Share

Bab 7

'Allahu Akbar, andai saja dia bukan Ibu mertuaku, mungkin sudah kusumpal mulutnya.' Dewi bermonolog dalam hati.

Apakah Halimah tidak mempunyai hati nurani? Atau justru hatinya sudah tertutup oleh set*n? Anak menantu yang dikhianati justru disalahkan atas tingkah anak lelakinya.

Andai Dewi bisa memilih, dia lebih memilih tinggal di rumah. Mengasuh Arum dan juga mengurus suami. Tapi ekonomi yang membuatnya harus tetap bekerja. Jika Dewi hanya mengandalkan gaji suaminya. Mana mungkin mereka sudah memiliki motor dan juga bisa mencukupi kebutuhan sehari-hari.

Padahal semua kebutuhan bulanan sudah dicukupi oleh Dewi. Tak lupa dia juga membeli beras. Jika uang Veri habis, dia tak segan-segan meminjam uang pada Dewi dengan dalil membeli kuota. Lelaki macam apa itu, mengandalkan uang milik istri. Padahal jika dalam Islam uang suami adalah uang istri dan uang istri adalah uang istri itu sendiri. Kecuali jika si istri dengan ikhlas memberikannya. Berbeda lagi urusannya.

Kehidupan Dewi dan Veri sebenarnya jika dilihat tidaklah kacau. Veri selalu mengantar Dewi pergi ke pabrik setiap pagi jam tujuh tepat. Sedangkan jika pulang di jemput jam lima tepat. Jika Dewi libur, mereka menyempatkan berwisata meskipun hanya di sekitar rumah. Dewi selalu berusaha memberikan waktu yang terbaik untuk keluarga. Tapi malah justru kebaikannya malah disalah artikan.

"Dewi tidak salah dengar kan, Ma?" tanya Dewi heran. Kenapa dalam hal ini dia tetap salah dimata sang mertua padahal dia sudah berusaha memberikan yang terbaik untuk keluarganya. Apakah karena mereka masih satu atap?

"Kamu itu juga ikut salah, Wi. Veri tidak akan mencari kesenangan dari wanita lain kalau kamu sebagai istri tidak becus memberikan kesenangan pada suamimu sendiri. Makanya dia berani berselingkuh di belakangmu!" Hikmah mencebik. Wanita itu terang-terangan malah membela Veri. Yang jelas-jelas berbuat salah.

"Astagfirullahaladzim, Mama Ndak punya malu bicara seperti itu? Ini anak lelakimu yang salah, kenapa menyalahkan Dewi?!" Andi terlihat marah. Jelas saja, anak lelaki yang mereka eluh-eluhkan justru dengan mudahnya mencoreng nama baik keluarga. Kini justru Andi berbicara dengan menaikan nada bicaranya satu oktaf.

Beruntung Andi tidak seperti Halimah, membela anak meskipun berbuat salah.

"Dewi, Ibu menerimamu dengan tangan terbuka andai saja kamu tidak diterima di rumah ini!" Tiba-tiba Fatimah keluar dari kamar. Hati Ibu mana yang diam melihat anaknya dikhianati. Keluarganya tidak meminta maaf justru menyalahkannya.

"Sabar, Bu Fatimah. Kita bisa bicarakan ini baik-baik!" sahut Andi ketika melihat Fatimah keluar kamar.

"Dewi, maafkan Mas Dewi. Mas khilaf," ucap Veri membuat Dewi terkejut.

"Wah, Mas Veri ternyata masih bisa bicara ya? Kenapa sedari tadi diam saja? Ha? Mas, aku sakit hati Mas. Aku rela meninggalkan anak demi bisa bekerja membantu Mas mencari nafkah, dan ini balasanmu Mas?! Benar-benar jahat kamu, Mas."

"Dewi, Mas bisa jelaskan semuanya. Ini tidak seperti yang kamu pikirkan. Mas dijebak!"

"Perset*n dengan jebakan, tadi Mas bilang khilaf sekarang dijebak. Astaga, Mas. Kamu ini salah lho, masih saja mengelak."

"Benar, Wi. Veri sepertinya dijebak, tidak mungkin dia berbuat seperti itu!" 

Astaga, Halimah masih saja membela Veri.

Dewi tersenyum kecut. Mendengar ucapan sang mama mertua. Benar-benar diluar nalar kedua manusia ini.

"Aku mau kita bercerai, Mas!" ucap Dewi membuat mata Veri membelalak sempurna. Akankah Veri akan mengabulkan permintaan Dewi? kita tunggu part selanjutnya.

Komen (1)
goodnovel comment avatar
ArlanggaRamadhan
bagus ceritanya seru dan sedih
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status