Ziya keluar dari kelas tersebut. Ia menuju ke ruang panitia sambil menggerutu. Memangnya dia salah? Ia melewati jendela yang memantulkan dirinya. Apa karena ia tidak goodlooking? Temannya yang cantik tadi ditanya dengan nada yang lembut, bahkan mendapat tanda tangan dengan mudah. Sebenarnya Ziya bukan gadis yang gemuk atau terlalu kurus, ia pas-pasan malah. Tetapi karena di wajahnya terdapat beberapa jerawat, sehingga hal itu cukup mengurangi rasa percaya dirinya. Ia takut. Bagaimana jika di ruang panitia nanti ia juga tidak mendapatkan satu pun tanda tangan? Bagaimana jika nanti ia diperlakukan sama seperti tadi? Pikiran-pikiran tersebut sangat mengganggunya, sampai akhirnya ia menabrak seseorang dengan tidak sengaja.
“Astaghfirullahaladzim, maaf mas, saya tidak sengaja,” kata Ziya sambil membantu memunguti kertas yang berserakan akibat dirinya. Menurut pengamatan Ziya, kertas-kertas tersebut adalah ijazah yang sudah dilegalisir.
“Iya nggak apa-apa mbak, buru-buru ya? Biar saya sendiri saja yang beresin.” Ziya terlalu sungkan untuk melanjutkan membantu karena orang yang ditabraknya itu selalu menunduk. Ia lalu meminta maaf dan berpamitan. Tak jauh di depannya ada seorang panitia perempuan yang kesulitan membawa perlengkapan. Ziya segera membantunya.
“Saya bantu kak, ini dibawa kemana?” perempuan itu tersenyum dan mengangsurkan satu kardus kepada Ziya.
“Ke ruang panitia ya dek, kamu kenapa kok di luar?” Ziya menerima kardus berukuran sedang.
“Saya dihukum untuk meminta sepuluh tanda tangan kakak panitia karena tadi terlambat.” Perempuan itu tersenyum maklum mendengar ucapan Ziya. Sudah sangat paham dengan tradisi seperti ini, karena ia dulu pernah menjadi salah satu korban keisengan panitia orientasi.
Sesampainya di ruang panitia, perempuan tadi segera menginterupsi kegiatan teman-temannya yang kala itu di ruangan ada kurang lebih 12 orang untuk dengan suka rela memberikan tanda tangan mereka pada Ziya sebagai ucapan terimakasih. Ziya tersenyum lebar mendengarnya. Ternyata masih ada kakak panitia yang sangat murah hati. Setelah mendapatkan tanda tangan, Ziya segera berlari kembali ke kelasnya.
Kegiatan orientasi dilalui Ziya dengan kelelahan yang menumpuk. Ia ingin semuanya segera usai. Tetapi harapan tinggallah harapan, karena ternyata ada lanjutan dari orientasi ini yaitu berkemah. Persiapan berkemah pun hanya diberi waktu satu hari. Memang sekolah baru Ziya ini memiliki banyak kejutan. Tetapi satu hal yang menyenangkan bagi Ziya, Regar mengajaknya berkenalan setelah kejadian ia dipermalukan oleh kakak panitia di ruang kelas Regar.
***
Hari demi hari dilalui Ziya sebagai siswa baru di sekolahnya. Kini ia sudah resmi karena telah mengenakan seragam sekolah tersebut. Seperti saat ini Ziya sedang merapikan jilbab panjangnya sambil menunggu ojek online di depan rumah. Ayahnya pergi ke luar kota sejak tiga hari yang lalu. Karena ia belum bisa mengendarai motor, ojek online adalah penyelamatnya. Ziya merasa beruntung hidup di jaman serba modern seperti sekarang ini. Ia sering mendengarkan ibunya bercerita, bagaimana ibunya berangkat sekolah pada saat itu. Membayangkannya saja membuat Ziya bergidik ngeri. Karena mau berangkat sekolah seolah-olah mau menyeberangi lautan mendaki pegunungan, tidak seberlebihan itu juga sih. Intinya perjalanannya sangat berat. Itu saja.
“Mbak Afiza Ziyana ya?” tanya seseorang berseragam ojek yang mengenakan helm dan masker sambil memastikan nama di ponselnya. Ziya mengangguk sambil tersenyum lalu menerima helm dari tukang ojek tersebut. Sepanjang perjalanan sama sekali tidak ada percakapan. Ziya terlalu enggan membuka percakapan karena ia adalah orang yang akan berbicara ketika ditanya apabila dengan orang yang tidak terlalu dikenalnya. Sampai tiba di sekolah, Ziya hanya menyodorkan helm dan ongkos sambil berterimakasih.
“Woy Zee pinjem catetan Matematika dong,” teriak seseorang yang kini telah menyejajari langkahnya.
“Kebiasaan, tapi ganti pinjemin catetan Fisika ya, aku kemarin ketinggalan soalnya Pak Doni cepet banget nyatetnya,” kata Ziya sambil menyodorkan buku catatan Matematikanya pada seseorang yang sekarang telah menjadi teman dekatnya. Regar. Ya, seseorang yang kini mulai dicintainya dalam diam. Sebenarnya Ziya dan Regar kini tidak berada di kelas yang sama, mereka hanya sama-sama masuk jurusan IPA. Kelas Ziya tepat berada di samping kelas Regar.
“Makanya kalau nulis itu yang cepet,” celetuk Regar sambil memasukkan buku Ziya ke dalam tas dan mengambil buku catatan Fisikanya lalu disodorkan pada Ziya.
“Lah kamu sendiri ngapain minjem catetan Matematikaku?” Ziya merasa tidak terima karena Regar juga meminjam buku catatannya.
“Oh kemarin aku nganterin temenku ke UKS.” Ziya mencibir, dasar sok peduli. Regar yang melihat kelakuan Ziya tertawa lalu mendorong lengan Ziya. Ia kaget hampir terjatuh dan segera melepas sepatunya untuk dilemparkan pada Regar yang sudah berlari sambil tertawa-tawa memasuki kelasnya. Akhirnya Ziya hanya bisa menggelengkan kepala melihat kelakuan anak TK berseragam SMA itu dan memasuki kelasnya juga.
Lingkaran pertemanan Ziya merupakan lingkaran pertemanan yang cukup membosankan bagi sebagian orang. Ziya berteman dengan siswa-siswa yang cukup pendiam, bukan karena ia tak bisa berteman dengan siapapun, hanya saja ia pernah mendengar segerombolan temannya yang termasuk anak hits sedang menggunjingkan dirinya. Perkaranya tak lain dan tak bukan yaitu soal kedekatannya dengan Regar yang belum lama di sekolah baru, tetapi sudah cukup terkenal. Mereka bergunjing, mengapa orang sebiasa Ziya bisa berteman dengan Regar yang hits.
Akhirnya Ziya memilih untuk berteman dengan orang-orang yang tidak mempertanyakan hal itu. Sebenarnya Ziya adalah orang yang ceria dan bisa berteman dengan siapa saja, tetapi malas juga kalau sudah dibicarakan di belakangnya. Karena Ziya sadar, suatu saat, ia akan menemukan seorang teman yang betul-betul menganggapnya sebagai teman. Teman yang akan selalu mengingatkannya apabila ia berbuat salah, dan teman yang akan selalu mendukungnya apabila yang dilakukannya benar.
-Karena yang serupa akan dipertemukan dengan yang serupa pula-
-Seseorang akan menjadi istimewa di mata orang yang mengaguminya-Kehidupan sekolah memanglah hal yang sangat menyenangkan bagi sebagian orang. Bukan, bukan mata pelajaran dan segala tugas-tugasnya yang menyenangkan. Melainkan suasananya.Terkadang banyak anak yang lebih memilih sekolah, akan tetapi jam kosong, daripada libur. Setidaknya ketika jam kosong di sekolah masih bisa menghabiskan waktu bersama teman-teman. Beda kalau libur, belum tentu boleh main ke luar.Mungkin dahulu, Ziya tidak terlalu memikirkan hal tersebut. Mau itu sekolah ataupun libur, sama saja baginya. Karena dulu ia tidak memiliki teman dekat untuk sekedar diajak pergi menghabiskan waktu.Tetapi kini, kehadiran Nanda dan Regar membuatnya lebih semangat menjalani hari-hari di sekolah. Terlebih lagi kini mereka sekelas.“Jadi anak-anak, karena kelas kita ini adalah kelas paling unggul, jadi
-Jika mengenalmu adalah sebuah kesalahan, sejujurnya aku tidak akan pernah menyesal-Setiap kenyataan tidak akan selalu mulus seperti yang diharapkan. Terkadang begitu indah kita berharap, tetapi seketika hancur karena kenyataan yang tak sejalan.Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur semester selama dua minggu. Ziya sampai di sekolah tidak bisa tergolong pagi. Ia melihat beberapa temannya yang anggota OSIS sedang sibuk menjadi panitia orientasi.Ziya mengamati adik-adik kelas barunya. Setahun yang lalu ia juga merasakan hal seperti itu. Ya, sudah setahun. Ziya tersenyum lalu berjalan menuju papan pengumuman yang berada di depan ruang guru.Setiap kenaikan kelas, kelas akan diacak kembali menurut nilai yang didapat oleh masing-masing murid. Jika anak IPA maka yang nilainya bagus-bagus akan berkumpul di kelas IPA 1 dan seterusnya. Begitupun untuk IPS.
-Jika mengenalmu adalah sebuah kesalahan, sejujurnya aku tidak akan pernah menyesal-Setiap kenyataan tidak akan selalu mulus seperti yang diharapkan. Terkadang begitu indah kita berharap, tetapi seketika hancur karena kenyataan yang tak sejalan.Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur semester selama dua minggu. Ziya sampai di sekolah tidak bisa tergolong pagi. Ia melihat beberapa temannya yang anggota OSIS sedang sibuk menjadi panitia orientasi.Ziya mengamati adik-adik kelas barunya. Setahun yang lalu ia juga merasakan hal seperti itu. Ya, sudah setahun. Ziya tersenyum lalu berjalan menuju papan pengumuman yang berada di depan ruang guru.Setiap kenaikan kelas, kelas akan diacak kembali menurut nilai yang didapat oleh masing-masing murid. Jika anak IPA maka yang nilainya bagus-bagus akan berkumpul di kelas IPA 1 dan seterusnya. Begitupun untuk IPS.
-Aku tak pernah mengharap hal yang besar sebelumnya, tapi bolehkah jika aku berharap kelak akan selalu melihat senyum indahmu selamanya?-Liburan semester memang hal yang sangat ditunggu-tunggu oleh setiap pelajar. Waktu yang cukup baik digunakan untuk melepas penat, bercengkerama bersama keluarga, atau untuk sekedar menyenangkan diri sendiri.Tetapi tidak dengan Ziya yang cukup merasa bosan karena justru ditinggal ayahnya ke luar kota. Ibunya ikut sibuk mengurusi acara pernikahan anak tetangga. Sementara dirinya hanya di rumah sendiri karena sudah pasti adiknya akan menghabiskan waktu bermain dengan teman-temannya.Nanda dan keluarganya sibuk mengurus kepindahan Farhan yang akan berkuliah di Jogja. Tidak mungkin sekali ia akan mengajak Regar untuk pergi main. Ya kali hanya berdua, pasti ia akan mendengar banyak gunjingan.Karena sudah cukup lama Ziya hanya tinggal di rumah saja, ia memutusk
-Ketika rasa sedikit demi sedikit mulai disadari, disitulah ujian dimulai-Ziya dan Nanda makan siang di sebuah warung makan Malioboro. Setelah dari museum, mereka pergi ke Malioboro dan diberi waktu sekitar tiga jam untuk bermain-main. Nanda yang seorang pecinta kuliner mengajak Ziya untuk berburu makanan di sepanjang Malioboro.Ziya mengikuti saja, ia juga ingin membeli banyak hal yang bisa dibawa untuk oleh-oleh. Ia ingin membeli lumpia dan bakpia nanti ketika mau pulang. Saat ini mereka menikmati sepiring gudheg lengkap dengan tempe goreng serta es teh.Dari dulu memang Ziya ingin sekali pergi ke Jogja, terutama naik kereta api. Ia sering melihat postingan-postingan di media sosial mengenai keindahan dan keragaman kuliner Jogja. Baru saat ini ia bisa menikmatinya bersama sahabatnya.“Zee, tadi aku lihat banyak banget foto kamu di kameranya Regar.” Ziya hampir tersedak mendeng
-Aku sudah sering merasakannya, jadi tidak salah lagi, ini adalah cinta-Tujuan pertama study tour adalah salah satu pantai terkenal di Jogja. Ziya sangatlah menyukai pantai, tetapi hari ini ia berpikir ulang untuk menyukainya. Di tangannya terdapat beberapa lembar kertas yang terdiri dari tugas kimia, fisika, biologi, untuk melakukan pengamatan pantai. Tugas anak IPS berbeda dengan anak IPA, anak IPS disuruh untuk mengamati kegiatan ekonomi di sekitar pantai beserta mitos dan sejarah pantai tersebut.Banyak murid-murid yang mengeluh. Pantainya terlalu indah untuk diabaikan demi mengerjakan tugas. Ziya menghela napasnya malas. Nanda menghampirinya mengajak mengerjakan tugas tersebut bersama-sama. Tugas tersebut memang bukanlah tugas kelompok, jadi bisa dikerjakan dengan siapa saja.Ketika sedang asyik mengamati kepiting yang sedang menggali membuat lubang di pasir, ada topi pantai yang mendarat