##BAB 17"Astagfirullahaladzim, Ibu kok bicara seperti itu?" Aku segera mengangkat Arum, lalu mengajaknya sedikit menjauh. Takut jika nanti dia kembali berkata kasar."Munafik," ucap si wanita tua itu dengan mata berapi-api."Bu, mungkin ini semua salah paham. Kita bisa bicarakan semuanya baik-baik. Ada anak kecil yang mendengarkan." Ibu mencoba menanggapi kemarahan wanita tua ini dengan sabar. Meskipun dia sendiri tidak tahu permasalahannya."Sudah, ndak usah sok baik deh! Kamu inget ndak waktu itu kamu gendong bayi itu terus di beri tumpangan sama suamiku?""Astagfirullahaladzim, waktu motor Lek Tarno mogok dijalan? Ya Allah, Bu. Itu suami Ibu sendiri lho yang menawarkan. Katanya kasihan melihat saya panas-panas dorong motor. Lalu saya diantar sampai ke pasar. Sudah itu saja ndak lebih. Ada saksinya kok, Lek Tarno.""Halah, Ndak usah banyak alesan.""Wi, coba kamu panggil Lek Tarno biar dia menjelaskan semua." "Baik, Bu." Aku segera pergi ke rumah Lek Tarno yang tidak terlalu jauh.
[Ih, kamu ini ndak tau apa? Satu kampung heboh, suamimu nikah sama Dian.][Suami? Hampir mantan][Tapi kan belum][Bentar lagi]Juleha kembali mengirim gambar Mas Veri yang tengah mencium pucuk kepala Dian. Wanita tua yang menjadi selingkuhannya selama ini. Astaga, melihatnya saja aku ingin muntah. Kenapa keluarganya mengizinkan mereka menikah?Bukannya Dian masih berstatus istri orang. Sedangkan Mas Veri belum ada putusan. Nggak masuk akal?[Gil* ya, keluarga Veri. Apa kagak punya malu ya. Habis digrebek lalu menikah. Pake senyum-senyum segala lagi] Aku hanya membaca saja pesan dari Juleha tanpa berniat membalasnya. Lebih baik aku ikut tidur saja bersama Arum. ****POV Veri"Pak, ini uang buat bayar denda dan juga buat bayar sekolah Anis." Aku menyodorkan setumpuk uang. Semua orang yang tengah duduk di depan televisi pun heran dibuatnya dari mana aku mendapatkan uang tersebut?"Darimana kamu dapet uang sebanyak ini, Ver?" tanya Mama yang langsung cepat duduk dengan posisi tegap."
POV DewiSeperti biasa, aku bangun pagi setelah mendengar adzan subuh berkumandang. Menunaikan sholat dua rekaat selebihnya menyiapkan semua kebutuhan Arum. Sabar Nak, kita pasti bisa melewati ini semua. Aku yakin kamu akan tumbuh menjadi anak yang kuat dan juga Sholehah meski tanpa sosok ayah yang mendampingi. Aku yakin Tuhan memiliki rencana yang jauh lebih indah lebih dari yang kita harapkan. Meskipun kali ini kita harus merasakan sakit terlebih dahulu.Tanganku masih sibuk menyiapkan sarapan pagi. Namun pikiranku kembali mengingat wanita yang datang kemarin."Ibu kemarin bicara apa dengan wanita itu?" Ibu menghentikan aktivitasnya mencuci piring sejenak lalu kembali melanjutkan."Ibu ndak bicara apa-apa! Ibu hanya bicara kalau ibu Ndak punya hubungan dengan suaminya. Itu saja!""Dia percaya?""Nggak tau. Lek Tarno kemarin kenapa ndak datang?" Ibu berbalik badan agar bisa melihatku."Lek Tarno ndak ada dirumah. Malah Bulek Riris marah-marah Ndak jelas.""Memang begitu sifatnya, ma
Hari ini aku libur bekerja. Setelah dua bulan lamanya aku mengurus surat cerai akhirnya status janda kini sudah aku sandang. Harus ekstra sabar dengan omongan tetangga dan juga harus kuat mengurus semua sendirian. Meskipun Arum harus tumbuh tanpa Ayah di sampingnya. Tak masalah bagiku, kucurahkan kasih sayang berlebih untuknya seorang. Ditambah Ibu selalu setia menjaga nya menambah kasih sayang, membuat Arum tak pernah kekurangan kasih sayang."Assalamualaikum." Salam terdengar dari luar rumah. Aku yang sedang sarapan pun meletakan sendok berniat membuka pintu."Sudah, Ibu saja. Kamu lanjutkan makan!" Aku mengangguk. Ibu yang tengah membawa seikat daun pepaya dan juga daun singkong ia letakan diatas meja. Lalu berjalan menuju sumber suara."Waalaikumsalam," ucap Ibu sembari membuka pintu. Aku langsung meletakan piring kotor pada wastafel lalu mencuci tangan. Berjalan menghampiri siapa yang bertamu.Aku berjalan menuju ruang tamu. Melihat Ibu sudah memeluk Mas Bayu dan juga Mbak Ika si
POV DewiKerompyang ….Terdengar suara gaduh dari kamar Mbak Ika. Semua orang yang tengah berkumpul di kamarku hanya bisa saling melempar pandangan. Ada apa lagi ini?"Istrimu kenapa itu, Yu?" tanya Ibu sembari mengusap punggung Arum.Mas Bayu tidak menjawab. Dia langsung bergegas menuju kamar, mencari tahu apa yang telah terjadi disana."Apa yang kamu lakukan, Ika?" tanya Mas Bayu sembari memungut kaleng roti yang berisi kerupuk itu. "Nathan ini lho, Pah. Suka makan yang aneh-aneh. Mama kan sudah bilang jangan makan beginian! Ngerti nggak sih?!""Papa …." Nathan memeluk Mas Bayu, dia terlihat ketakutan mendengar Mbak Ika berteriak dihadapannya."Astagfirullahaladzim," ucap Mas Bayu pelan, tangannya tak henti mengusap kepala putranya dengan lembut. Aku yang sudah berdiri dibelakang Mas Bayu hanya bisa ikut beristighfar.Entah bagaimana hati Mas Bayu saat ini? Apakah merasa malu atau merasa tak enak sendiri padaku dan juga Ibu. Mbak Ika yang baru saja tiba sudah memperlihatkan sikap y
POV DewiKerompyang ….Terdengar suara gaduh dari kamar Mbak Ika. Semua orang yang tengah berkumpul di kamarku hanya bisa saling melempar pandangan. Ada apa lagi ini?"Istrimu kenapa itu, Yu?" tanya Ibu sembari mengusap punggung Arum.Mas Bayu tidak menjawab. Dia langsung bergegas menuju kamar, mencari tahu apa yang telah terjadi disana."Apa yang kamu lakukan, Ika?" tanya Mas Bayu sembari memungut kaleng roti yang berisi kerupuk itu. "Nathan ini lho, Pah. Suka makan yang aneh-aneh. Mama kan sudah bilang jangan makan beginian! Ngerti nggak sih?!""Papa …." Nathan memeluk Mas Bayu, dia terlihat ketakutan mendengar Mbak Ika berteriak dihadapannya."Astagfirullahaladzim," ucap Mas Bayu pelan, tangannya tak henti mengusap kepala putranya dengan lembut. Aku yang sudah berdiri dibelakang Mas Bayu hanya bisa ikut beristighfar.Entah bagaimana hati Mas Bayu saat ini? Apakah merasa malu atau merasa tak enak sendiri padaku dan juga Ibu. Mbak Ika yang baru saja tiba sudah memperlihatkan sikap y
"Danu siapa?""Danu Kang cilok." Dewi mengernyitkan kening ketika mendengar teman dekatnya menjawab."Halah, masa kamu lupa sih? Danu mantan kamu waktu sekolah.""Astaga, ngomong dong. Iya ya, kalau inget waktu SMA aku masih unyu-unyu nan cantik," ucap Dewi sambil matanya mengerling."Halah, kepedean. Sekarang dia jadi pimpinan kita. Istrinya meninggal setahun yang lalu kena kanker ganas.""Kok kamu tahu? Kepo ya? Atau malah diem-diem kamu cari tahu?" Dewi menebak diiringi senyuman yang sulit diartikan."Apaan sih, ya nggak mungkin lah, Wi! Buat apa coba? Suamiku itu lebih ganteng dari Danu."Dewi hanya mengangguk sembari bibirnya maju dua centi."Kek nya kalian jodoh deh, Wi. Kamu janda dia duda. Dah pas banget," ucap Juleha dengan mendekatkan jari manis sebelah kanan dan juga sebelah kiri."Ngomong apa kamu, Juleha?"Dewi dan juga Juleha melanjutkan pekerjaan dan juga obrolannya yang semakin tidak jelas. Membicarakan banyak hal membuat mereka lupa akan waktu dan pekerjaan tak terasa
"Nis, kamu ambil minum sana! Mama haus, ambilkan juga buat Tante Dian." Tangan Halimah menepuk paha Anis sedikit kasar. Agar sang anak paham posisinya saat ini."Apa sih, Ma? Ambil aja sendiri!" Anis menolak. Pandangannya masih fokus pada benda pipih di tangan. "Sudah, buru!" Tangan Halimah menyambar ponsel milik Anis lalu matanya melotot agar Anis segera bangkit dari duduknya."Iya, iya! Bawel," ucap Anis dengan sedikit jengkel."Ih, bocah satu itu. Susah dibilangin!" "Kamu mau makan, Sayang? Aku ambilkan," tanya Veri pada Dian. Namun pandangan Dian tak beralih dari ponsel yang sedari tadi menjadi perhatiannya."Nggak usah! Aku mau pergi sebentar, nanti pulang sebelum acara pengajian dimulai. Oh, ya jangan lupa kamu cek berapa panen kita hari ini dan juga kamu bersihin kandang sapi. Besok ada yang mau beli sapi. Jadi kandang harus bersih!""Tapi, Sayang. Aku kan lagi ngurus acara ini, nanti siapa yang ngurus?""Kan ada Mama? Kalau ada bahan atau barang yang kurang biar Mama yang ny