"Kalian mau apa!" tanyaku pada sekelompok wanita di depanku.
Mereka semua terlihat begitu menakutkan.Terutama pimpinan mereka Chef Rena dan Kak Drewnella.Kak Drew lalu mengikat tanganku dengan tali, sambil memaksaku berlutut, kemudian ia mendongakkan kepalaku ke arah Chef Rena."Malam ini, kita cuma mau kasih peringatan buat lo. Tapi ... kalau besok gue masih ngeliat lo kegenitan sama Raja dan Pak Prabu, maka yang lo terima, akan jauh lebih menyedihkan daripada ini. Ngerti, Lo!" pekik Chef Rena penuh emosi. Padahal wajahnya sangat manis, tapi sayang kelakuannya minus. Sosok wanita cantik yang sangat menakutkan.Lebih menyedihkan dari ini? Memangnya apa yang akan mereka perbuat padaku?"Drew." Chef Rena membuka tangannya seperti meminta sesuatu. Tak lama kemudian Kak Drew memberinya sebuah gunting.Ia lalu mulai menggunting rambutku. Aku yang masih dalam keadaan terikat berusaha untuk menolak dan melepaskan di"Apa, Dipecat? Tapi kenapa, Ja? Memang kamu sudah ngelakuin kesalahan apa sampai harus dipecat?" tanyaku tak terimaRaja hanya mengangkat kedua bahu. "Kata Pak Bimo, dia hanya menyampaikan, Itu sudah keputusan Pak Prabu, ga bisa diganggu gugat.""Sini, biar aku yang bicara langsung sama Pak Prabu!" ucapku dengan nada yang sedikit emosi. Raja menautkan alis, "Sebagai apa, Cin?""Ya sebagai cucu dari ...." "Lo yakin omongan lo bakal di denger sama Pak Prabu? Orang Pak Bimo aja ga dianggap. Apalagi omongan karyawan rendahan macam kita berdua ini." Raja memutus kalimatku barusan. Oh iya, di sini kan, tidak ada yang tau kalau aku adalah cucu kakek. Hampir saja aku membuka identitasku.Tapi, kalau Raja tidak ada, bagaimana dengan nasibku? Selama ini, kan, di dapur ini, cuma Raja yang mau jadi temanku. Dia juga yang udah ngajarin aku banyak hal, dan sering membantuku agar terbebas dari omelan Pak Bimo. Besok-b
"Jadi, malam itu kamu melihatku?""Hmm .... Aku juga sudah memberi pelajaran pada semua orang yang kemarin sudah mem-bully-mu," ucapnya santai seraya menyilangkan kaki. "Ma-makasi banyak," ucapku terbata.Apa karena peristiwa itu dia memecat Raja? Tapi Chef Rena, Kak Drew dan teman-temannya saja tidak dipecat, kenapa malah Raja yang sudah menolongku malah diberhentikan? "Um, Prabu, boleh aku tanya sesuatu?"Dia mengangguk. "Kenapa tiba-tiba, kamu memecat Raja?" tanyaku pelan dan sehati-hati mungkin. Dia tidak langsung menjawab, malah asyik memandang ke arah laut lepas yang ada di depan kami. "Karena ... dia sudah melakukan sesuatu yang tidak seharusnya dia lakukan," ucap Prabu dengan suara pelan. "Tapi, apa yang sudah Raja lakukan? Malam itu, justru, Rajalah yang sudah menolongku. Apa kesalahannya begitu besar sampai harus dipecat?""Kenapa? Kamu keberatan dengan keputusanku?" Lagi-lagi d
Sudah hampir enam bulan, aku bekerja di dapur hotel milik kakek, tapi masih belum banyak yang bisa kusimpulkan apa yang harus dibenahi di sana. Soalnya dari pengamatanku, sistem kerja di sana sudah sangat baik, cara kerja staf dan karyawan di bagian dapur juga cepat dan cekatan, para chef dan asistennya selalu menyajikan hidangan terbaik setiap harinya dengan menu yang variatif. Chef Rena dan salah seorang staf dapur yang waktu itu mem-bullyku juga kerjanya sangat profesional, baik, detail dan teliti terhadap setiap menu yang akan disajikan kepada tamu. Ia tak segan mengembalikan hasil masakan yang menurutnya kurang layak. Jujur dalam hal ini, aku cukup mengaguminya. Mungkin ini juga yang menjadi alasan, mengapa Prabu tidak memecat Chef Rena, karena ia tidak mau hotel ini kehilangan salah satu chef terbaiknya. Kuperhatikan, pelanggan yang berkunjung ke restoran juga terus meningkat, tidak hanya para tamu yang menginap, tapi juga pelanggan dari luar hotel yang han
Sikap Prabu kemarin benar-benar membuatku bingung. Apa benar dia menyukaiku? Ah, rasanya tak mungkin jika gadis sepertiku bisa menarik hati seorang Prabu. Kak Drew dan Chef Rena yang penampilannya sepuluh kali lebih baik dariku saja tidak dipandangnya sama sekali, apalagi aku. Tanpa sadar senyumku mengembang saat ingat perlakuannya kemarin. Kupu-kupu cantik yang bersemayam tenang dalam dasar hati, mendadak berputar riang kesana kemari. Bahkan aroma pengharum ruangan yang seperti rumah sakit terasa seperti wewangian sejuta bunga. "Aaaaa! Oh tidak, jangan-jangan aku sudah terperangkap pesona seorang Prabu."Aku terus saja bertingkah aneh, menari dan menyanyi seorang diri, berlama-lama mematut wajah di depan cermin besar seraya tersenyum lebar, kemudian berbaring sambil memutar tubuh beberapa kali ke kanan kiri. Kuraih gawai di atas nakas, lalu memutar siaran radio favorit. Siapa tahu lagu yang sedang kugandrungi akan diputar. Oh,
Mataku membulat sempurna saat melihat sosok yang sudah sangat kukenali turun dari mobil sport berwarna hitam itu."Raja?" tanpa sadar kusebut namanya. Saking terkejutnya mulutku sampai sedikit terbuka. Raja berjalan menghampiri kami, sambil memasang senyum termanis bak seorang pangeran kerajaan. "Oh, iya, Tuan Sultan. Ini Raja, putra tinggal saya. Setahun yang lalu baru saja menyelesaikan pendidikannya di Los Angeles, USA."Tuan Heryawan memperkenalkan Raja kepada kakek. Raja menghampiri Kakek. "Selamat malam, Tuan. Perkenalkan, saya Raja. Semoga Kakek selalu diberi kesehatan," ucap Raja sesopan mungkin. Tubuhnya yang tinggi ia bungkukkan sedikit untuk menyamai tinggi Kakek yang duduk di atas kursi roda. Kakek sedikit mengerutkan alis. Ia sedang mengingat-ingat sosok pemuda di depannya. "Raja? Raja yang dulu pendek, kecil dan suka sekali pakai celana pendek merah ke mana-mana? Dan kalau celananya
"A, apa, Kek? Kakek akan menjodohkan Cinde dengan Raja?" "Hu um," jawab Kakek santai. "Biar kamu ada yang menjaga, Cinde. Kakek, kan, sudah tua. Kenapa, kamu keberatan dengan keputusan, Kakek?""Bukan, bukan begitu, Kek. Cinde cuma belum ingin memikirkan ke arah sana. Cinde masih ingin belajar banyak sama, Kakek. Lagipula, Cinde juga, kan, baru saja bertemu dengan kakek. Cinde masih ingin merawat kakek dengan tangan Cinde sendiri."Kakek Sultan tertawa. "Lihatlah, Raja. Cucuku ini begitu manis, kan?" Kakek semakin erat mengenggam tanganku. "Iya, Kek. Dia memang manis," ujar Raja seraya menatapku lekat. Heh? Raja apa-apaan, si? Bukannya bantuin, malah ikut-ikutan kakek menggodaku. Lagian memangnya dia mau kalau kami berdua benar-benar akan dijodohkan?Aku mengalihkan pandangan ke arah kiri, menghindari tatapan lekat dari Raja yang serasa menghujam jantung. Tapi bukannya selamat,
"Apa?" tanyaku pada pria di depanku ini. Mencoba mencari tau apa maksud dari kalimatnya barusan. Apa permintaannya berhubungan dengan perjodohanku dengan Raja?Tepat saat kuangkat wajah untuk menatapnya, manik hitamnya juga sedang menatapku lekat. Membuat pandanganku seketika beralih. "Apapun yang terjadi, aku mohon jangan pernah membenciku," lirih Prabu hampir tanpa suara. Meskipun begitu, suara beratnya masih dapat tertangkap oleh pendengaranku. Ada nada kesedihan yang ia sertakan saat ia bicara tadi. "Maksud kamu? Kenapa aku harus membencimu?" tanyaku sehati-hati mungkin. "Ya sudah, lupakan! Anggap aku tidak pernah bicara apapun!" Setelah mengucapkan kalimatnya barusan, Ia tiba-tiba berdiri, lalu berjalan menuju jendela yang ada di sisi kanannya. Berdiri di sana sambil memandang ke arah taman yang terletak tepat di luar jendela ruangan ini. "Untuk masalah sekolahmu. Nanti aku antar ke
***"Cinde, Kamu hati-hati ya, di sana. Kakek harap kamu bisa cepat beradaptasi dan belajar dengan baik."Hari keberangkatanku ke luar negeri pun tiba. Aku harus meninggalkan negeri ini ke tempat yang belum pernah aku datangi sebelumnya, Amerika. Kemarin lusa, aku juga sudah mengajukan surat pengunduran diri pada Pak Bimo. "Iya, Kek," ucapku sambil memeluk erat kakek beberapa saat.Jujur, sebenarnya aku sedih harus kembali berpisah dari kakek. Keluarga yang belum terlalu lama kukenal. Ingin rasanya menolak dan memilih untuk kuliah di Indonesia saja, tapi kakek bilang kalau di Amerika aku bisa lebih banyak belajar tentang banyak hal. Sekaligus mengenalkanku juga dengan dunia luar yang nanti pasti akan sering aku temui. "Semoga Cinde tidak mengecewakan kakek, ya," ujarku lagi. "Kakek jaga kesehatan, ya. Jangan terlalu capek dan banyak pikiran. Soal kerjaan, serahkan saja pada Prabu," ujarku lagi.