Home / Rumah Tangga / Upik Abu Mertua / Bab 5. Rahasia Hafizah

Share

Bab 5. Rahasia Hafizah

Author: Rifat Nabilah
last update Huling Na-update: 2024-11-26 21:04:59

"Aku tidak tau bisa atau tidak untuk membantumu, setidaknya handuk ini bisa menutupi pakaianmu yang basah," ucap seseorang yang tiba-tiba datang menyodorkan handuk.

Hafizah menoleh, "Hafidz, sejak kapan kamu di situ?" tanyanya.

"Eum, dari tadi, sama Putri juga menyaksikan kamu diguyur air, ini sudah malam, sebaiknya dilanjutkan besok, aku rasa Ibu Lestari juga tidak akan keluar kamar lagi."

Hafidz mengetahui kebiasaan ibu mertuanya yang mengunci diri di dalam kamar dengan alkoholnya.

"Terima kasih," balas Hafizah mengambil handuk tersebut.

Tiba-tiba matanya tertuju pada Putri yang menarik-narik pelan handuk yang dikenakan Hafizah.

"Tante cantik, ini aku bawakan minuman hangat," ucapnya.

Hafizah tersenyum, rasa sedihnya menghilang seketika menatap senyuman Putri, seperti ada magnet yang begitu luar biasa membuatnya bisa semangat lagi.

"Terima kasih anak baik."

Diambilnya minuman hangat yang dibawakan Putri padanya, setidaknya sudah menjadi obat penawar rasa sakit sudah diperlakukan tidak baik oleh mertua sendiri.

"Sama-sama," balasnya.

Putri menggandeng tangan Hafidz kembali, mereka berjalan menuju kamar meninggalkan Hafizah di sana yang masih minum.

"Wajah anak itu mengingat aku dengan seseorang, tapi siapa? Mengapa rasanya aku memiliki ikatan batin yang begitu kuat padanya? Entahlah, dia anak yang baik dan cantik, andaikan anakku ada di sini, pasti sama-sama cantik dengannya."

Hafizah segera pergi ke kamarnya, meninggalkan pekerjaannya begitu saja, dia tidak peduli walaupun besok Lestari akan memakinya lagi, yang penting sekarang dirinya bisa mandi dan beristirahat.

Setelah Hafizah berendam air hangat seperti dulu ketika masih ada suaminya, dia menggunakan piyama cantiknya yang ada di lemari, dan membuka sebuah koper kecil yang isinya sesuatu yang sangat berharga.

"Sertifikat rumah ini masih tercantum namaku, tapi aku selalu menutupinya dari mertuaku kalau semua harta Mas Hamid adalah milikku, karena Mas Hamid selalu memberikan uang gajinya pada selingkuhan dan Ibu maupun Dera, tidak sedikitpun membeli sesuatu, bahkan mobil yang digunakan Ibu adalah milikku, tapi mengapa perlakuan Ibu sangatlah jahat kepadaku? Begitu juga Mas Hamid yang tega berselingkuh mengkhianati pernikahan kami," ucapnya lirih menangis kembali memeluk sertifikat rumahnya.

Hamid suaminya membuat sertifikat palsu untuk ditunjukkan dan diberikan pada ibunya untuk menunjukkan jika dirinya sudah mapan dan mampu menghidupkan ibu dan adiknya, begitu juga mampu memiliki istri lebih dari satu, tetapi pada kenyataannya berbeda, semuanya bukan milik Hamid, melainkan milik Hafizah yang mendapatkan warisan dari kedua orang tuanya yang sudah meninggal dunia sejak dirinya masih gadis.

Disimpannya lagi sertifikat rumahnya di dalam koper, di pandangannya foto pernikahan yang penuh dengan noda hitam karena perselingkuhan tersebut.

"Mas, andaikan kamu ada di sini, mungkin Ibu tidak akan berbuat semacam itu padaku, tapi aku tau semua perlakuan Ibu juga karena kamu selalu menjelekkan aku kepadanya, aku masih belum memaafkan kamu, Mas."

Malam panjang menjadi saksi kesedihannya yang mengingat berapa sakitnya dikhianati suami sendiri, dengan perlahan Hafizah menaiki tempat tidurnya dan menarik selimut untuk menutupi seluruh tubuhnya.

"Selamat tidur, dunia Ibu mertuaku."

Baginya sekarang memang dunia yang dia jalankan adalah milik Ibu mertuanya, sama dengan dunianya dulu yang terpenjara lima tahun begitu menyiksa batinnya. Mata Hafizah tertutup perlahan-lahan, tidak ada yang dia pikirkan lagi.

Pukul tujuh pagi seseorang tengah membuka kasar pintu kamar, dia membawa sebuah ember ditangannya yang berisi air.

'Byuuurr!'

Tangan Hafizah menyeka air yang ada di wajahnya, setengah badannya basah kuyup seperti semalam, dan ternyata memang ibu mertuanya sudah ada di samping tempat tidur.

"Nyonya, ada apa?" tanyanya terperanjat.

"Menurutmu? Ini sudah jam berapa kamu masih tidur dengan nyaman di rumahku! Seenaknya juga tadi malam masih meninggalkan pekerjaan. Memang di sini tempat penampungan gratis! Cepat kerjakan pekerjaan rumah dan masak sarapan untuk aku."

Hafizah menarik nafasnya perlahan, dia tetap harus sabar menghadapi tingkah laku mertuanya di pagi hari yang sudah marah-marah.

"Baik, Nyonya, aku akan kerjakan semuanya."

Segera Hafizah beranjak dari tempat tidur menuju dapur untuk mengambil alat-alat kebersihan dan memasak terlebih dahulu untuk ibu mertuanya. Namun, apa yang dia lihat di dapur?

"Hafidz, sedang apa kamu?" tanyanya.

Hafidz baru meletakkan makanan di piring dan mangkuk, "Aku memesan makanan, kamu tinggal bilang semua ini hasil masakanmu pada Ibu." tangannya merapihkan bungkus makanan dan dibuangnya ke tempat sampah.

"Eh, tapi bukannya itu bohong? Aku tidak mau, kalau nanti ketahuan, gimana?"

"Sudah jangan banyak berpikir seperti itu. Ibu Lestari tidak akan tau kalau kamu tidak masak, lagipula selama aku menikah dengan Dera, dia tidak pernah menginjakkan kaki ke dapur ini. Ikuti caraku daripada nanti majikanmu marah lagi," ujarnya meninggalkan Hafizah.

Hafizah melihat semua makanan yang dibeli Hafidz begitu menggiurkan, terutama ayam gorengnya. Hafizah ingin sekali melahap ayam tersebut.

"Ayamnya aku simpan satu untukku, aku juga harus sarapan, tapi ini disembunyikan dulu, nanti ketika Ibu sedang makan, aku makan di tempat persembunyianku," ucapnya segera mengambil satu ayam goreng dengan roti yang ada di depan matanya.

Ada ikan goreng juga, tetapi kalau Hafizah mengambilnya akan lama untuk dimakan, dia harus menghadapi Lestari setelah makan, entah apa yang akan dilakukan Lestari setelah ini, yang pasti Lestari tidak mau menantunya nyaman di rumah.

Saat semua sudah dihidangkan oleh Hafizah, ternyata Lestari mencium aroma sedap dari makanan yang disajikan pembantunya itu, dia berselera makan pagi ini, karena setiap pagi masakan pembantu sebelumnya tidak tercium aroma sedap yang menjadi seleranya.

"Silakan, Nyonya."

Hafizah berdiri memandangi makanan yang dibeli Hafidz, semuanya serba mewah dari restoran bintang lima, belum lagi ada potongan buah-buahan segar dengan fla terbaik.

"Sedang apa kamu berdiri situ?" tanyanya ketus.

"Maaf, Nyonya. Kalau begitu aku permisi."

"Ya, pergi yang jauh dari hadapanku!"

Hafizah pergi segera bersembunyi untuk sarapan, terlihat oleh Hafidz kalau Hafizah sedang makan di bawah meja dapur.

"Dia terlalu bodoh!"

Hafidz menggelengkan kepalanya, dia juga tidak sarapan satu meja dengan ibu mertuanya, sudah jelas kalau ibu mertuanya tidak akan menyukainya sampai kapanpun.

Tiba-tiba terdengar suara pecahan dari arah rumah makan.

'Crangggg!'

"Suara apa itu?"

Hafizah menghentikan makanannya yang tinggal sedikit, sedangkan Hafidz bersembunyi agar tidak terlihat oleh Hafizah.

"Anak bodoh! Kamu kalau mau makan tuh ya, minta sama Ayahmu! Enak saja mengambil makanan di meja makan ini. Bilang sama Ayahmu kalau mau makan di rumahku harus bayar!"

Tangan Lestari mencengkram kuat lengan Putri yang ketakutan sudah menjatuhkan piring yang ada ayam gorengnya.

"Ampunn! Sakit!"

Putri menjerit kuat karena ditekan tangannya oleh Lestari. Hafizah datang melepaskan cengkraman ibu mertuanya.

"Cukup, Nyonya!" ditariknya Putri menjauh.

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App

Pinakabagong kabanata

  • Upik Abu Mertua   110. Salah Bersikap

    "Tante cantik, apa itu benar-benar Tante?" tanya Putri dengan rasa tidak percaya saat melihat Hafizah di dekatnya."Benar, sayang. Ini Tante. Bagaimana kabarmu? Apakah ada yang sakit?" jawab Hafizah.Hafizah berusaha mendekati kamar Putri, tetapi dokter menghalanginya karena Hafizah belum mendapatkan izin dari Hafidz, pemilik rumah tersebut."Biar aku keluar untuk menemui Tante cantik, Dokter," pinta Putri.Dokter akhirnya mengizinkan Putri keluar dari kamar, dan Putri merasa sangat bahagia bisa bertemu Hafizah. Di belakang Hafizah, Hafidz mengamati mereka berdua berpelukan, dan Hafizah bahkan meneteskan air mata saat momen itu berlangsung."Putri, akhirnya kamu bisa bertemu dengan Tante cantik, ya?" tanya Hafidz sambil melepaskan pelukan mereka.Putri menatap Hafidz, sementara Hafizah tampak terkejut dengan reaksi Hafidz yang terlihat canggung dengan kehadirannya."Hafidz, aku hanya ingin mengungkapkan rasa rinduku pada

  • Upik Abu Mertua   Bab 109. Penyambutan Putri

    Setibanya di depan rumah Hafidz, Hafizah yang sudah melihat kurir membawa paket pesanannya segera mengambilnya dari tangan kurir. "Apa itu, Hafizah?" tanya Hafidz."Ini balon dan beberapa barang lainnya untuk menyambut kedatangan Putri. Aku tidak ingin Putri datang tanpa senyuman," jawab Hafizah.Hafidz pun membantu Hafizah membawa barang-barang yang masih terbungkus, tidak ingin membiarkan Hafizah bekerja sendirian untuk menyenangkan anaknya."Aku akan membantumu, Hafizah.""Terima kasih, Hafidz," balas Hafizah.Mereka masuk ke dalam rumah, dan Hafidz tidak banyak bertanya lagi. Dia hanya mengikuti langkah Hafizah, sementara para pelayan di rumah itu juga membantu menyelesaikan pekerjaan dengan cepat."Cobalah letakkan balonnya di atas sana agar Putri bisa melihatnya terbang," ujar Hafizah.Hafidz segera naik ke atas kursi untuk memasang balon, mengikuti semua arahan Hafizah. Sementara itu, para pelayan tidak

  • Upik Abu Mertua   Bab 108. Obat Kesedihan Hafizah

    "Hafizah! Kamu telah durhaka kepada mertua! Kamu wanita yang tidak tahu diri, merebut anakku dariku. Dia yang selama ini selalu memberiku uang, tetapi kini sibuk mengurus mu dan perilakumu yang sama sekali tidak bisa diterima. Aku benci kamu, Hafizah! Sangat membenci orang sepertimu!"Sungguh mengejutkan, Lestari memainkan drama ini di hadapan polisi yang sedang menyusun laporan berdasarkan bukti yang ada."Lestari, berhentilah berbicara. Menyalahkan Hafizah tidak ada gunanya, karena tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa Hafizah telah merebut seluruh harta anakmu. Harta yang dimiliki anak laki-lakimu sebenarnya adalah milik orang tua Hafizah. Kamu telah dibohongi oleh Hamid, dan Hafizah sudah menjelaskan hal ini sebelumnya. Namun, kamu tampak sangat terobsesi dengan uang, hingga membuatmu kehilangan akal. Seharusnya, kamu tidak berada di sini; tempatmu seharusnya di rumah sakit jiwa!"Hafidz membela Hafizah yang sudah terisak menangis setelah terus-meneru

  • Upik Abu Mertua   Bab 107. Kebencian Lestari Yang Masih Membesar

    Hafizah merasa gelisah, sementara Hafidz memperhatikan dua bodyguard yang tetap siaga untuk melindunginya. "Hafizah dalam bahaya. Kalian berdua harus tetap berjaga dan pastikan wanita tua itu tidak bisa masuk ke sini. Lakukan apa pun yang diperlukan untuk melindungi Hafizah dan tempat ini."Keduanya mengangguk, memahami perintah tanpa perlu menjawab, karena mereka bisa merasakan kewaspadaan bos mereka."Kamu dengar kan, Hafizah? Mereka akan menjaga di sini, dan aku juga akan menemanimu. Setidaknya, dengan begitu kamu bisa merasa lebih aman. Aku bisa tidur di sofa, jadi kamu bisa beristirahat tanpa khawatir."Hafizah membuka pintu kamarnya, memberi kesempatan kepada Hafidz untuk masuk dengan mudah, karena ia tidak ingin Lestari menyakitinya lagi. "Silakan masuk, Hafidz. Kamu bisa tinggal di sini sampai besok pagi," ujar Hafizah sambil menutup pintunya. Hafidz merasa senang bisa masuk, karena ini adalah yang diinginkannya: bersa

  • Upik Abu Mertua   Bab 106. Selalu Menjaganya

    "Apa kamu serius, Hafizah?" tanya Hafidz untuk memastikan pernyataan Hafizah."Ya, aku serius, Hafidz."Hafidz merasakan kebahagiaan karena diterimanya kembali, namun di sisi lain, ia juga merasakan kesedihan ketika harus jujur tentang anaknya."Hafizah, aku berterima kasih padamu karena telah menerima aku lagi. Mengenai anakmu, aku tidak keberatan untuk membantumu. Kita bisa mencarinya bersama-sama, semoga kita menemukan jalan keluar dari semua ini. Aku tidak ingin kamu terus-menerus memikirkan hal yang sama."Hafizah tersenyum mendengar jawaban Hafidz. Dia bertekad untuk tidak menghindari Hafidz lagi, meskipun itu berkaitan dengan anaknya. "Hafidz, kamu adalah pria yang baik. Aku tidak ingin kehilanganmu dan Putri. Kalian berdua selalu ada di hatiku, meskipun aku telah berusaha menjauh dari kalian." Hafidz menggenggam kedua tangan Hafizah dengan lembut. "Sudahlah, Hafizah. Jangan terlalu memikirkan sikapmu. Seharusnya aku yang minta maaf karena

  • Upik Abu Mertua   Bab 105. Bahaya Mengancam Itu Tertangkap

    "Bukan hal yang mudah, Jep! Kamu tahu wanita ini sangat cantik, dan aku merasa ingin menyentuhnya.""Jangan lakukan hal lain! Kita tidak boleh melecehkan wanita, meskipun penampilan kita terlihat menyeramkan. Kita harus menyingkirkan wanita ini, tetapi sebelum itu, kita serahkan kepada Pak Hafidz. Dia ingin memberikan peringatan kepada wanita ini, sepertinya itu penting.""Baiklah, aku akan menahan diri. Namun, jika ini berlangsung terlalu lama, aku khawatir aku akan kehilangan kendali dan ingin menyentuhnya, bahkan mungkin mencium bibirnya.""Terserah padamu! Ayo, bawa ke tempat di mana kita bertemu Pak Hafidz."Mereka bergerak menuju Hafidz yang baru saja turun dari pesawat, sementara Hafizah, yang tidak dijaga, masih merasa ketakutan sendirian di dalam kamar hotel."Aku yakin sekali ada seseorang yang berniat jahat padaku, tapi siapa? Apakah orang yang membakar rumahku? Atau mungkin benar apa yang dikatakan Pam dan Jep, bahwa itu adala

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status