti bernapas. Siapa yang akan mengira kalau istri Erlan meski terlihat dingin namun tidak dapat mengurangi kecantikannya. Tipe wanita yang akan mampu membuat pria penasaran ingin membuka lembar demi lembar rahasia yang wanita itu miliki, hingga pada akhirnya dapat mencuri hatinya.
"Wanita itu seperti mawar, cantik tapi berduri. Kau harus hati-hati dengannya!" suara geraman Erlan membuat akal sehat Rendra kembali lagi. Bagaimana bisa ia mengagumi istri dari Erlan yang notabenenya adalah bossnya?
"Jadi, apa tugas saya yang sebenarnya, Pak Erlan. Menjaganya dengan nyawa saya? Atau memata-matai setiap gerak-geriknya?" tanya Rendra. Memalukan sekali kalau sampai Erlan tahu ia tengah mengagumi istrinya.
Erlan menatap lekat-lekat Rendra, salah satu bodyguard yang digadang-gadang sangat berpengalaman. Yang selalu menjalankan tugasnya dengan sangat baik, bahkan mendekati sempurna.
"Keduanya! Lakukan keduanya dengan baik! Kau pasti sudah tahu sebelumnya, kalau saya tidak akan mentolerir kesalahan dan kegagalan!"
"Siap, saya paham!"
"Karena kau harus selalu berada di dekat Laura, maka saya sudah persiapkan satu kamar untukmu di rumah ini. Bukan berarti kau bisa bersantai di kamar itu, kau tetap harus siap siaga kapanpun saya membutuhkanmu!"
Rendra hanya mengangguk pelan sebagai responnya, tatapannya secara refleks mengarah ke jendela frameless sebuah kamar, dimana memperlihatkan Laura yang tengah menatap tajam Rendra. Jelas sekali wanita itu tidak menyukai keberadaannya.
Menyadari Rendra pun sedang menatapnya, Laura bergerak menjauh dari jangkaun pandangan Rendra, hingga wanita itu tidak terlihat lagi.
"Saya berniat memasang CCTV di area outdoor. Kau bisa mencari lokasi yang tepat untuk itu, saya ingin semua sudut rumah, baik bagian depan, samping dan juga belakang terjangkau kamera!" perintah Erlan.
"Bisa saya bertemu dengan kepala keamanan di rumah ini?" tanya Rendra.
"Bara!" entah nama siapa yang diteriakkan Erlan, hingga sejurus kemudian seorang pria berpakaian safari mendatangi mereka,
"Siap, Pak!"
"Dia Rendra, bodyguard yang saya tugaskan untuk menjaga Laura. Tolong bawa dia mengelilingi rumah ini, dan apapun yang dia perlukan, persiapkan!"
Setelah menyerukan perintah itu, Erlan melangkah masuk ke dalam rumah, dan Rendra mulai mempelajari seluk beluk rumah besar itu yang ternyata disetiap sudutnya terdapat penjaga. Rumah ini sudah memiliki tingkat keamanan yang tinggi, lalu kenapa Erlan masih membutuhkan Rendra?
"Aku hanya bertemu dengan Vanya dan Naira, kenapa pria itu harus ikut?" tanya Laura sambil meletakkan sendok yang tengah ia pegang dengan kasar di atas piring makannya. "Apa aku harus mengulang semua yang sudah aku jelaskan padamu kemarin, Laura?" Dengan santainya Erlan malah balik bertanya sambil memasukkan makanannya ke dalam mulutnya. "Tidak ada yang perlu kamu takutkan, Lan! Memangnya apa yang bisa dilakukan Vanya dan Naira selain hanya mendengarkan keluh kesahku saja?" "Mereka bisa bersaksi dipengadilan nanti untuk melawanku." "Kalaupun aku berhasil mengajukan perceraian kita ke pengadilan, aku tidak akan melibatkan Vanya dan Naira!" tegas Laura. Erlan meraih serbet makannya untuk membersihkan mulutnya. Sementara matanya tetap terarah pada Laura yang pagi itu terlihat sangat cantik seperti biasanya. Banyak rekan bisnis Erlan yang iri padanya karena keberuntungannya mendapatkan istri secantik dan seseksi Laura. Mereka tidak tahu kalau dibalik wajah cantik itu terdapat jiwa y
Laura harus mengulang jawaban yang sama saat Naira telah bersama mereka. Bahkan Naira pun memberikan tatapan memuja yang sama dengan yang Vanya berikan pada pria itu sebelumnya."Ingat suami kalian di rumah!" desah Laura."Ra, pesanin kopi kek, kasian mejanya kosong," gumam Naira."Nai, jangan sampai aku telepon suamimu nih!" Setelah mendengar ancaman Laura barulah Naira menatap sahabatnya itu dengan wajah yang memberengut kesal, sementara Vanya hanya terkekeh pelan melihatnya."Jangan marah, kamu beruntung karena Setya bukan suami bajingan macam Erlan, Nai. Pun demikian dengan suami kamu, Van. Tezar jelas sekali tergila-gila padamu. Aku sangsi Tezar akan mampu menduakanmu, sama halnya dengan Setya. Suami kalian terlalu setia untuk itu.”“Well, itulah yang sangat aku syukuri hingga saat ini, Tezar anugerah terindah yang diberikan Tuhan untuk aku.” Wajah Naira kembali ceria lagi.“Ya, kalian berdua harus banyak-banyak bersyukur untuk itu. Susah mendapatkan suami yang bisa setia hanya
Zevanya mencondongkan dirinya untuk berbisik di telinga Laura,"Sebaiknya kamu pasang jebakan untuk Erlan. Bayar wanita untuk menggodanya, lalu tangkap basah mereka saat sedang melakukan itu! Melihatnya secara langsung apalagi sampai ada bukti rekamannya, bukankah itu sudah cukup kuat untuk dijadikan bukti? Bahkan pengacara handalnya sekalipun tidak akan bisa menyanggahnya lagi." “Memasang perangkap untuk pria psikopat itu? Bagaimana mungkin aku bisa melakukannya, Van? Jangan lupakan satu hal, sekarang ini akan selalu ada Rendra yang mengawasiku, yang menjadi mata dan telinga Erlan!”Vanya kembali menyandarkan punggungnya di sofa, dengan cepat jemarinya mengetik sesuatu di ponselnya, disusul dengan bunyi pesan singkat di ponsel Laura.Sambil terus menatap Zevanya, Laura mengeluarkan ponselnya dari dalam tas tangannya, ia membaca pesan yang dikirim Zevanya ke group chat mereka itu dengan singkat, Z : “Kalau kamu mau aku punya teman yang mahir bermain drama sejak kami duduk di sekolah
Laura pikir mereka akan menggunakan mobil yang sama dengan yang mengantar mereka ke kafe, tapi ternyata Laura salah. Alih-alih mobil, Rendra malah menggunakan motor untuk sampai ke kantor. Entah darimana pria itu mendapatkannya. "Naik ini?" tanya Laura dengan nada tidak percaya. "Pakai helm dulu, Bu Laura!" Laura menepis helm yang diserahkan Rendra padanya. Seandainya pria itu tidak memegang helmnya dengan kuat, benda bulat itu pasti sudah akan menggelinding di jalan. “Saya tidak biasa naik motor!” tolak Laura dengan nada dongkol. Naik motor di siang hari bolong? Kulitnya akan menjadi kusam dan rambut indahnya akan berantakkan. Sementara selama ini Laura selalu tampil rapi dan stylish, Tanpa adanya cela sedikitpun, baik dari segi pakaian, aksesoris, hingga ke rambut panjangnya. “Hanya ini kendaraan tercepat menuju ke kantor, Bu Laura. Ayo naik sekarang!” seru Rendra, Laura langsung menoleh ke arah lain saat matanya menangkap otot keras paha Rendra yang tercetak jelas di balik
Saat memasuki ruangan Erlan, mata Laura hanya tertuju pada satu titik, Erlan yang tengah duduk di kursi kebesarannya, pria itu tersenyum lebar saat melihat Laura yang langsung menghambur ke arahnya tanpa memperhatikan sekitarnya lagi. “Kenapa kamu membekukan asetku? Itu milikku bukan milikmu!” raung Laura, ia tersentak kaget saat suara berikutnya bukan berasal dari Erlan, melainkan papanya, “Laura, jaga sikapmu!” bentak papanya. Seketika itu juga Laura baru menyadari kalau tidak hanya ada orangtuanya saja yang sedang duduk di sofa ruang kerja Erlan itu, tapi juga orangtua Erlan. “Papa … Mama …” “Memalukan! Kami tidak pernah mengajarkanmu bersikap tidak sopan seperti itu pada suamimu!” Potong papanya dengan amarah yang terlihat jelas di matanya. Ada apa ini sebenarnya? “Laura, kemarilah … ” mamanya menepuk kursi kosong
Bab 10 - Dasar Psiko!Laura berderap keluar menuju mobilnya, dimana Rendra sudah menunggu dan membukakan pintu untuknya. Ia baru akan masuk ketika Erlan menahan tangannya,“Mau ke mana kamu?”“Lepaskan!” Laura menghentak lepas tangan Erlan. Namun hanya untuk mendapatkan Erlan mencengkram kedua bahunya dengan kasar,“Kamu pikir bisa meninggalkanku begitu saja, hah? Kamu tidak boleh pergi tanpa izin dariku!” geramnya.Tatapan penuh kebencian Laura terus mengarah pada Erlan, ia tidak dapat menyembunyikannya lagi, dan memang tidak ingin meyembunyikan kebenciannya pada suaminya itu,“Kamu sudah mendapatkan semuanya, termasuk juga dukungan dari orangtuaku! Apa lagi yang kamu mau dariku? Nyawaku?”“Nyawamu? Ya nyawa balas nyawa! Tapi tenang saja aku belum akan mengambil nyawamu Sekarang, aku masih ingin terus bermain-main denganmu!” “Cih, seolah aku saja yang membunuh calon anakmu itu!”Sebelah tangan Erlan kini beralih ke Leher Laura untuk menekannya, “Apakah aku harus menjabarkan lagi ke
Bab 11 - Menyusun RencanaLaura baru saja menikmati hangatnya matahari sore sambil menyeruput teh hangatnya ketika matanya menangkap sosok Rendra yang sedang melangkah ke arahnya.Laura pun segera memalingkan wajahnya, ia sedang tidak ingin berbicara dengan siapun, terutama dengan anak buah Erlan yang jelas-jelas ditugaskan untuk menjadi mata dan juga telinganya.Angin sepoi-sepoi meniup rambut panjang Laura, hingga ia memutuskan untuk mengikatnya saja menjadi kuncir kuda, meski sedikit risih karena tatapan Rendra terus saja tertuju padanya."Apa kamu tidak punya kegiatan lain selain dari mengikuti aku even aku sedang di rumah sekalipun?" tanya Laura dengan dongkol."Itu sudah menjadi tugas saya," jawab Rendra dengan santai."Entah sudah berapa banyak uang yang Erlan keluarkan untuk membayarmu sampai kamu begitu setia seperti seekor anjing!" cibir Laura.Ia tidak menyesali dirinya yang sudah berkata kasar pada orang lain, karena orang itu adalah kaki tangan Erlan, pria yang sangat Lau
"Aku tidak mau memperlihatkan lekuk tubuhku pada bodyguard sialan aku itu! Tidak bisakah aku menikmati waktuku sendiri tanpa keberadaanya?" elak Laura sambil menatap galak Rendra."Rendra, kau menjauhlah saat Laura ingin berenang! Dan pastikan, tidak ada satupun orang yang memasuki area ini!" perintah Erlan pada Rendra.Setelah mengangguk mengerti, Erlan pun meninggalkan mereka.Namun ternyata hal itu menjadi boomerang untuk Laura. Karena Erlan memiliki rencana lain untuknya di kolam renang itu."Tanggalkan pakaianmu sekarang!"Apakah Erlan akan mengajaknya bercinta di sana? Di kolam renang? Tidak mungkin kan?Jangankan di tempat dimana orang lain dapat melihat mereka, di kamar yang lebih private pun Laura tidak akan mau melayani hasrat Erlan lagi.“Jangan gila kamu!” sungut Laura sebelum berenang menuju handrailing pool. Lebih baik ia menyudahi renangnya, dan bergegas menjauh dari suaminya itu.Tapi baru saja kaki Laura menginjak tangga ketiga, Erlan sudah menariknya naik dengan kasa