"Sayur …." Suara cempreng Mpok Indun terdengar dari luar. Memang jam pagi begini akan ada banyak tukang sayur yang berkeliling. Tapi kalau masih pagi seperti ini hanya Mpok Indunlah yang baru datang.Dewi tak kunjung keluar dari kamar. Mungkin dia masih malas dengan seluruh keluarga ini. Hingga akhirnya terlihat Halimah keluar dari pintu dapur berniat membeli sayur."Mpok, tahu sama tempe sepuluh ribu, cabe juga sama sayur ini." Rentetan sayur langsung dipilih Halimah tanpa memperdulikan bisikan para tetangga. Halimah memang seperti itu, dia mertua yang bermuka dua. Ketika anaknya belum digrebek warga dia selalu baik di depan Dewi meskipun pada kenyataannya Halimah selalu membicarakan menantunya itu dibelakang. Tapi saat ini sikapnya yang sebenarnya benar-benar terlihat jelas. Dengan menyalahkan Dewi sebagai pemicu Veri berselingkuh. Bukankah itu aneh? Atau justru tak wajar? Ah, memikirkan wanita satu ini benar-benar harus ekstra sabar. Padahal semua tetangga yang juga berada di s
Veri nampak tidak sabar akan menemui sang kekasih malam ini. Hari yang begitu cerah secerah senyum yang selalu mengembang di bibirnya."Wi, sebelum ke rumah Ibu, siapkan dulu ya seragam kerja Mas dan juga sepatu." ucap Veri sembari menyeruput kopi."Iya, Mas. Nanti Dewi nginep di rumah Ibu dua hari ya? Dewi sudah lama Ndak nginep di sana. Lagian besok Dewi juga libur, Mas.""Iya, terserah kamu saja.""Mas Veri Ndak mau nganter Dewi?""Eh, Anu. Mas mau pergi dulu. Ada acara, mau jenguk Imam. Dia kan habis operasi," jawab Veri gelagapan. Karena memang dia sedang menyembunyikan sesuatu pada sang Istri. Dewi tak menaruh curiga sedikitpun. Apapun yang diucapkan suaminya Dewi percaya begitu saja. Karena Dewi yakin Veri tidak akan berbuat macam-macam. Dewi memang istri yang baik. Di tengah kesibukannya bekerja dia tetap mengurus keperluan suaminya dan juga anaknya dengan baik. Dewi juga tidak pelit dengan penghasilan yang ia dapat. Dia membeli banyak perabot rumah tangga untuk membantu Ha
##bab 10"Astaga kenapa bisa begini?!" ucap Halimah dalam hati. Ketika Pak RT menemuinya dan juga suaminya dirumah. Membicarakan bahwa sang anak akan di grebek oleh warga di rumah Dian. Meskipun awalnya wanita itu membantah tuduhan yang diberikan kepada putra sulungnya. Tapi akhirnya Halimah diam, ketika Pak RT memberikan bukti dengan memperlihatkan sebuah video."Astagfirullahaladzim." Satu kata yang keluar dari mulut kedua orang tersebut yakni Andi dan juga Halimah."Nis … Nis," teriak Halimah pada anak keduanya. "Apa sih, Ma? Teriak-teriak?" Anis datang dengan langkah gontai sembari mengacak-acak rambutnya yang tidak terlalu panjang. Tangannya turun dan segera membenahi tingkahnya ketika melihat Pak RT tengah duduk di ruang tamu. Anis pun berjalan menghampiri sang Mama menanyakan ada perlu apa ia hingga dipanggil. "Ada apa sih, Ma? Kok ada Pak RT disini?" tanya Anis berbisik di telinga Halimah."Telepon Mbak Dewi. Suruh dia pulang sekarang!""Kenapa? Kan baru tadi pagi Mbak Dewi
"Tapi bukan salah saya sepenuhnya! Istrimu lah yang menggoda saya," sahut Veri tak mau kalah."Apa? Menggoda kamu? Apa Ndak salah? Siapa yang datang setiap hari Kamis? Siapa yang datang sebelum pergi bekerja? Siapa yang datang setelah pulang bekerja? Siapa yang lebih dulu telepon malam-malam? Saya punya bukti, semua bukti ada ditangan saya. Saya ini yang korban, korban lelaki bejat seperti kamu!" ucap Dian dengan mata berapi-api. Dadanya naik turun menahan amarah.Duar ….Seketika Veri terkejut ketika mendengar Dian membuka semuanya."Sebanyak itu, Mas? Kamu benar-benar menjijikan!" Semua orang tersenyum kecut mendengar ucapan Dian dan juga ucapan Dewi baru saja. Veri pun tak menyangkal hanya bisa diam karena tidak ada satu orang pun yang membela. Sedangkan lelaki yang bergelar bapak itu juga hanya diam. Sesekali menarik napas dalam lalu membuangnya perlahan. Mungkin dia sadar jika sang anak memang bejat."Astagfirullahaladzim, bakar saja hidup-hidup manusia model seperti ini? Sudah
POV DewiAmarahku ikut memuncak ketika banyak orang berkata kasar pada Mas Veri. Terang saja dia begitu percaya dirinya berkata baru sekali. Padahal banyak saksi yang sudah mengetahui hubungan mereka berjalan selama setahun. Ya Tuhan, kemana saja aku selama ini hingga tak tahu jika Mas Veri bermain api dibelakangku. Aku memutuskan pergi dari tempat sidang. Dadaku sesak terasa nyeri dalam ulu hati. Meskipun sebenarnya sidang belumlah selesai. Aku juga tak menghiraukan jika nanti Mas Veri harus membayar denda sebesar lima belas juta. Satu juta saja mungkin dia tak punya apalagi sebesar itu. "Ibu." Aku berteriak memanggil Ibu ketika melihat sosoknya sudah berdiri diambang pintu. Mungkin sang besan tidak mempersilahkan dia masuk terbukti dia hanya berdiri tanpa duduk menghilangkan lelah selama perjalanan datang kemari.Ah, mertuaku ini juga begitu aneh. Dia tidak mau mengakui kesalahan putranya justru terkesan menyalahkan semuanya padaku."Nduk Wi, ayo pulang! Ndak usah tinggal di sini!
"Wi, makan dulu. Jangan melamun terus, kasihan Arum." ucap Ibu sembari mengambilkan nasi diatas piring yang ada di hadapanku. "Iya, Bu. Arum tadi udah kenyang, jadi dia dah tidur pules." Aku menoleh ke arah putri kecilku yang tengah tertidur di ruang tengah dekat dengan meja tivi."Kamu yang sabar! Veri itu memang kebangetan kok, istrinya sudah mau kerja bantu-bantu nyari duit malah dianya nyeleweng nggak bener," tutur Ibu sembari memasukan sendok pada mulut.Aku hanya memainkan sendok dan menatap nasi beserta lauk yang menggugah selera seperti biasa. Namun rasa lapar dan juga nafsu makan yang biasanya sudah menguap begitu saja. Seiring menguapnya perasaan ini pada Mas Veri. Lelaki itu benar-benar pintar bersilat lidah. Dan juga pintar memainkan sandiwaranya dengan apik.Ya Tuhan, lelaki itu masih saja menempati pikiranku. Tiap kali aku melakukan aktivitas pasti ingat dia. Saat aku makan pasti ingat dia. Bagaimanapun dia adalah Ayah biologis Arum. Jadi hal wajar jika hatiku masih saja
"Iya kawin, kamu mau ndak?""Maksud Mama Veri nikah lagi begitu?""Iya. Tapi ingat, sama perempuan kaya tapi juga nggak pelit!""Tapi kan Veri belum resmi bercerai, Ma.""Itu bisa diatur," ucapku sembari memainkan kedua alis.Aku harus bisa meyakinkan Veri agar dia mau menikah lagi. Urusan omongan tetangga itu dipikir belakangan. Yang aku mau hanya Veri menikah dengan perempuan kaya meskipun janda tak masalah. Yang terpenting bagiku dia bisa memberiku uang.***POV Dewi"Wi, kamu hari ini libur?""Iya, Bu. Mau ngurus soal perceraian. Biar Dewi lekas berpisah dengan Mas Veri.""Iya, Ibu setuju. Tapi inget kamu tetep jaga kesehatan ya? Jangan lupa makan yang banyak.""Halo, Mbak Dewi. Kok tumben nginep di rumah sendiri lama? Sudah semingguan lho disini." tanya salah satu tetangga yang tiba-tiba datang tak diundang. Mungkin mereka penasaran ada apa denganku?"Eh, Bude Wati. Mau kemana?" Aku justru bertanya kembali tanpa menjawab pertanyaan darinya. Karena memang masalah keluargaku tak a
POV Dian "Kita sebaiknya berpisah!" Mataku memanas seakan ada air bening yang siap meluncur dari tempatnya. "Aku minta maaf, Mas. Aku khilaf." Aku memohon agar Mas Bambang mau memikirkan kembali keputusannya itu. Tidak akan pernah mudah aku menjalani semuanya jika tanpa dia. Aku mengakui dia pria yang baik. Sudah dua puluh lima tahun lamanya menemaniku. Tapi aku juga manusia aku juga seorang wanita yang membutuhkan kasih sayang. Sedangkan Mas Bambang, dia merantau kota sebelah. Sebulan sekali dia pulang. Tapi jika tiba-tiba rindu menyeruak dalam hati aku bisa apa?Hanya bisa memeluk guling tanpa merasakan hangat nafasnya. Mas Bambang tahu betul tentang diriku. Tentang keinginanku tentang hal itu masih terlalu tinggi. Di usiaku yang hampir menginjak angka 50 tepatnya 47 tahun.Terkadang jika aku bermain dengannya, dia kewalahan. Usianya yang tidak lagi muda tidak mampu mengimbangi keinginanku yang masih bergejolak. Ah, aku bisa apa? Banyak wanita lain yang merasa lelah jika harus m