Akhirnya, perjuangan selama 50 jam membuahkan hasil. Dengan tangan yang masih terpasang infus, Dipta berhasil membobol sistem milik Siren dan membekukan seluruh jaringan digital yang ia kendalikan. Siren, yang saat itu sedang berusaha mentransfer seluruh dana dari perusahaan Dipta ke rekening pribadinya, gagal total. Dana tersebut berhasil dikembalikan, dan semua jejak digitalnya diamankan.Dipta tidak berhenti sampai di situ. Ia sudah merencanakan segalanya. Setelah memastikan sistem kembali stabil, ia langsung mengirimkan tim polisi ke lokasi yang telah dilacak sebelumnya. Siren dan beberapa orang yang terlibat akhirnya berhasil dikepung.Melihat keberhasilan itu, Ayunda tak bisa menahan luapan emosinya. Dengan refleks, ia langsung memeluk Dipta yang masih duduk lemah di kursinya. Pelukan itu spontan, penuh rasa lega dan bahagia.Momen itu sempat membuat semua yang ada di ruangan terdiam. William dan beberapa staf yang melihatnya langsung salah tingkah. Mereka berpura-pura sibuk, me
Namun Dipta tetap tak bergeming. Matanya terpaku pada deretan kode yang terus bergerak di layar. Napasnya berat, seperti menahan beban tak kasat mata yang terus menindih.William menatap Ayunda sekilas, lalu memberi isyarat mata. Ia mengerti maksudnya.โAku panggil dokter sekarang,โ bisik William. โKalau dia tidak mau istirahat dengan sadar, kita harus paksa.โAyunda mengangguk pelan. Beberapa menit kemudian, dokter kantor datang dengan peralatan lengkap. Melihat itu, Dipta mengerutkan kening.โKalian serius?โ protesnya pelan.โKalau kamu terus memaksa tubuhmu begini, kamu bisa kolaps. Kami butuh kamu tetap hidup, Dipta,โ jawab Ayunda tanpa basa-basi.Setelah dicek, suhu tubuh Dipta mencapai 39 derajat Celsius. Dokter menyarankan agar ia diberi infus dan obat penurun demam. Tanpa menunggu izin lebih lanjut, William dan Ayunda langsung mengarahkan dokter membawa Dipta ke ruangan istirahat khusus.Di ruangan itu, Ayunda duduk di sisi tempat tidur sementara infus dipasang ke tangan Dipta
Melihat kelengahan Dipta dan Ayunda, Siren tak menyia-nyiakan kesempatan. Dengan cepat, ia mendorong Dipta dengan sekuat tenaga hingga pria itu tersungkur keras ke lantai jembatan. Tak berhenti di situ, Siren juga mendorong Ayunda, membuat wanita itu terhuyung dan nyaris jatuh. Telapak tangannya terhempas ke permukaan jembatan yang penuh dengan serpihan kaca, membuatnya berdarah hebat."Aku akan menghancurkan perusahaanmu untuk kedua kalinya, Dipta! Dan kali ini aku pastikan, kau takkan bisa bangkit lagi selamanya!" teriak Siren dengan penuh dendam sebelum akhirnya melarikan diri ke arah hutan kecil di balik jembatan.Dipta yang sempat hendak mengejar langsung berhenti saat mendengar Ayunda menahan erangan kesakitan. Ia segera berbalik dan melihat wanita itu tengah berusaha bangkit sambil memegangi tangannya yang dipenuhi darah."Ya ampun, Ayunda maafkan aku. Semua ini karena aku. Kamu tak seharusnya terseret dalam kekacauan ini," ucap Dipta dengan panik.Ia segera membantu Ayunda ber
Dipta segera berdiri. "Kita harus ke rumah sakit sekarang. Kalau orang itu masih hidup, kita harus pastikan dia aman dan bisa bicara sebelum semuanya terlambat."Ayunda menggenggam tasnya erat-erat, menahan gemetar di ujung jarinya. "Aku ikut."Oma Ola mengangguk, memberi restu dengan sorot mata penuh keyakinan. "Pergilah. Aku akan tetap di sini, mengoordinasi tim hukum."Tanpa membuang waktu, Dipta dan Ayunda melesat keluar hotel. Di dalam mobil, udara terasa berat, seolah beban kebenaran itu sendiri menekan mereka."Kalau ini benar ulah Siren," kata Ayunda pelan, "dia sudah jauh lebih berbahaya dari yang kita kira."Dipta mengangguk sambil menatap lurus ke jalan. "Aku curiga, ini bukan hanya soal proyek atau dendam. Ini bisa melibatkan jaringan yang lebih besar. Ada sesuatu yang Siren lindungi dengan segala cara."Mereka tiba di rumah sakit. Lorong-lorongnya lengang, kecuali satu ruangan di ujung, dijaga dua orang polisi. Dipta menunjukkan tanda pengenalnya. Mereka diperbolehkan mas
Bahkan di tengah malam itu, Ayunda dan Dipta tetap mengadakan pertemuan terbuka dengan perwakilan warga, berusaha mencari titik temu demi meredam kekacauan yang terjadi.Namun, suasana pertemuan jauh dari kondusif. Ayunda menjadi sasaran makian dari beberapa warga. Mereka memojokkan dirinya, bahkan ada yang merendahkan, mengatakan bahwa seorang wanita tidak pantas menjadi pemimpin, apalagi setelah membuat banyak warga menderita.Dengan ketenangan luar biasa, Ayunda menjelaskan bahwa sebelum proyek ini dimulai, ia telah melakukan kerja sama resmi dengan para pihak terkait dan memberikan kompensasi yang nilainya tidak main-main. Ia menegaskan, "Siapa pun yang mengalami kerugian karena proyek ini, saya bertanggung jawab penuh. Kami siap mengganti semua kerugian dengan adil."Namun, sebagian besar warga hanya terdiam. Dari raut wajah mereka, terlihat jelas ada sesuatu yang disembunyikan. Seolah-olah mereka hanya mengikuti skenario yang diatur oleh pihak terten
Dipta, yang awalnya tampak malu-malu, akhirnya mau juga makan bersama Oma Ola dan Ayunda. Di sana, si kembar disuapi oleh sang babysitter, karena memang mereka sedang sangat sulit makanโmungkin memasuki fase GTM (Gerakan Tutup Mulut). Padahal, Ayunda sudah berusaha memberinya vitamin, tapi tetap saja tidak banyak membantu. Namun, Ayunda tidak menyerah. Ia terus saja merayu si kembar dengan penuh kesabaran, sampai akhirnya mereka mau menghabiskan makanan, dibantu oleh tangan-tangan penuh kasih yang menyuapi.Malam itu menjadi momen pertama kalinya Dipta makan bersama keluarga Ayunda. Suasana di meja makan terasa hangat dan penuh tawa ringan. Oma Ola tampak sangat tertarik dengan kehadiran Dipta, sebaliknya Ayunda justru lebih banyak diam. Pikirannya berkecamuk, mengingat kejadian siang tadi saat Sirenโmantan istri Diptaโmelabraknya di tempat umum.Meski begitu, Ayunda mencoba menepis semua kekhawatirannya. Ia tahu, antara dirinya dan Dipta tidak ada hubungan apa-apa
Dipta memejamkan mata sejenak, menarik napas panjang sebelum mulai bercerita. Suaranya terdengar berat, seperti mengaduk kembali luka yang belum sepenuhnya sembuh.โAku tumbuh dari keluarga yang kaya, semua orang pikir hidupku mudah. Tapi, waktu aku mulai mandiri dan bangun Skylar Group dari nol, aku sengaja nggak banyak ambil bantuan keluarga. Aku ingin semuanya berdiri atas kakiku sendiri.โIa diam sejenak, menatap kosong ke depan.โWaktu itu, aku menikah dengan Siren. Cantik, cerdas, dan kelihatannya sangat mendukung. Tapi ternyata, gaya hidupnya jauh di luar batas. Boros bukan main. Aku masih bisa terima kalau cuma soal belanjaโtapi saat perusahaanku mulai goyah, dia justru makin jauh. Dan yang paling menyakitkan, dia selingkuh dengan partner kerjaku sendiri.โAyunda menelan ludah, kaget mendengarnya. Tapi ia memilih tetap diam, membiarkan Dipta melanjutkan.โBayangin di tengah usaha mati-matian buat nyelametin perusahaan, aku malah dapet surat panggilan dari pengadilan agama. Tan
Ayunda dan Dipta yang baru saja selesai meeting dengan klien memutuskan untuk duduk santai dan mengobrol sejenak.Lagi pula, hari itu jadwal mereka cukup longgar. Tidak ada pekerjaan mendesak yang menanti, dan momen santai seperti ini jarang terjadi.Awalnya, Ayunda masih terlihat kakuโgaya bicaranya formal dan sikapnya cenderung menjaga jarak. Tapi seiring waktu berlalu, percakapan mereka mulai mengalir lebih bebas. Candaan kecil pun terlontar, disambut tawa ringan yang perlahan mencairkan suasana.Dipta diam-diam terpesona. Ada sesuatu dalam tawa Ayunda yang membuatnya terhenti sejenakโtulus, hangat, dan sangat berbeda dari kesan dingin yang biasa ia tunjukkan di kantor. Tawa itu seperti membuka sisi lain dari Ayunda yang selama ini tersembunyi di balik ekspresi seriusnya."Kayaknya aku baru pertama kali denger kamu ketawa segitu lepasnya," ujar Dipta sambil tersenyum heran.Ayunda melirik sekilas, lalu mengangkat alis. "Masa sih? Mungkin karena biasanya kamu ngajak ngobrolnya pas a
Hari-hari Ayunda kini sepenuhnya dipenuhi oleh pekerjaan. Ia tenggelam dalam tumpukan berkas, rapat, dan tanggung jawab sebagai CEO. Beberapa kali ia hampir menekan nomor William di ponselnyaโingin memintanya pulang lebih cepat, ingin sekadar berbagi beban. Namun setiap kali jari-jarinya mendekati tombol panggil, ia menarik napas panjang dan mengurungkan niat itu.Ia tidak boleh egois. William juga punya keluarga. Ia tahu betapa Keyla dan Kenan berharga bagi William, dan ia tidak ingin menjadi orang yang merusak kebahagiaan itu.Kadang-kadang, Ayunda hanya ingin menyerah. Ingin hidup sederhana. Menjadi ibu rumah tangga yang sepenuhnya hadir untuk Aluna dan Elvano. Tapi ia tahu, dirinya tak bisa. Masa depan anak-anaknya bergantung padanya. Ia harus tetap kuatโdemi mereka.Malam itu, Ayunda duduk di ruang kerjanya di rumah. Lampu redup menyelimuti ruangan, sementara matanya terpaku pada sebuah bingkai foto yang berdiri di mejaโfoto Ardan. Suaminya. Lelaki yang pernah menjadi seluruh hid