LOGINMaya memandang Sophie yang baru saja masuk melewati pintu utama dengan tidak percaya. Gelas yang ia pegang membuatnya tidak mampu menyembunyikan getaran di tangannya.
Di tahun pertama setelah kecelakaan yang dialami oleh Sophie, tidak sekalipun Maya melewatkan satu hari tanpa menjenguknya sahabatnya itu. Tapi, bahkan walau ia tidak pernah mengatakannya secara gamblang, Maya tahu bahwa kepedulian bukanlah alasannya.
Di hari kecelakaannya, Sophie telah melihat hal yang tidak seharusnya ia ketahui. Dan seharusnya rahasia itu akan selamanya tersimpan, terkubur bersama jasad Sophie yang akhirnya tidak lagi bernyawa.
Saat Sophie tidak juga membuka matanya setelah satu tahun berlalu, pikiran Maya itu sudah menjadi keyakinan yang tidak terbantahkan, membuatnya melupakan Sophie dengan nyaman.
Tapi sekarang, wanita itu justru kembali berdiri di hadapannya seperti seorang hantu yang sengaja mengejar Maya dari masa lalu.
Dengan ragu Maya menelan ludahnya, takut Sophie akan menyadari kehadirannya. Di saat bersamaan, Julia, sepupu Sophie yang berdiri tidak jauh dari wanita itu berjalan sambil tersenyum manis.
“Ups,” katanya pura-pura terkejut, sengaja menyenggol bahu Sophie hingga tubuh lemah itu terhuyung dan jatuh ke lantai.
Bruk!
“Maaf… kau tidak kelihatan sih.” Nada Julie penuh ejekan, membuat tawa kecil terdengar dari beberapa orang.
Rasa sakit yang sebelumnya masih terasa akibat jatuh di aspal kembali menyengat tubuh Sophie. Walaupun hampir seluruh orang yang berada di ruangan merupakan kerabatnya, tidak ada satupun yang menolong Sophie.
“Julie…!” erangan tertahan dari Sophie terdengar Julie memiringkan gelas jusnya tepat di atas Sophie.
Seketika jus mengucur membasahi kepala dan pakaian Sophie.
Maya menutupi mulut dengan telapak tangan, mencoba menyembunyikan senyuman kecil yang telah terbentuk di sana.
“Lihat! Dia membuat pestanya berantakan!” salah satu tamu berseru.
“Sudah tiga tahun tidur, kembali hanya untuk merusak suasana.”
“Kalau begini bukannya lebih baik kalau dia tidak bangun?”
Kata-kata itu membuat Sophie merasa jauh lebih malu dibandingkan cairan yang membasahi tubuhnya maupun fakta dia masih terduduk di lantai. Menghapuskan sisa keinginannya untuk melawan.
Maya yang masih berdiri jauh dari sahabatnya itu mencoba mendekat. Dalam benaknya, ia ingin mencari tahu apakah Sophie ingat sesuatu di hari kecelakaannya.
Tapi belum sempat Maya melakukannya, sebuah tangan besar memegang lengan Sophie. Membantu wanita itu untuk kembali berdiri tanpa sepatah katapun.
“Astaga, Lucas datang…”
“Kenapa dia membantunya?”
Maya melirik ke sampingnya, dua wanita muda saling berbisik, memperhatikan adegan yang disajikan di depan mereka.
Bisikan-bisikan lain terdengar semakin memenuhi ruangan saat Lucas menarik Sophie keluar dari dari pintu tanpa berkata apapun pada orang-orang yang masih berada di dalam ruangan maupun pada Sophie di sampingnya.
“Aneh sekali. Lucas biasanya tidak suka hal-hal memalukan seperti ini.”
Maya yang mendengarnya merasakan perasaan tidak nyaman menjalar di seluruh tubuhnya.
Benarkah? Lalu kenapa Lucas membantu Sophie? Apa Sophie sudah berhasil merebut hati pria bengis itu di waktu singkat ia membuka matanya? Semudah itu?
“Lucas pasti malu setengah mati karena istrinya berulah di sini, karena itu ia buru-buru membawanya pergi.”
Maya yang masih mendengarkan diam-diam setuju dengan bisikan itu. Benar, itu pasti alasannya. Senyuman kembali melengkung di bibirnya ketika akhirnya ia kembali merasakan ketenangan yang sama seperti sebelumnya.
=
Di dalam mobil, keheningan hanya dipecahkan oleh deru mesin.Sophie menunduk, tangannya bergerak dengan gelisah. Sementara Lucas yang duduk dengan tangan terlipat tidak sekalipun melirik ke wanita itu.
“Kenapa semuanya memperlakukanku seperti ini?” suara Sophie yang terdengar lemah akhirnya terdengar setelah beberapa saat. “Aku tidak pernah melakukan kesalahan apapun…”
Dengusan terdengar dari Lucas yang tidak percaya dengan apa yang baru saja Sophie katakan. Seolah Sophie baru saja mengatakan lawakan.
Sophie yang mendengarnya menatap Lucas dengan tidak mengerti. “Apa maksudmu tertawa seperti itu?”
Lucas mengalihkan pandangannya pada Sophie. Wajahnya sudah kembali berekspresi datar, seolah dengusan yang tadi ia keluarkan hanyalah bayangan di kepala Sophie.
“Berpura-pura polos juga ada batasnya, Sophie.”
Lucas memperhatikan wajah Sophie yang semakin bingung dengan apa yang ia katakan.
“Aku tidak pernah melakukan apapun.”
Suara tegas dari jawaban Sophie membuat air wajah dari Lucas berubah. Pikirannya kembali mengingat ketika dokter mengatakan bahwa wanita yang telah menjadi istrinya ini telah mengalami amnesia sebagian.
Mungkinkah dia juga tidak mengingat semua kesalahan yang ia perbuat?
“Suatu saat setelah kau ingat, gunakan kesempatan itu baik-baik untuk introspeksi.”
Ucapan final dari Lucas yang sudah kembali memalingkan wajahnya membuat Sophie tidak mampu berkata apapun lagi.
Tapi ia masih tidak dapat mengerti apa yang membuat semuanya bisa berubah waktu tiga tahun matanya tertutup di ranjang rumah sakit.
Saat mobil sampai di depan pelataran kediaman Campbell, beberapa pelayan segera bergegas membukakan pintu untuk Lucas dan Sophie, lalu dengan cekatan mengecek barang bawaan.
Namun alis mereka hampir serempak berkerut ketika membuka bagasi.
Sophie terpaku sejenak, kenapa seorang wanita menghubungi Lucas tengah malam seperti ini? dan kenapa ia begitu gencar menelpon hingga puluhan panggilan tak terjawab?Dan kenapa… wanita itu terdengar begitu terkejut saat ia mendengar suara Sophie?“Halo?” suara itu terdengar kembali, sejujurnya Sophie tidak bermaksud, tapi karena ia begitu terkejut, tangan Sophie tidak sengaja menekan tombol merah yang berada di layar. Membuat panggilan itu terputus begitu saja.Tapi hanya dalam beberapa detik, layar ponsel Lucas kembali menyala. Lagi-lagi nomor itu kembali menghubungi.Sophie ingin kembali menjawab telepon itu, tapi tiba-tiba saja Lucas sudah keluar dari Walk in Closet dan berjalan ke tempat tidur.“Kenapa kamu belum tidur?” tanyanya. “Bukannya tadi kamu bilang kamu lelah?”Sophie tidak menjawab, tapi ia mengarahkan ponsel yang berada di tangannya ke arah Lucas. Lucas yang akhirnya menyadari bahwa yang berada di tangan Sophie adalah ponselnya mengerutkan kening. Mencoba melihat siapa
“Ayo bicara.”Sophie tertegun saat mendengar perkataan Lucas. Tidak, sebenarnya yang membuatnya tertegun adalah fakta bahwa Lucas benar-benar masih menunggu dirinya. Padahal Sophie sudah sangat sengaja berlama-lama di kamar mandi.“Tidak mau.” ucapnya cepat saat Sophie berhasil mengendalikan emosi di wajahnya. Sophie berniat berjalan menjauh dan melewati Lucas.Tapi sebelum Sophie berhasil, tangan Lucas sudah mendarat di pinggangnya. Pria itu menariknya ke belakang, hingga membuat punggung Sophie beradu dengan dadanya.“Lucas!” Sophie protes tidak terima dan mencoba melepaskan tangan pria itu dari pinggangnya. Tapi Lucas sama sekali tidak membiarkannya dan justru semakin memegangnya dengan erat.Pria itu tersenyum saat melihat wajah kesal Sophie. “Kamu kan marah aku tidak menyentuhmu. Kenapa sekarang kamu masih marah?”“Bukan itu poinnya!”“Kalau begitu jelaskan poinnya padaku. Kita punya banyak waktu. Aku sudah menghitungnya, harusnya hari ini kita bisa melakukan yang kita mau.” bisi
Lucas menjauhkah wajahnya dari Sophie, tangannya masih memegang bahu istrinya itu. Tapi wajahnya yang menatap Sophie terlihat begitu kebingungan.“Apa?” tanyanya, tidak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. Tapi tangan Sophie yang masih berada tidak jauh dari wajahnya seolah menegaskan bahwa itu bukan hanya pikirannya saja.“Tidak mau.” ucap Sophie lagi, menegaskan kembali apa yang baru saja ia katakan.Mulut Lucas terbuka, seperti ingin mengatakan sesuatu, hanya untuk dia tutup lagi. Pria itu benar-benar tidak mengerti apa yang terjadi.Tapi Sophie tidak ingin memberikan kesempatan bagi Lucas untuk berpikir, ia membuka pintu kamar mandi dan…BLAM!Ia membanting pintu tepat di hadapan wah Lucas yang masih terperangah.Lucas berdiri mematung di depan pintu kayu yang kini tertutup rapat. Hidungnya nyaris bersentuhan dengan permukaan pintu itu saking cepatnya Sophie membantingnya.Ditolak?Dia? Lucas Campbell? Ditolak oleh istrinya sendiri, tepat saat suasana sedang sedang menduku
Sophie masuk ke ruang sidang itu dengan nafas yang terasa begitu berat. Tangannya menggenggam lengan Lucas dengan begitu erat, Sophie bahkan yakin ia bisa saja meninggalkan tanda di lengan suaminya itu.“Ingat perkataanku Sophie.” Lucas berkata, memahami apa yang dirasakan oleh Sophie saat ini. “Katakan kalau kamu tidak nyaman dan kita akan pergi saat itu juga.”Sophie mengangguk. Tapi bahkan walau ia tahu Lucas akan selalu berada di sampingnya, Sophie tidak bisa menghilangkan rasa takut dan memori buruk yang tetap menghantuinya.Sophie melihat sekeliling, menyapu sekeliling ruangan. Sebuah keputusan yang buruk, karena detik berikutnya tatapannya justru jatuh pada Ryan yang juga sedang melihat ke arahnya.“Sophie!” panggilnya, suara Ryan sedikit parau. Sophie berniat untuk mengabaikan panggilan dari pria itu, tapi Ryan berdiri dengan cepat dari tempat duduknya.Ingatan pada hari terakhir pertemuan mereka di tempat parkir apartemen milik Maya menghantam Sophie. Bagaimana pria itu menco
Sophie meremas tangannya sendiri dengan kuat. Sekarang saja mereka sibuk ingin bertemu dengannya?Kemana mereka saat ia masih terbaring di ranjang rumah sakit? Atau saat Sophie direndahkan di pesta keluarga mereka sendiri.“Katakan kalau aku tidak ingin bertemu dengan mereka.” ucap Sophie. Ia berusaha untuk terdengar tegas, walau sebenarnya dadanya berdetak kencang karena informasi yang diberikan oleh pelayan itu.“Apa anda yakin, Nyonya?” tanya pelayan itu lagi.“Ya.” Sophie akhirnya bangkit dari tempat duduknya, berniat menjauh dari pelayan itu sebelum ia mendengar satu pertanyaan lagi yang bisa membuatnya goyah. “Minta mereka mengingat apa yang mereka janjikan pada Lucas.”Sophie berjalan beberapa langkah sebelum akhirnya kembali membaikkan tubuhnya. “Katakan juga pada mereka jika mereka datang kemari lagi, aku akan mengatakannya pada Lucas. Dan Lucas akan membuat mereka membayar karena melanggar perjanjian yang telah dibuat sebelumnya.”Pelayan itu akhirnya membungkuk dan terburu-
Jari-jari Sophie gemetar saat meraih ponsel itu dari tangan Lucas. Tulisan Ayah yang muncul di layarnya membuat dada Sophie berdenyut, antara kerinduan yang coba ditahan wanita itu sembunyukan dan kemarahan yang terus mencoba meledak.Lucas mengamati reaksi Sophie tanpa berkata apa pun, memberi ruang bagi istrinya untuk berpikir sejenak.“Sudah ada puluhan panggilan tak terjawab, dan beberapa pesan singkat,” ujar Lucas akhirnya setelah menunggu beberapa lama. “Sejak semalam, setelah Kevin memberikan laporan itu pada mereka.”Sophie menelan ludah, ragu untuk bertanya. “Apa isi pesannya?” Sophie bahkan tidak tahu apakah dia benar-benar ingin tahu atau tidak.“Aku belum membukanya. Itu hakmu, bukan aku,” jawab Lucas. Ia mengangkat bahunya pelan. “Tapi aku bisa membayangkan isinya. Penyesalan, permintaan maaf, dan mungkin… pengakuan bahwa mereka salah mempercayai rumor tentangmu selama bertahun-tahun.”Air mata Sophie mulai menggenang, tapi bukan karena perasaan haru. Tapi karena bayangan







