Share

3. Keluarga Bima

Penulis: El Baarish
last update Terakhir Diperbarui: 2022-07-25 09:46:49

Bab 3

*

“Hore! Papa pulang!” teriak si bungsu dari arah depan pintu. Ia sedari tadi menunggu kepulangan Bima, karena mamanya bilang papa akan pulang sore ini.

“Hai, putri kecil papa!” ucap Bima memberi sambutan untuk putri kecilnya. Ia mengangkat tubuh itu ke udara. 

“Udah berat, pasti makannya rutin ya?” tebak papanya menggoda Inaya sambil menurunkannya. Gadis kecil hampir berusia delapan tahun itu tertawa karena tebakan papanya benar. Pasalnya ia sering tak mau makan nasi, hanya bermodalkan jajanan di luar, atau paling mentok makan nasi cuma sedikit. Namun, akhir-akhir ini ia sudah rajin makan nasi. Nindita pun, tak kehabisan akal untuk mengolah makanan di dapur menjadi menu yang disukai suami dan anak-anaknya.

“Kemarin Inaya malah minta nambah, Mas.” Nindita berkata. Itu artinya ada perkembangan pola makan Inaya.

“Wah, hebat!” puji sang papa. Bima mencium pipi Inaya, setelah itu mencium kening Nindita sebagai kecupan rindu karena sudah seminggu tak bertemu.

Angga dan Khanza turun dari kamarnya. Mereka berdua menyalami tangan papanya.

“Gimana sekolahnya, Ga?” tanya sang papa pada anak pertamanya.

“Baik, Pa, lancar.” Angga menjawab dengan tersenyum.

“Khanza gimana?” tanya papa lagi, kini pada anak ke duanya. Khanza sudah berumur tiga belas tahun, saat ini ia masih bersekolah di salah satu SMP di Jakarta. Khanza masih duduk di kelas satu SMP.

“Baik sih, Pa. Tapi, kemarin Khanza cuma dapat nilai sembilan di ulangan Matematika.” Gadis itu merengut, menampakkan wajah sedihnya mengingat ia yang tak bisa mendapatkan nilai sempurna dalam ulangan.

Bima dan Nindita saling menatap, lalu sama-sama tersenyum.

“Gak apa-apa, Sayang. Asal kamu punya niat jadi lebih baik.” Bima sedikit menunduk, karena tinggi Khanza bahkan belum mencapai dadanya.

“Iya, Pa.” Khanza ikut tersenyum.

Bima mengelus puncak kepala Khanza, lalu beralih ke Angga. Saat itu Angga melihat tangan papanya terulur di kepalanya, ia melihat jam tangan itu lagi. Diam-diam ia mengamati, dan dalam pikirannya menyamakan dengan arloji yang ia lihat di video itu.

“Pa, donat gulanya mana?” celutuk Inaya di tengah keluarga yang sedang lepas rindu itu.

Nindita tertawa mendengarnya. Inaya selalu menunggu sang papa membawakannya donat gula, karena ia sangat menyukainya.

“Ah, iya. Papa hampir lupa.” Bima menepuk jidatnya. Ia tadi langsung meletakkan oleh-oleh itu di atas meja di ruang tamu, karena Inaya spontan berlari ke arahnya.

“Ini buat Inaya,” ucap papanya mengulurkan satu kotak donat gula untuk putri sulungnya.

Inaya tersenyum bahagia, langsung berlari menuju sofa dan menikmati donatnya. Selain Inaya, di rumah itu tak ada yang menyukai donat. Sebab itu, sedikit susah jika Bima membelikan camilan untuk anak-anaknya. Tiga anak itu, tiga rasa dan selera, tapi mereka bersatu dalam masakan mamanya. Mereka suka semua yang dihidangkan oleh Nindita.

“Ini buat Kak Angga,” Bima memberikan sekotak pizza untuk Angga.

“Ini buat Khanza,” Bima memberikan sekotak burger untuk anak gadisnya yang sudah memasuki usia remaja itu.

Setelah mendapatkan hadiah masing-masing, anak-anak makan di depan televisi. Sementara Nindita hanya diam menatap suaminya sambil memanyunkan bibirnya.

Bima yang ditatap seperti itu, kembali menatap istrinya dengan tatapan menggoda.

“Buatku mana, Mas?” tanya Nindita. Hanya ia yang tak mendapat oleh-oleh.

Sejenak Bima mengawasi anak-anak, memastikan mereka tak ada yang ke situ lagi. Lalu, Bima mendekat dan menatap genit pada istrinya. Sejurus kemudian sebuah kecupan hangat mendarat di bibir ranum Nindita.

“Ayo kita mandi lebih awal, dan menyambut malam yang hangat.”

Bima menatap genit pada Nindita seraya menyerahkan sebuah paper bag untuk istrinya.

“Apa ini?” tanya Nindita.

“Buka saja!”

Nindita membulatkan matanya, ia segara memasukkan kembali barang itu ke paper bag setelah ia melihatnya. Ia melihat ke kiri ke kanan, takut anak-anak tiba-tiba datang. Sebuah lingerie merah menggoda sebagai hadiah untuk Nindita, bahkan perempuan itu bersemu dibuatnya.

“Kamu udah tua masih genit ya, Mas.” Nindita tersenyum malu pada suaminya.

“Genit sama istri sendiri, apa salah?”

Nindita menggeleng-gelengkan kepala melihat tingkah suaminya.

“Aku sangat merindukanmu, Sayang.” Kembali sebuah kecupan mendarat di pipinya.

“Aku juga.” Diakui, Nindita juga begitu merindukan kehangatan itu, meskipun ia malu untuk mengungkapkannya.

Umur Nindita hanya terpaut lima tahun dari umur Bima. Bima kelihatan lebih muda dari usianya, begitu juga Nindita, keduanya tampak awet muda. Mungkin sebab itu gairah untuk kehangatan masih menggelora, seolah selalu muda.

*

Minggu pagi. Nindita dan anak-anak pergi berbelanja, hanya tinggal Bima dan Angga di rumah. Angga berpikir, ini kesempatan terbaik untuk menanyakan semuanya ke papanya.

Angga sudah menyiapkan diri dengan apa pun jawaban papa. Ia kerap kali memperhatikan papanya, entah di meja makan, atau saat akan berangkat ke kantor. Semalam papa juga lembur, dan pulang pukul dua belas malam. Angga masih belum tertidur, ia mendengar saat pintu depan terbuka dan mama menyambut kepulangannya.

Saat Angga berhadapan dengan Bima, mata itu tak terlepas dari jam tangannya. Tak hanya jam tangan, tapi jarinya juga persis seperti dalam video itu.

Angga menghampiri Bima yang pagi itu sedang membaca koran dengan secangkir kopi di hadapannya. Lelaki dewasa itu duduk di belakang rumah, dekat taman belakang dan kolam renang. Di situ terdapat sebuah meja bundar dan beberapa kursi kayu berukir mewah. Semua itu Nindita yang memilihnya, ia yang sepenuhnya andil dalam pembelian perabot rumah, bahkan warna cat rumah. Seleranya membuat Bima bertepuk tangan, perpaduan ornamennya elegan seperti Nindita.

“Pa ...,” sapa Angga, dan langsung duduk di hadapan papanya.

“Hei, Angga. Nggak keluar sama teman?” Bima menurunkan sedikit halaman koran yang ia baca, ia tak menyadari kedatangan anak sulungnya jika Angga tak bicara.

“Nggak, Pa. Lagi males.” Angga berkata.

Bima hanya mengangguk-anggukan kepala. Ia melipat koran yang tadi ia baca, lalu menyesap kopi buatan istrinya. Masih hangat, karena baru beberapa menit lalu diseduh. Rasa manis dan pahit seketika mengalir di kerongkongannya, nikmat. Bagi Bima, tak ada kopi yang lebih nikmat daripada buatan Nindita.

“Aku mau nanya sesuatu, Pa,” ucap Angga hati-hati.

“Apa itu? Katakan, Ga.” Bima mempersilakan anaknya untuk bertanya. Lelaki itu memang tak pernah mengekang atau membatasi anak-anak untuk bertanya.

Angga mengeluarkan ponsel dalam saku celana pendeknya. Ia membuka video hasil d******d beberapa malam yang lalu. Kemudian, ponsel itu ia berikan untuk Bima, membuat laki-laki itu terlihat bingung dengan anak sulungnya.

“Apa yang ada di video ini adalah papa?” tanya Angga berani.

Sejenak wajah Bima terlihat pias. Ia terkejut saat menonton video beberapa detik itu. Video pernikahan yang telah diedit dan diunggah oleh seseorang di sosial media. Jantung Bima bergetar tak seirama menunjukkan sinyal bahaya dan ketakutan yang mendera.

Lalu, Bima memicingkan mata, dan bertingkah normal untuk menutupi gugupnya.

“Mana yang kamu maksud papa?” Bima malah balik bertanya pada Angga.

“Lelaki yang memakai jam tangan itu. Persis milik papa, kan?” jelas Angga lagi.

“Papa pernah bilang itu jam tangan limited edition. Apa itu papa?” tanya Angga lagi.

Angga seolah tak memberi ruang untuk papanya berpikir. Namun, bukan Bima namanya jika tak bisa mengelak dari itu semua.

“Iya, jamnya persis punya papa. Tapi bukan hanya papa yang memiliki jam tangan seperti itu. Barang kw juga merebak di pasar, Ga.”

Bima berusaha tetap tenang. Ia menepuk pundak Angga dan memberi penjelasan.

“Itu bukan papa, Ga. Di tengah kesibukan seperti ini, mana sempat papa main tiktok.”

“Wanita itu?” tanya Angga lagi. Bahkan kini ia menatap tajam papanya.

“Lebih-lebih wanita itu. Papa nggak tau,” Bima menggeleng meyakinkan.

Angga diam, tapi pikirannya tetap tak tenang.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi
Komen (1)
goodnovel comment avatar
Partinah Partinah
inaya putri bungsu thor...anak sulung itu anak peetama
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terbaru

  • Video Pernikahan Papa   63. Extra Part POV Bima

    Extra Part POV Bima.Hidupku nyaris sempurna bersama Nindita dengan dikarunia tiga orang anak. Karir juga semakin merangkak pesat, hingga aku diangkat menjadi branch manager di perusahaan tempatku bekerja. Tentu perjalanan itu tak lepas dari dorongan dan semangat dari Nindita, ia selalu ada di belakangku dalam situasi apa pun.Hal yang paling kusukai dari Nindita adalah cara bicaranya yang lembut, begitu tahu bahwa lelaki paling tak bisa diusik harga dirinya. Jadi, saat aku lelah bekerja dan menceritakan keluh kesah, ia hanya mendengar, tanpa menyela lebih dulu karena ia tahu persis aku hanya butuh didengarkan, bukan butuh nasehat tanpa diminta.Nindita tak hanya cantik, tapi juga cekatan. Ia sanggup mengerjakan pekerjaan rumah sendirian, terkadang aku yang merasa kasihan dan sering menolongnya. Namun, ketika aku menawarkan untuk menyewa ART, ia menolak karena akan bosan di rumah tanpa pekerjaan. Ia ingin uangnya ditabung untuk pendidikan anak-anak. Kami hidup rukun dan damai, dengan

  • Video Pernikahan Papa   62. Pergi untuk Merindu

    Bab 62.Hari berganti bulan dengan segala aktivitas yang dilalui. Angga tetap fokus membersihkan namanya di sekolah itu agar orang tak mengenalnya dengan kenangan yang buruk. Meskipun sedikit terlambat, di tahun terakhir ia benar-benar belajar dengan giat, ia juga mengikuti setiap olimpiade yang diadakan di sekolah. Bukan untuk menang, tapi untuk menjaga konsistensi dalam belajar, juga menantang diri dengan soal-soal. Matematika yang dulu ia anggap biasa saja, meskipun menurut teman-teman ia mahir dalam bidang itu, kini ia fokus pada pelajaran eksak itu.Menurut Angga, Matematika seperti memberikan tantangan dalam belajarnya. Ia bisa berpikir lebih fokus dan lebih kritis dalam menyelesaikan soal-soal.Hingga kini, di kamarnya tak hanya ada piala penghargaan dari pertandingan basket. Namun, ada beberapa piala olimpiade Matematika tingkat sekolah.Media sosialnya banyak memberikan komentar dan pujian. Namun, tak sedikit juga yang masih mengenangnya sebagai anak yang memergoki perseling

  • Video Pernikahan Papa   61. Awal yang Baru

    Bab 61."Ck!" Angga berdecak kesal. Tangisan bayi membuatnya tak fokus belajar. Semakin hari berada di apartemen itu semakin membuatnya tak nyaman dan bising. Padahal ia perlu belajar dengan giat untuk tes segala macam. Tentu butuh keheningan untuk fokus dalam semua pelajarannya.Angga keluar dari kamar, ia ingin mengambil minuman untuk sekadar menenangkan pikirannya. Saat ia keluar, ia bersitatap dengan Bima yang sedang menuju kamar bayi mereka yang baru berusia beberapa bulan."Kenapa, Sel? Kok bisa Rafa nangis dari tadi sih?" tanya Bima yang baru saja ingin merebahkan diri, tapi suara tangisan bayi yang dinamai Rafa itu kembali membangunkannya."Nggak tau, Mas. Dari tadi nangis mulu.""Urus dengan baik, Sel. Kamu nggak bisa kasih ketenangan buat dia, kalau sibuk main hp terus."Selly menatap tak suka pada suaminya. Sementara Bima tahu bahwa Selly sejak tadi hanya bermain ponsel, tanpa peduli pada tangisan anak kecil itu."Jangan nuduh aku nggak becus, Mas! Aku bahkan besarin Enzy

  • Video Pernikahan Papa   60. Dua Rumah

    Bab 60."Menikahlah lagi, Pa!" ucap Sam pada papanya.Surya yang sedang menyesap teh hangat itu hampir saja tersedak minuman. Dari semua hal yang terjadi dalam hidup Sam, sungguh sama sekali tak terbayang olehnya anak itu akan mengatakan kalimat itu.Beberapa saat hening dan keduanya saling menatap. Surya bahkan tak tahu harus menanggapi seperti apa. Ia senang, tapi pikirannya tetap memikirkan bagaimana sikap Sam nantinya jika ia menikah lagi."Aku serius, Pa. Aku rasa, rumah ini sudah saatnya memerlukan seorang perempuan yang bisa menjaga dan menyayangi." Sam mengangguk yakin, ia sudah memutuskan itu semua. Ia terlalu banyak protes untuk hidupnya sendiri, yang nyatanya tak ada yang berubah.Sam merasa terlalu egois jika terus membiarkan papanya hidup seorang diri, apalagi melihat mamanya yang bisa hidup bahagia setelah bercerai. Sam merasa ia telah mengekang papa. Ia merasa papa juga butuh teman hidup untuk berbagi keluh kesah, dan bahagia.Ya, papanya layak bahagia.Surya tak menik

  • Video Pernikahan Papa   59. CLBK

    Bab 59."Ma, menikahlah lagi!" ucap Angga menatap sang mama yang seketika mengerutkan keningnya.Nindita masih tak mengerti apa yang Angga pikirkan saat ini. Ia sendiri tak yakin sudah sembuh dari luka lamanya bersama Bima, dan menikah lagi adalah hal yang harus dipikirkan secara matang. Tak hanya tentang hatinya sendiri, tapi juga tentang mental anak-anaknya. Nindita merasa tak siap dengan itu semua. Ia merasa jika pun akan menikah, pasti anak-anak butuh waktu untuk bisa menerima kehidupan baru bersama orang baru.Belum lagi usia Nindita yang tak lagi muda dan memiliki tiga orang anak yang sudah besar dan tentu butuh biaya banyak untuk kehidupan. Lalu, siapa yang akan menikahinya?Masih dengan kebingungan yang belum berakhir, tiba-tiba pandangnya beralih ke pintu di mana dua orang lelaki masuk ke rumah mereka. Dua orang yang Nindita kenal sejak dulu."Aa Wisnu? Imran?" Sungguh Nindita tak mengerti dengan semua itu. Mengapa tiba-tiba orang-orang di masa lalu Nindita berada di sini di

  • Video Pernikahan Papa   58. Sweet Eighteen

    Bab 58.Jadwal Angga semakin padat setelah memutuskan untuk aktif bernyanyi di YouTube dan media sosial lainnya. Namun, baginya pendidikan tetap nomor satu. Tahun terakhir harus lebih baik dari sebelumnya. Ia berusaha membagi waktu sebijak mungkin agar semua aktivitasnya terlaksana dengan baik. Angga dan Sam juga mengikuti serangkaian tes untuk bisa masuk ke perguruan tinggi. Melengkapi persyaratan sejak dini untuk bisa menjadi siswa yang akan dikenang dengan catatan baik.Video Angga dan Sam sering viral setelah malam itu. Keduanya mengcover lagu-lagu yang sedang viral di Tiktok, dan merekamnya di kamar Sam. Saat Sam memberitahu pada papanya, bahkan Surya membantu membelikan apa yang mereka butuhkan untuk merekam.Nama Angga dan Sam menjadi terkenal di sekolah, bukan lagi sebagai pembuat onar. Namun, kini sebagai siswa kreatif dan berbakat. Bahkan terkadang siswa-siswi di sekolah meminta berfoto layaknya selebritis."Sok ngartis lo," ejek Angga pada Sam yang terlihat begitu percaya

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status