Share

BAB 4. Suasana Kelas

Penulis: Scorpio_san
last update Terakhir Diperbarui: 2025-12-09 20:38:13

Pluk!!

Aku langsung menoleh, ketika ada seseorang yang tiba-tiba menepuk pundak ku. Membuat mata kami langsung bertemu tatap. Tepat di depanku, ada seorang remaja yang kisaran usianya mungkin sama dengan ku.

Perawakannya tinggi dengan bola mata biru ke unguan dan juga rambut dengan warna senada dengan matanya. Remaja itu tersenyum kearahku. Dia seperti sudah mengenalku, lebih dari yang aku tahu.

“Caesar ya?” tanyanya, masih dengan senyuman yang ia pertahankan.

Aku mengangguk samar. Baru sadar, kalau mulut ku sedikit mengerucut. Langsung saja ku ukir senyum seindah mungkin. Berharap, dia tidak menyadari kekesalan ku, karena dia tiba-tiba datang dan membuat ku kaget.

“Gue Samuel. Samuel Elgara. Lo bisa panggil Samuel.” Jelasnya, masih dengan senyum yang merekah.

Aku mengangguk samar, kemudian mengulurkan tangan, “Gue Caesar. Lo bisa panggil gue Kae aja biar singkat.”

Setelah selesai berkenalan, Samuel mengajakku untuk pergi ke kelas. Pertanyaan ku tentang tempat ini belum sepenuhnya terjawab. Aku juga belum berani bertanya pada Samuel. Karena menurut penglihatan ku, Samuel bukan orang yang mudah untuk di dekati. Aku saja yang biasanya ekstrovert, jadi berubah pendiam saat berhadapan dengannya tadi. Seperti ada aura aneh yang membuat aku menahan diri.

Aku mengekor dibelakang Samue, langkah kaki ku yang berat, terpaksa harus ku seret untuk menuju kelas. Entah kelas macam apa yang akan ku kunjungi sekarang.

Satu langkah menginjak kelas, dan seketika, tatapan mereka yang tajam mengarah pad aku. Tatpan yang seperti melihat alien dari pelanet lain.

“Apa gue semenarik itu?” batinku ngasal.

“Ini Caesar?” bisik seseorang dari barisan belakang.

“Iya. Yang katanya diselamatin langsung sama Yuzi.” sahut yang lain, kali ini dengan suara yang cukup jelas untuk membuat aku langsung menoleh kearahnya.

Aku hanya mengangguk kaku. Senyum yang tadi sudah aku bentuk, langsung retak karena atmosfer aneh di dalam kelas itu. Hah…, benar-benar muak.

Bukan cuma tatapan mereka yang bikin bulu kuduk berdiri, tapi juga suasana ruang kelasnya.

Kuno, serba kayu. Zaman sekarang pasih pakai meja panjang kayu yang haduh, lapuk. Jendela-jendela besar dengan tirai tipis yang melambai karena angin. Bahkan papan tulisnya masih pakai kapur dan bau kapurnya itu, seperti mengandung sihir.

Berbanding terbalik dengan sekolah ku yang papan tulisnya saja sudah memakai layar sentuh. Gila. Aku pasti sudah gila. Sejak kapan dunia komik yang kubaca, menjadi nyata seperti ini?

“Gue tahu ini sekolah sihir!” batin ku tak berhenti menggerutu.

“Lo duduk di situ,” tunjuk Samuel, ke arah bangku kosong di sebelah jendela, paling pojok dan paling pinggir.

Aku berjalan ke sana. Pelan dan sangat hati-hati. Takut aja, kalau tiba-tiba ada sesuatu yang melompat dari bawah meja dan menarik kakiku. Ingat, ini sekolah sihir.

Tapi ternyata yang datang bukan kodok melompat atau hantu, atau semacamnya. Melainkan seorang gadis berambut panjang, dengan sepasang mata yang tajam. Bola mata gadis itu berwarna biru gelap, dengan semburat jingga yang membuatnya semakin menarik.

“Caesar, ya?” tanyanya sambil melipat tangan di depan, “Gue Alana. Ketua kelas di sini.”

“Oh, iya…, halo.” Jawabku, sambil berusaha membuang muka. Aku yakin wajahku sudah merah sekarang.

Aku sudah mengulurkan tangan. Maksudku untuk berkenalan, tapi dia malah langsung balik badan dan pergi ke mejanya. Dan tidak melirik sedikit pun ke arah u. Alhasil, tanganku mengambang di udara.

“Cewek emang gitu,” bisik Samuel, “keras di luar, keras juga di dalam. Jadi jangan heran, apa lagi si Alana. Galaknya udah kayak singa betina.”

Gelak tawa langsung lolos dari kerongkongan ku. Membuat beberapa siswa menoleh, termsuk Alana. Oke, at least ada satu orang yang masih waras di tempat ini. dan sepertinya Samuel juga satu frekuansi denganku.

Bel berbunyi. Seluruh siswa langsung duduk dikursi mereka dengan sanggat rapi. Gak ada tuh, yang hilir mudik, atau acara bergosip didalam kelas, seperti kelasku sebelumnya.

Mereka seperti seorang perajurit yang siap menunggu perintah. Mau tidak mau, aku ikut-ikutan duduk.

Tak lama, seorang pria tinggi masuk. Dengan jubah biru tua, dan ada lambang SMA Senin di dadanya. Rambutnya panjang, diikat ke belakang, tak lupa tongkat kayu mengantung di pinggangnya.

“Selamat pagi, anak-anak!” serunya.

“Pagi, sensei!” jawab seisi kelas serempak.

“Sensei?” Aku kembali di buat menganga.

“Caesar Atala Raharja.”

Belum sempat aku memuaskan rasa terkejut ku, dia langsung menyebut namaku dengan fasih, lalu menatap lurus ke arahku. Membuat aku langsung berdiri dengan canggung.

“Y-ya, saya?”

“Selamat datang di SMA Senin. Sekolah pilihan bagi anak-anak terpilih. Kamu mungkin belum mengerti, tapi kamu tidak kesini secara kebetulan.”

Aku menelan saliva berat. Jangan tanyakan tentang kondisi jantung yang sudah seperti akan loncat ini. Tanyakan saja tentang tatapan matanya yang berubah tajam seperti pedang yang baru di asah.

“Di tempat ini, semua yang kamu tahu akan berubah. Dunia lama sudah tertutup untukmu, Caesar.”

***

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 9. Hutan Fuchigami

    Tugas kami, menjelajahi Hutan Fuchigami adalah untuk mencari kristal energi sihir yang tersembunyi, dan kembali sebelum matahari tergelincir. Sederhana? Mata lo jebol. Aku sampai keringat dingin sepanjang latihan. Kalian tahu, Hutan Fuchigami, ternyata benar-benar seperti dunia lain. Akar menggantung seperti tali-tali makhluk hidup yang siap menjerat siapapun yang lewat. Kabut hitam samar membelai tanah, udara terasa seperti merayap menyapa permukaan kulit dan berbisik di telinga, membuat bulu kuduk berdiri sempurna. Kami berjalan pelan. Elvian di depan, Alana dan Samuel di tengah, sedangkan aku di belakang sambil sesekali menatap ke segala arah seperti anak hilang yang sedang mencari sinyal ditengah hutan. “Lo oke, Caesar?” bisik Alana tanpa menoleh. “Masih bisa napas, sih,” jawabku pelan, “walau kaki gue kayak jalan di kuburan raksasa.” Celoteh ku. "BZZZZTT!" Suara tajam dari balik semak, membuat Elvian langsung ber

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 8 Kedatangan Elvian

    Keesokan paginya, suasana SMA Senin sudah seperti arena gladiator. Kami semua mengenakan jubah tempur khusus yang sudah disiapkan. Btw bukan sekadar seragam sihir biasa, ini semacam pakaian taktis yang bisa menyesuaikan dengan elemen sihir masing-masing. Bahkan gelang sihir yang melingkar di pergelangan kami juga berbeda. Bukan hanya itu, tongkat yang biasa kami gunakan, lambat laut berubah mejadi sebilah pedang. Aku sampai terkejut ketika melihat pedangku yang berukuran besar dengan cahaya hitam mengelilingi setiap bagiannya. “Wah! Serius ini punya gue? Kenapa kayak di film-film?” aku terus berdecak kagum melihat keistimewaan pedang ku sendiri. Pedang ku berbeda dari yang lain. Aku melihat pedang yang lain tidak sebesar milik ku. Dan cahaya mereka juga tidak sepekat punyaku. “Itu pedang Naga Hitam,” kata Samuel membuat aku terlonjak kaget. Karena entah sejak kapan dia ada dibelakangku. Mendengar ucapan Samuel, teman-teman

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 7. Elvian Ardelas

    Langit malam di SMA Senin terasa sunyi tapi penuh dengan tekanan. Bulan merah pucat menggantung malas di atas atap sekolah. Angin berembus pelan, membawa aroma rumput dan dupa. Aku menggenggam kalung berliontin salib yang melingkar di leherku. Air mataku tiba-tiba mengalir bersama dengan sesak yang membuat dadaku terasa seperti terhimpit bongkahan batu besar. Entah sudah berapa lama aku disini. Jujur, aku merindukan tempat asalku. Merindukan ibu dan ayah. Rindu dengan kehidupan normal yang aku jalani sebelumnya. Wajahku mendongak. Menatap rembulan indah itu. Aku tetap membiarkan lelehan air mata membasahi kedua pipiku. Aku juga tidak peduli kalau ada yang melihat dan menganggap aku cengeng. Persetan dengan hal itu. Sedang asyik menikmati malam seorang diri, tiba-tiba terdengar langkah yang semula pelan, kini menjadi lebih keras. Menandakan kalau orang yang sedang berjalan itu, kini sudah lebih dekat denganku. Aku menoleh ke arah kedatangannya. Seorang laki-laki yang usianya tid

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 6. Energi Sihir

    Yuzi berjalan ke tengah arena, jubahnya mengepak ringan meski tak ada angin yang menerpa. Keren sekali. Definisi orang keren tidak banyak tingkah ya Yuzi Takahiro. “Caesar!” panggilnya tiba-tiba. “Y-ya, Sensei?” sahut ku terbata. “Kamu belum punya tongkat, kan?” tanyanya lagi. Aku menggeleng. Tak lama, Yuzi mengangkat tangannya pelan. Dari langit, cahaya biru turun, melengkung seperti petir yang berhasil dijinakkan. Cahaya itu menyatu, menjadi sebilah tongkat panjang, gelap berkilau, dengan ukiran nama, Caesar A. Raharja yang di ukir dengan warna biru keemasan. Tongkat itu mengarahkannya padaku. Seolah tahu, kalau akulah pemiliknya. Tak lama, tongkat itu melayang tepat di depan wajah ku. “Ini milikmu.” Kata Yuzi, seolah memecah lamunan singkatku. Aku menatap tongkat itu, seraya menelan salivaku yang sudah terasa pahit. Bahkan udara di sekitar tongkat itu terasa berdenyut dan sedikit panas, hingga membuat ku langsung berkeringat. Belum lagi di belakangku, aku bisa mendengar

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 5. Rumor Yuzi

    Tak lama setelah perkenalan yang lebih ke sebuah intimidasi di awal itu, datangla Yuzi Takahiro. Si rambut api yang katanya cukup terkenal dikalangan dunia sihir. Walau aku sendiri tidak yakin karena belum melihat langsung. Seperti dugaan, mereka semua menyambut Yuzi dengan sangat antusisa. Terlebih anak-anak gadis yang seperti melihat barang langka yang ingin mereka miliki seutuhnya. Yuzi berdiri di depan kelas dengan wajah yang sangat tenang. Tatapannya menyapu seluruh ruangan, sebelum akhirnya kembali menatapku yang masih berdiri dengan jantung berdebar tak karuan. “Duduklah, Caesar!” ucapnya. Aku langsung duduk. Sial! Aku hampir terpeleset karena buru-buru. Dan sontak membuat gelak tawa teman-teman sekelas ku termasuk Samuel, menggema diruangan kelas itu. Ingin rasanya ku sembunyikan wajah merah ku saat ini juga. “Kalian hari ini tidak akan belajar teori.” Ujar Yuzi sembari memainkan kapur yang berwarna putih ditangannya. Semua siswa langsung duduk tegak, termasuk aku. Kalo

  • VALYZARYON Pedang Naga Hitam   BAB 4. Suasana Kelas

    Pluk!! Aku langsung menoleh, ketika ada seseorang yang tiba-tiba menepuk pundak ku. Membuat mata kami langsung bertemu tatap. Tepat di depanku, ada seorang remaja yang kisaran usianya mungkin sama dengan ku. Perawakannya tinggi dengan bola mata biru ke unguan dan juga rambut dengan warna senada dengan matanya. Remaja itu tersenyum kearahku. Dia seperti sudah mengenalku, lebih dari yang aku tahu. “Caesar ya?” tanyanya, masih dengan senyuman yang ia pertahankan. Aku mengangguk samar. Baru sadar, kalau mulut ku sedikit mengerucut. Langsung saja ku ukir senyum seindah mungkin. Berharap, dia tidak menyadari kekesalan ku, karena dia tiba-tiba datang dan membuat ku kaget. “Gue Samuel. Samuel Elgara. Lo bisa panggil Samuel.” Jelasnya, masih dengan senyum yang merekah. Aku mengangguk samar, kemudian mengulurkan tangan, “Gue Caesar. Lo bisa panggil gue Kae aja biar singkat.” Setelah selesai berkenalan, Samuel mengajakku untuk pergi ke kelas. Pertanyaan ku tentang tempat ini belu

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status