Share

BAB 7

Author: Rainina
last update Last Updated: 2025-09-12 11:03:38

Sophie memincingkan mata melihat siluet seseorang di balik tirai yang menutupi bak mandi. Jangan-jangan … Lucas?

Tapi, suara yang terdengar berikutnya membuat badan Sophie mendadak rileks kembali.

“Ah, ini saya, Nyonya.” Suara pelayan muda itu. “Maaf mengganggu waktu Anda. Saya mengambilkan pakaian kotor untuk dicuci.”

Sophie hanya mengangguk sekilas, tidak menjawab lagi.

Di rumahnya dulu, ia juga telah terbiasa dengan kehadiran pelayan. Tetapi rumah ini masih begitu asing, membuat Sophie waspada tanpa sadar.

Rumah yang begitu luas dan mewah, tapi sangat sepi.

Satu minggu pun berlalu sejak Sophie pindah ke rumah Lucas. Harapannya untuk dapat berbicara dengan pria itu sudah pupus sejak hari tiga.

Tujuh hari dan tidak sekalipun Sophie melihat wajah pria itu. Apa itu bahkan masuk akal? 

Jika sisi tempat tidur yang kosong tidak memiliki sedikit lipatan dan bantal yang bergeser dari tempat sebelumnya, Sophie mungkin sudah mengira bahwa pria itu tidak pernah kembali ke kamar mereka.

Bahkan saat ia memasang alarm sedikit lebih cepat dari jam bangunnya yang biasa dan tidur lebih larut, Sophie masih tidak berhasil bertemu Lucas. Seolah pria itu dengan sengaja menghindari Sophie dan dengan sengaja meninggalkan jejak keberadaanya.

“Di mana Lucas?” Emma, pelayan muda yang mengantarkan Sophie di hari pertama menatapnya dengan ragu.

“Tuan Lucas sangat sibuk.” jawaban itu lagi, Sophie bahkan sudah mengingat caranya menjawab, bahkan cara Emma menatap ke lantai dengan ragu.

“Apa dia tidak memiliki satu hari libur pun?” Sophie bertanya dengan frustasi. “Dia di ruang kerjanya, kan? Apa masuk akal kami tidak pernah bertemu walau tinggal di rumah yang sama?”

Emma tidak mampu menjawab pertanyaan beruntun Sophie dan hanya menatapnya dengan bingung.

Sophie menghela nafas. “Maaf. Aku tidak bermaksud menekanmu dengan pertanyaanku.” 

Ada begitu banyak kegelisahan di hatinya, ia ingin berbicara dengan orang tuanya, tapi setelah apa yang terjadi, ia tidak memiliki cukup keberanian untuk datang ke rumah orang tuanya sendirian.

Tapi ia juga kesulitan untuk mengharapkan Lucas yang seolah hidup di dimensi yang sangat berbeda dari dirinya.

Seluruh tekanan itu terus mengganggu pikirannya, membuat Sophie yang biasanya begitu tenang dan lembut terbawa emosinya sendiri. 

Kadang, ia berdiri di depan pintu ruang kerja Lucas, menatap gagang pintu dengan tatapan ragu.

Ia ingin masuk, tapi ingatan akan tatapan dingin pria itu di setiap pertemuan mereka membuat Sophie mundur. Rasa takut ditolak membuat tangannya tak pernah berani mendorong pintu itu.

“Kenapa… dia membawaku kemari kalau hanya untuk mengabaikanku?” bisiknya lirih pada dirinya sendiri, suaranya hampir pecah.

Emma yang masih berdiri di sampingnya tampak ingin mengatakan sesuatu, namun urung. Ia hanya memberi hormat kecil sebelum mundur, meninggalkan Sophie sendiri di lorong panjang itu.

Sophie menatap bayangan dirinya di jendela besar, wajah yang tampak semakin pucat dan mata yang kian sayu. Ia sudah sangat lelah terus merasa terbuang.

=

Untuk kesekian kalinya, Sophie berjalan menyusuri lorong panjang menuju ruang kerja Lucas. Ia tahu betul kalau pintu itu hampir mustahil terbuka baginya, tapi tetap saja ada harapan kecil di dalam hatinya. Mungkin… jika ia kebetulan sampai di waktu yang tepat, ia bisa bertemu dengan Lucas.

Di tengah jalan, ia berpapasan dengan seorang pelayan yang membawa nampan makan siang.

“Untuk Tuan Lucas?” tanya Sophie cepat.

Pelayan itu menunduk sopan. “Benar, Nyonya. Izinkan saya…”

“Aku yang akan membawanya,” potong Sophie, segera meraih nampan itu.

Wajah pelayan itu panik. “Tidak bisa, Nyonya! Tuan Lucas tidak suka jika…”

“Aku yang akan membawanya,” ulang Sophie, kali ini dengan nada memohon. Matanya terlihat berharap sekaligus memaksa. “Tolong. Ini… mungkin satu-satunya kesempatan bagiku.”

Pelayan itu tampak ragu, bibirnya bergetar ingin menolak lagi, tapi akhirnya ia menunduk dalam-dalam, menyerahkan nampan itu dengan hati-hati.

Sophie menggenggamnya erat, lalu menarik napas panjang sebelum mendorong pintu ruang kerja itu.

Suara klik terdengar. Pintu terbuka.

Lucas duduk di balik meja besar, matanya terpaku pada layar komputer, jarinya mengetik cepat tanpa henti. Ia sama sekali tidak menyadari kehadiran Sophie.

Dengan langkah hati-hati, Sophie berjalan mendekat, meletakkan nampan makan siang di atas meja kerjanya.

Namun baru saja ia menyentuh permukaan meja, suara Lucas terdengar tajam.

“Jangan letakkan itu di sini. Kau mengganggu.”

Suara dingin itu membuat Sophie membeku. Tangannya masih di atas nampan, tapi tubuhnya tidak bergerak

Lucas akhirnya menoleh karena reaksi yang diberikan, membuatnya baru sadar siapa yang berdiri di sana.

Namun alih-alih terkejut atau sedikit melunak, ekspresinya justru mengeras. Sorot matanya dingin, suaranya penuh sindiran tajam.

“Apa seseorang merekrutmu jadi pelayan tanpa sepengetahuanku?”

Sophie yang baru melihat wajah Lucas secara jelas setelah beberapa lamanya merasa nafasnya tercekat.

“Aku hanya ingin bertemu denganmu.” Sophie berbisik, seluruh permohonannya soal mendatangi orang tuanya menyangkut di tenggorokan begitu melihat wajah Lucas. Ia terlalu takut mengatakannya.

“Aku sibuk.” Lucas menjawab sambil kembali fokus pada pekerjaannya, kembali mengabaikan Sophie.

“Apa kamu tidak akan makan siang?” Sophie bertanya, masih berusaha berbicara dengan Lucas. Tapi tidak mendapat jawaban apapun.

Sophie tahu bahwa harusnya ia mengambil itu sebagai tanda bahwa Lucas tidak ingin diganggu. Tapi jika ini mungkin saja kesempatan terakhirnya berbicara dengan Lucas.

“Apa kita bisa makan bersama sesekali?” Sophie kembali bertanya, jika Lucas mau meluangkan waktunya untuk makan bersama, mungkin saat itu ia bisa mengumpulkan keberaniannya untuk mengajak Lucas ke rumah orang tuanya.

Hening masih memenuhi ruangan, yang terdengar hanya suara keyboard Lucas. Sophie menghela nafas panjang sebelum akhirnya berbalik ke arah pintu.

Tapi sebelum Sophie meninggalkan ruangannya, Lucas kembali bersuara.

“Berhentilah berharap, aku tidak punya waktu untukmu.”

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Usai Tidur Panjang, Aku Menjadi Istrinya   BAB 9

    “Apa dia juga tidak makan?”Lucas kembali bertanya setelah mendengar jawaban pelayan yang membawakan makanannya.“Kami sudah menawarkan, Tuan. Tapi Nyonya Sophie menolak.”Setelah mendengarkan jawaban itu Lucas memerintahkan sang pelayan untuk meninggalkannya sendiri dengan gestur tangannya. Lucas duduk bersandar di kursinya, jari-jarinya mengetuk meja dengan jemarinya.Pertanyaan yang sempat lolos dari mulutnya tadi masih bergema di kepala“Di mana Sophie?”Apa dia sedang mencoba mencari perhatian dengan menolak untuk makan? Atau dia sengaja memancing perasaan bersalah dari Lucas?Lucas mendengus pelan dan menyandarkan kepala pada kursi.Kenapa juga dia harus peduli? Ada banyak rumor tentang Sophie, dan jika dia berbuat baik maka Sophie tidak mungkin tidak memiliki tujuan.Benar, bahkan walau dia memandang Lucas dengan wajah polosnya, pasti setidaknya ada satu hal yang sedang berusaha ia sembunyikan.Lucas kembali menatap berkas di hadapannya, mencoba mengalihkan pikiran dari Sophie

  • Usai Tidur Panjang, Aku Menjadi Istrinya   BAB 8

    Sophie yang mendengar pernyataan Lucas membalikkan tubuhnya untuk kembali melihat ke arah pria itu yang terlihat sama sekali tidak peduli.Tapi alih-alih menjawab ia mencoba menelan protesnya, berusaha untuk tidak memperburuk suasana antara dirinya dan Lucas.Tapi dalam hati ia sudah berjanji ia akan kembali besok. Jika melakukan ini memiliki kemungkinan untuk membuat Lucas merubah pandangannya pada Sophie maka ia akan terus mencobanya.=Sophie sama sekali tidak berbohong ketika ia mengatakan bahwa ia akan mencoba kembali. Setelah kejadian kemarin, tekadnya justru semakin kuat. Hal pertama yang ia lakukan begitu terbangun pagi itu adalah memastikan dirinya menjadi orang yang mengantarkan sarapan untuk Lucas ke ruang kerjanya.Nampan berisi roti panggang hangat, telur rebus, dan kopi hitam tanpa gula sudah ditata rapi oleh pelayan. Sophie memandangi nampan itu lama, lalu mengulurkan tangannya.“Aku saja,” ucapnya pelan.Pelayan yang semula hendak melangkah terhenti. Tatapannya gugup,

  • Usai Tidur Panjang, Aku Menjadi Istrinya   BAB 7

    Sophie memincingkan mata melihat siluet seseorang di balik tirai yang menutupi bak mandi. Jangan-jangan … Lucas?Tapi, suara yang terdengar berikutnya membuat badan Sophie mendadak rileks kembali.“Ah, ini saya, Nyonya.” Suara pelayan muda itu. “Maaf mengganggu waktu Anda. Saya mengambilkan pakaian kotor untuk dicuci.”Sophie hanya mengangguk sekilas, tidak menjawab lagi.Di rumahnya dulu, ia juga telah terbiasa dengan kehadiran pelayan. Tetapi rumah ini masih begitu asing, membuat Sophie waspada tanpa sadar.Rumah yang begitu luas dan mewah, tapi sangat sepi.Satu minggu pun berlalu sejak Sophie pindah ke rumah Lucas. Harapannya untuk dapat berbicara dengan pria itu sudah pupus sejak hari tiga.Tujuh hari dan tidak sekalipun Sophie melihat wajah pria itu. Apa itu bahkan masuk akal? Jika sisi tempat tidur yang kosong tidak memiliki sedikit lipatan dan bantal yang bergeser dari tempat sebelumnya, Sophie mungkin sudah mengira bahwa pria itu tidak pernah kembali ke kamar mereka.Bahkan

  • Usai Tidur Panjang, Aku Menjadi Istrinya   BAB 6

    Para pelayan keheranan hanya menemukan satu tas lusuh di bagasi. Mereka bahkan mengecek kursi depan dan belakang, namun tetap tidak menemukan apa pun.Hanya ada keheningan di sekitar mereka yang mengiringi tatapan-tatapan bingung yang saling bertukar. Meski begitu, tak ada yang berani melontarkan pertanyaan. Semuanya memilih diam, seolah menelan rasa penasaran mereka sendiri.Lucas keluar lebih dulu tanpa sepatah kata pun, melangkah masuk begitu saja, meninggalkan Sophie sendirian berdiri di bawah tatapan penuh tanda tanya.Sophie menggenggam tangannya sendiri, merasa tubuhnya mengecil di tengah bangunan megah yang menjulang di depannya. Rumah ini jauh lebih besar, lebih mewah, dibandingkan rumah keluarganya yang kerap disebut orang lain sebagai istana kecil. Namun entah mengapa, kemewahan ini hanya membuatnya merasa tertekan. Tidak ada yang menyambutnya, tidak ada yang memperkenalkan rumah yang katanya kini menjadi miliknya. Ia bahkan tidak tahu harus melangkah ke mana.Begitu Sophi

  • Usai Tidur Panjang, Aku Menjadi Istrinya   BAB 5

    Maya memandang Sophie yang baru saja masuk melewati pintu utama dengan tidak percaya. Gelas yang ia pegang membuatnya tidak mampu menyembunyikan getaran di tangannya.Di tahun pertama setelah kecelakaan yang dialami oleh Sophie, tidak sekalipun Maya melewatkan satu hari tanpa menjenguknya sahabatnya itu. Tapi, bahkan walau ia tidak pernah mengatakannya secara gamblang, Maya tahu bahwa kepedulian bukanlah alasannya.Di hari kecelakaannya, Sophie telah melihat hal yang tidak seharusnya ia ketahui. Dan seharusnya rahasia itu akan selamanya tersimpan, terkubur bersama jasad Sophie yang akhirnya tidak lagi bernyawa.Saat Sophie tidak juga membuka matanya setelah satu tahun berlalu, pikiran Maya itu sudah menjadi keyakinan yang tidak terbantahkan, membuatnya melupakan Sophie dengan nyaman.Tapi sekarang, wanita itu justru kembali berdiri di hadapannya seperti seorang hantu yang sengaja mengejar Maya dari masa lalu.Dengan ragu Maya menelan ludahnya, takut Sophie akan menyadari kehadirannya.

  • Usai Tidur Panjang, Aku Menjadi Istrinya   BAB 4

    Preman itu meringkuk di tanah, tas Sophie terlepas, dan ia segera kabur saat Lucas akhirnya melepaskan tangannya. Beberapa orang yang menyaksikan sempat berbisik, beberapa bahkan menyorot handphone mereka. Tapi tidak ada satupun yang benar-benar peduli untuk membantu.Lucas menunduk, mengambil tas yang dijatuhkan oleh sang preman. Ia berjalan ke arah Sophie yang masih terduduk di aspal. Lalu tanpa aba-aba, ia melemparkan tas itu ke pangkuan Sophie.“Berdiri.”Sophie menelan ludah, berusaha menopang tubuhnya dengan tangan yang sedikit bergetar. Rasa sakit di sikunya membuat bergerak lambat. Tapi perasaan intimidasi dari sorot mata tajam Lucas membuatnya tidak berani meminta pertolongan.Tapi gerakan lambat itu tampaknya membuat Lucas merasa tidak sabar, karena detik berikutnya, tangan besar pria itu memegang pinggangnya. Memaksa Sophie berdiri.Begitu ia berdiri, jarak diantara mereka semakin terhapus, membuat Sophie bisa merasakan wangi samar dari jas Lucas, juga tatapannya yang menu

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status