Sementara di dalam kamar Davin dan Kanza, dua insan berlawanan jenis itu sedang menghabiskan malam panjang dengan berbagi kehangatan. Lalu dengan nafas yang masih tersegal, Davin berbisik di telinga Kanza, “Aku sangat mencintaimu."
“Aku juga mencintaimu Mas,” balas Kanza dengan suara manja sambil mengusap peluh di dada Davin.
“Mas, kapan kamu akan menceraikan Renata,” lanjut Kanza.
“Aku tidak akan menceraikan Renata.”
“Mau sampai kapan kalian berpura-pura menjadi suami istri?”
“Aku tidak berpura-pura menjadi suami Renata, pernikahan kami sah di mata hukum negara dan agama, jadi tidak ada kepura-puraan.”
“Lagi pula keluargaku sangat menyayangi Renata bahkan melebihi kasih sayang papi terhadapku,” sambung Davin.
“Jika begitu biarkan Renata memiliki kekasih, dengan begitu orang tuamu tidak akan menyalahkanmu, mereka akan menyalahkan Renata,” papar Kanza.
“Maksud kamu membiarkan Renata berselingkuh?” tanya Davin dan dijawab anggukan oleh Kanza.
“Hal itu tidak akan aku biarkan, sampai kapanpun aku tidak akan menceraikan Renata,” ucap Davin seraya menyibakkan selimut dan bangkit dari tempat tidur menuju kamar mandi.
Entah kenapa setiap kali Kanza meminta Davin menceraikan Renata ia selalu murka.
“Tanpa kamu sadari kamu sudah jatuh cinta dengan Renata Mas,” gumam Kanza seorang diri menahan amarah dan rasa cemburu.
Renata baru saja selesai mandi pagi ini, ia menuju ruang makan untuk mencari makanan, perutnya terasa sangat lapar, karena sejak semalem belum terisi makanan barang sedikitpun, roti yang ia bawa saat kembali ke rumah belum sempat ia makan.
Kanza dan Davin sudah berada di sana dengan penampilan yang rapih.
“Sini Re, aku sudah buatkan sarapan untuk kamu,” ucap Davin seraya menyodorkan sepiring nasi goreng seafood ke hadapan Renata.
“Sorry Dav, aku mau joging dulu,” ujar Renata segera meninggalkan meja makan tanpa menoleh lagi, rasa lapar yang sejak tadi ia dirasakan hilang saat melihat kemesraan Davin dan Kanza.
Renata keluar rumah tanpa semangat, sebenarnya ia tidak ingin joging pagi ini semua hanya alasan agar ia tidak melihat kemesraan mereka.
Baru beberapa langkah Renata keluar dari halaman, seorang laki-laki muda menghamprinya.
“Hai, apakah kamu penghuni rumah sebelah?” sapa lelaki tersebut.
Renata menoleh ke arahnya lalu ke belakang menengok rumah yang baru saja ditinggalkan.
“Aku Reynaldi, panggil saja Rey, aku tinggal di sebelah rumahmu,” sambung lelaki itu.
“Darimana anda tau kalau saya penghuni rumah ini?” tanya Renata sedikit ketus.
“Aku lihat kamu keluar dari sana,” jawab Rey datar.
“Kamu memata-mataiku?”
“Hai Nona, kita baru saja kenal bahkan aku belum tau siapa namamu, lalu bagaimana mungkin aku memata-mataimu,” jawa Rey sambil mengimbangi langkah kaki Renata.
Langkah mereka terhenti seiring suara klakson mobil dari arah belakang, kaca mobil terbuka, “Renata, aku mau antar Kanza dulu keapartemennya, kamu jangan lupa sarapan,” ujar Davin sambil melirik sekilas kearah Reynaldi yang berdiri di samping Renata.
Renata hanya menganggukan kepala, sepintas ia melihat di dalam mobil, nampak Kanza melemparkan senyum penuh arti kearahnya.
“Siapa mereka?” tanya Reynaldi setelah mobil yang ditumpangi Davin dan Kanza kembali melaju.
“Suamiku.”
“Oya… lalu wanita di sebelahnya tadi?”
“Kekasihnya,” jawab Renata datar sambil melangkahkan kakinya.
Reynaldi termenung sejenak, tak habis pikir, dan tersadar setelah Renata berada beberapa langkah di depannya, sambil berlari kecil ia kembali mensejajarkan langkahnya dengan Renata.
“Renata tunggu!” seru Reynaldi dari belakang.
“Darimana kamu tau namaku?” tanya Renata tanpa menoleh.
“Tadi suamimu panggil kamu dengan nama Renata,” jawab Rey yang kembali berada di sampingnya
Tiba-tiba Renata berbalik arah menuju rumahnya, membuat Reynaldi semakin bingung.
“Hey… Renata! arah tempat joging bukan ke sana,” teriak Reynaldi.
“Aku mau pulang gak jadi joging!” balas Renata sedikit berteriak juga.
“Dasar cewek aneh,” umpat Reynaldi.
Reynaldi pun kembali melanjutkan joging dengan beribu tanya memenuhi benak dan kepalanya. Lelaki itu suaminya? dan wanita di dalam mobil tadi kekasih suaminya? Lalu... Aah sudahlah! ucap Reynaldi dalam hati sambil berlari kecil.
“Halloo… Renata sayang, lagi apa?” suara Davin menyapa Renata yang sedang duduk di sofa sambil memainkan handponenya.
“Tumben kamu nganter Kanza cuma sebentar?” tanya Renata yang merasa heran karena biasanya jika sudah bersama Kanza, Davin akan menghabiskan waktu yang lama.
“Mama tadi telepon, katanya mau datang kesini sore nanti.”
“Sore ini?”
“Heum,” jawab Davin sambil merebahkan kepalanya di bahu kiri Renata.
“Ya sudah kalau begitu aku mau bikin masakan buat makan nanti, mereka pasti makan malam di sinikan?” ucap Renata hendak bangkit dari duduknya.
“Tidak perlu, Mama pasti bawa masakan dari rumah,” ujar Davin menarik lengan Renata agar kembali duduk di sisinya.
Seperti yang disampaikan Davin, hampir pukul 5 sore kedua orang tua Davin tiba. “Gimana kabar kalian,” tanya nyonya Iriana, mamanya Davin kepada anak dan menantunya.
“Baik Ma. Oiya, Mama Papa mau minum apa, aku buatkan ya?” tanya Renata.
“Nanti aja, ini Mama bawa makanan, letakkan di meja makan,” ucap nyonya Iriana sambil memberikan sejumlah bungkusan berisi makanan kepada Renata.
"Kalian sampai sekarang belum punya ART?" tanya mamanya Davin saat melihat Renata membawa sendiri bungkusan itu ke meja makan.
"Belum Ma, dan Renata memang lebih suka mengerjakannya sendiri," jawab Davin sambil menyusul Renata ke meja makan.
“Davin, kamu ngapain ikut aku ke sini?” tanya Renata setengah berbisik saat mengetahui Davin mengekor di belakangnya.
“Gak ngapa-ngapain, cuma ikutin kamu aja.”
“Ish… gak jelas,” gumam Renata.
Tak lama berselang setelah Renata menata makanan yang dibawa oleh mamanya Davin di meja, kemudian ia kembali ke ruang tamu untuk mempersilahkan kedua mertuanya beristirahat.
"Mama Papa pasti lelah, silahkan istirahat dulu, kamar dan perlengkapan mandi sudah aku siapkan," ucap Renata.
“Duduklah ada yang ingin kami bicarakan,” perintah nyonya Iriana kepada anak dan menantunya.
Mereka pun duduk berdampingan, siap mendengarkan apa yang akan dibicarakan oleh mama dan papanya Davin.
“Apa tidak sebaiknya nanti selesai makan malam saja baru kita bicarakan, sekarang kita istirahat saja dulu,” Tuan Anggara, papanya Davin menimpali.
APAKAH INI RINDU?“Siang, Bu?” sapa, Dita sang sekretaris begitu melihat Renata nberjalan mendekati mejanya.“Siang, Dit. Apa jadwalku hari ini?” tanya Renata.“Tidak ada, Bu. Hanya bebrapa berkas yang perlu Ibu tandatangani,” ujar Dita.“Ok, antarkan keruanganku ya.” kemudian Renata berjalan menuju ruangannya, diiringi Bimantara.Tidak seberapa lama Dita masuk dengan membawa berkas-berkas ke meja Renata.“Dita, apakah ruanganku sudah bisa digunakan?” tanya Bimantara yang sedang duduk di sofa.“Untuk saat ini belum, Pak. Kemungkinan lusa sudah bisa digunakan,” jawab Dita.“Ruangan? Ruangan apa?” tanya Renata tidak mengerti.“Aku sudah resmi di angkat menjadi asisten pribadimu,” ujar Bagaskara dengan rasa percaya diri.“Asisten pribadiku? Siapa yang menganggkatnya?” “Mas, Rey.”“Ish! Kenapa orang itu selalu bertindak sesuka hatinya?” heran Renata.“Maaf, Pak, Bu… saya
SIDANG PERTAMA PERCERAIANPagi-pagi sekali, Renata sudah rapih dan bermain dengan putra kecilnya yang semakin hari semakin menggemaskan.“Apa rencana hari ini, Re,” tanya Martha di sela candanya dengan sang cucu.“Pagi ini sidang pertama aku dan Davin akan di laksanakan, Mah,” ucap Renata sambil menghela nafas.“Papa tidak bisa menemanimu hari ini, Nak,” ucap Gunawan sambil berjalan mendekat.“Tidak apa, Pah, nanti akan ada Bima yang menemaniku,” ucap Renata sambil tersenyum.“Semoga semua berjalan dengan baik,” ujar Martha seraya menggenggam tangan sang putri.Renata, mengangguk serta mengaminkan ucapan mamanya, disusul kecupan sayang dari sang papa.“Jangan pernah merasa sendiri, Papa tau kamu anak yang kuat dan mandiri, Papa akan lakukan apapun untuk kebahagiaan kamu dan Arkana,” ujar Gunawan memebrikan suport.“Terimakasih, Mah, Pah. Kalian selalu memberikan yang terbaik untukku,” ucap Renata.
PESONA SANG CEOSuara ketukan pintu menghentikan perbincangan Reynaldi dan Renata dalam ruangan CEO.“Permisi, Pak, Bu. Meeting akan segera dimulai,” ucap seorang wanita muda dengan penampilan kantor yang rapih.“Oiya… Dita, kenalkan ini Ibu Renata, mulai saat ini kamu akan bekerja untuk beliau, Re… kenalkan ini Dita yang akan menjadi sekretarismu,” ucap Reynaldi memeperkenalkan kedua wanita di hadapannya.“Baik, Bu Renata, selamat datang dikantor,” ucap Dita sambil membungkukkan badannya.“Terimakasih, Dita semoga kedepannya kita dapat bekerjasama dengan baik,” sambut Renata seraya mengulurkan jabatan tangan.“Baik, kita keruangan meeting sekerang, Dita semua berkas sudah di persiapkan?” ujar Reynaldi.“Semua sudah beres, Pak.” Jawab Dita.Mereka berjalan menuju ruangan meeting dimana para direksi dan petinggi perusahaan sudah berkumpul.“Selamat siang semuanya,” sapa Reynaldi, setibanya mereka di ruan
HARI BARU UNTUK RENATADavin, menepikan mobilnya, diikuti Renata, belum sempurna ia memarkirkan kendaraannya di trotoar jalan, nampak Davin berjalan ke arahnya. Laki-laki tampan yang diam-diam ia puja sejak kecil, yang berhasil mengukir senyum di bibirnya sekaligus menorehkan luka yang teramat dalam di hatinya.Davin, membantu membukakan pintu mobil Renata.“Tidak perlu berlebihan, Davin. Aku bisa sendiri,” ujar Renata.“Aku hanya ingin membantu membukakan pintu mobil,” jawab Davin.“Katakan apa maumu?” tanya Renata.“Kita bicara di sana,” ucap Davin, seraya menunjuk ke arah mini market yang terdapat tempat duduk di depannya.Tanpa bertanya lagi, Renata langsung berjalan menuju tempat yang di maksud oleh Davin.“Re… aku merindukanmu,” ucap Davin sambil berusaha meraih tangan Renata yang berada di atas meja.“Sudah cukup sandiwaramu,” ucap Renata tanpa melihat Davin yang duduk di hadapannya dan menarik tangan
PERJUMPAAN DI LAMPU MERAHKanza, terbelalak melihat notif di layar handponenya, ada no tidak di kenal mengirimkan beberapa gambar dirinya yang sedang bersama dengan, Kevin teman lelakinya.Ia berusaha menghubungi, tetapi sepertinya nomer tersebut adalah nomer fiktif yang hanya sekali pakai.Kanza, membanting hanphonenya ke atas sofa, lalu berjalan ke arah whastafel membasuh wajah tegangnya.“Siapa yang berani melakukan hal ini?” tanyanya dalam hati.“Apa mungkin, Renata?” sambungnya sambil megerutkan kedua alisnya.Davin, keluar dari kamar, bergegas Kanza meraih ponsel dan menyembunyikannya di balik badan, Davin napak rapih pagi ini, setahu Kanza, Davin sudah tidak lagi bekerja.“Mau kemana, Mas?” tanya, Kanza seraya memandang penampilan, Davin.“Kantor,” jawab Davin singkat.“Sudah mendapat pekerjaan?”Davin, tidak mejawab pertanyaan, Kanza. Ia memasukan laptop ke dalam tasnya.“Mungkin, a
DENDAM RENATADi dalam kamar, Renata baru saja membuka mata, ia memperhatikan sekeliling ruangan.“Di mana aku?” ucapnyan lirih, ia pun terkejut dengan pakaian yang ia kenakan.“Apa yang terjadi?” Renata beringsut dari atas tempat tidur, langsung berdiri dan berjalan ke arah kaca, ia memandang wajah dan sekujur tubuhnya.Suara ketukan pintu membuyarkan lamunannya. “Re… sudah bangun?” tanya Reynaldi, seraya membuka pintu.“Apa yang terjadi denganku?” tanya Renata.“Kamu, tidak ingat sama sekali?” tanya, Reynaldi. “Coba di ingat-ingat, apa yang kamu makan atau minum di tempat acara tadi malam,” ucap Reynaldi, seraya menyentil kening, Renata dengan jarinya. Lalu duduk di sudut tempat tidur.Renata, duduk di bangku depan cermin, Reynaldi memperhatikan wajah cantik di hadapannya. Hanya dengan mengenakan kaos oblong, celana pendak, rambut di ikat sembarangan terkesan berantakan, namun tidak mengurangi kecantikan seorang,