Share

Bab 3

Author: Julliana
Lantaran tidak mendapat reaksi yang diinginkannya, Lily memutar otak untuk memikirkan ide baru. "Kalau bukan karena Kak Adriano, entah sebesar apa bengkak di kakiku ini. Mumpung sudah sampai rumah, kenapa kita nggak sekalian makan malam sama-sama saja? Anggap saja sebagai ucapan terima kasih!" ucapnya ceria.

Nada bicaranya yang ringan dan lincah, sangat kontras dengan sikap Stacey yang diam membisu di sampingnya. Tak seorang pun menanyakan pendapat Stacey. Mereka semua langsung memutuskan untuk makan malam bersama.

Sampai akhirnya semua makanan selesai disiapkan dan dihidangkan ke meja. Saat Stacey berdiri di samping meja makan, dia baru menyadari bahwa semua masakan yang disiapkan adalah hidangan pedas kesukaan Lily.

Stacey tidak merasa terkejut. Dia hanya duduk diam di kursinya tanpa berkata apa-apa.

Dulu, Stacey memang pernah menyampaikan secara halus kepada orang tuanya bahwa dia tidak bisa makan pedas karena punya masalah lambung. Akan tetapi, yang dia dapatkan hanya respons dingin yang mengatakan dirinya manja.

Setelah bersama Adriano, pria itu selalu memperhatikan selera makannya. Dia bahkan belajar memasak aneka makanan yang hangat di perut hanya untuk Stacey.

Hanya saja malam ini, meski Adriano duduk tepat di sampingnya, seluruh perhatian pria itu hanya tertuju pada Lily. Setiap kali Lily bersin atau tersedak, Adriano akan dengan sigap memberikan tisu atau mengambilkan makanan.

Stacey tiba-tiba teringat. Meski selama ini Adriano selalu bilang datang ke rumah untuk menemuinya, pandangannya justru kerap tertuju ke Lily.

Setiap kali ulang tahun Lily, Adriano pasti akan menanyakan kesukaan Lily dengan seolah-olah tidak sengaja. Saat Lily sakit demam, Adriano selalu berdalih harus ke kantor dan buru-buru pergi.

Stacey hanya bisa tersenyum getir. Perhatian Adriano pada Lily sebenarnya begitu kentara. Kenapa dia malah baru menyadarinya sekarang?

Namun, sebesar apa pun cinta Adriano pada Lily, tidak seharusnya dia menjadikan Stacey sebagai alat. Kebohongan yang dijalani selama bertahun-tahun demi mempermainkan perasaan seseorang, itu jauh lebih menyakitkan daripada penolakan terang-terangan dari Edward.

Makan malam itu pun berakhir. Stacey tidak makan terlalu banyak.

Dalam perjalanan pulang, mereka berdua terdiam. Stacey tenggelam dalam pikirannya tentang proses pencabutan identitas. Sementara Adriano masih larut dalam kenangan manisnya bersama Lily di meja makan tadi.

Akhirnya, Stacey yang terlebih dulu memecah keheningan. "Aku nggak pulang. Aku mau ke tempat lain."

Suara tenangnya berhasil menarik kembali lamunan Adriano. Setelah menyadari apa yang dikatakannya, Adriano segera tersadar dan bertanya dengan lembut, "Stacey, kamu mau ke mana? Aku temani, ya?"

"Nggak usah." Stacey menggeleng pelan menolak tawarannya.

Namun, Adriano justru menggenggam tangannya dan berkata dengan bersikeras, "Nggak bisa. Aku nggak tenang kalau kamu pergi sendirian."

Stacey tidak bisa menolaknya terus. Pada akhirnya, dia memilih untuk membiarkan Adriano ikut. Stacey tidak mengatakan tujuannya dengan jelas. Dia hanya membuka aplikasi navigasi dan menunjukkannya pada Adriano.

Lalu, mereka pun berangkat. Jalanan malam itu tidak terlalu ramai. Tak lama kemudian, mereka hampir sampai di lokasi tujuan. Tepat saat hendak berbelok ke arah yang dituju, ponsel Adriano tiba-tiba berdering.

Begitu tersambung, suara ibu Stacey langsung terdengar di ujung sana, "Adriano, luka Lily infeksi. Sekarang dia agak demam. Kamu bisa antar dia ke rumah sakit lagi?"

"Aku segera ke sana!" jawabnya tanpa ragu.

Baru saja dia hendak memutar balik mobil dengan cemas, tapi mendadak teringat sesuatu dan melirik ke arah Stacey dengan wajah penuh kebimbangan.

"Stacey, aku ...."

Kata-katanya menggantung di udara. Dia tampak ragu seolah-olah ingin menjelaskan, tetapi Stacey lebih dulu bicara, "Pergilah. Tinggal sedikit lagi jalannya, aku bisa jalan kaki ke sana."

Usai bicara, dia langsung membuka pintu dan turun dari mobil.

Melihat dia sudah turun sendiri, Adriano pun akhirnya tidak bisa menahan diri lagi. Kekhawatiran terhadap Lily kembali menguasai dirinya. Dia segera menginjak gas dan melesat pergi, meninggalkan Stacey yang berdiri diam di tepi jalan.

Dia memandangi mobil yang semakin menjauh, hingga akhirnya menghilang di tengah lalu lintas malam. Stacey hanya berdiri diam, menelan semua kepahitan tersebut sendirian.

'Adriano ... andai saja kamu menggerakkan mobil itu sedikit lebih jauh, kamu pasti akan tahu, tempat yang kutuju adalah kantor pencabutan data kependudukan. Kamu pasti akan tahu bahwa aku hendak benar-benar pergi.'

'Tapi kamu nggak tahu. Karena kamu memang nggak peduli.'
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Waktu Adalah Obat Terbaik   Bab 23

    Sementara itu, Adriano yang dulunya tidak tahan melihat Lily tersakiti sedikit pun, kali ini hanya menatapnya dingin dan tidak membelanya sama sekali.Lily benar-benar tidak bisa mengerti. Hanya karena bertemu Stacey sekali saja, kenapa semua orang langsung berubah? Namun sebelum dia sempat mencari jawabannya, kapal sudah benar-benar meninggalkan Pulau Pertemuan.Di sisi lain, setelah para pengacau itu diusir dari pulau, para penjaga juga kembali naik ke kapal patroli kecil mereka dan meninggalkan tempat itu.Setelah kerumunan itu bubar, Edward yang datang sendiri menggunakan perahu kecil akhirnya menampakkan diri. "Stacey, bolehkah aku naik ke atas?"Devon langsung mengenali pria itu. Beberapa waktu yang lalu, Edward memang pernah datang sekali. Meskipun saat itu Stacey tidak terlalu menggubrisnya, sikap Stacey jelas lebih baik terhadapnya dibandingkan dengan orang-orang yang baru saja mereka usir tadi.Oleh sebab itu, Devon langsung meningkatkan kewaspadaannya.Akhir-akhir ini terlal

  • Waktu Adalah Obat Terbaik   Bab 22

    Setelah selesai berbicara dengan Adriano, barulah Stacey mengalihkan pandangannya ke arah tiga orang dari Keluarga Henderson. Dia beberapa kali membuka mulut, tetapi ragu untuk berbicara, sampai akhirnya hanya bisa menghela napas.Bagaimanapun juga, mereka adalah orang-orang yang memiliki hubungan darah dengannya. Dia tidak sanggup mengucapkan kata-kata kejam kepada orang tua yang telah melahirkannya, dan jujur saja, dia juga tidak ingin lagi berdebat dengan mereka.Lagi pula, mereka bertiga hanya akan mendengar apa yang ingin mereka dengar. Berdebat hanya akan membuang tenaga dan sia-sia."Ayah, Ibu ... ini terakhir kalinya aku memanggil kalian begitu. Lagian, kalian juga nggak pernah benar-benar menganggapku sebagai anak. Mulai sekarang, anggap saja kalian memang hanya pernah punya satu anak perempuan, Lily."Nada bicaranya sangat tenang. Kata-katanya untuk memutus hubungan dengan mereka, diucapkannya seolah-olah hanya sekadar sapaan biasa. Namun justru karena ketenangan itu, Hector

  • Waktu Adalah Obat Terbaik   Bab 21

    Begitu kata-kata itu keluar dari mulut Stacey, semua orang seketika terdiam dan tidak percaya dengan apa yang baru saja mereka dengar. Adriano bahkan menatapnya dengan mata membelalak, lalu refleks melepas pegangan tangannya dari lengan Villy. Kemudian, dia berjalan terhuyung beberapa langkah ke depan dan mencoba meraih tangan Stacey.Akan tetapi, tangan itu langsung ditepis oleh Gaston. Dengan raut wajah yang muram dan alis berkerut tajam, dia menepisnya keras-keras. "Kalau ada yang mau dibicarakan, silakan bicara baik-baik. Jangan main pegang seenaknya."Gaston benar-benar tidak punya simpati sedikit pun terhadap orang-orang ini. Setelah melahirkan anak, lalu ditelantarkan dan pilih kasih sampai separah itu. Sekarang masih berani menyebut diri mereka sebagai orang tua Stacey?Sejak awal pertemuan mereka, apa ada sepatah kata baik pun yang keluar dari mulut mereka?Terutama pria bernama Adriano ini ... berlagak seperti pria yang mencintai Stacey, tapi bahkan kondisi keluarganya saja t

  • Waktu Adalah Obat Terbaik   Bab 20

    Adriano merasa dadanya dipenuhi kekesalan dan perasaan kecewa. Awalnya, dia sengaja membawa Hector, Villy, dan Lily ke sini dengan harapan pertemuan ini bisa menjadi momen untuk sedikit bernostalgia.Dia tahu, hubungan mereka dulu memang tidak begitu dekat, tapi bagaimanapun juga mereka tetaplah keluarga. Di antara orang tua dan anak, mana mungkin ada dendam yang tidak bisa diselesaikan? Bukankah semuanya bisa selesai jika dibicarakan baik-baik?Oleh karena itu, di perjalanan tadi, dia sudah mengingatkan mereka agar jangan bersikap terlalu agresif dan bicarakan semua dengan tenang. Saat itu Hector, Villy, dan Lily pun mengangguk setuju. Dia benar-benar tidak menyangka mereka akan langsung membuat keributan seperti ini.Namun, kalau mau jujur pada diri sendiri, Adriano tahu sebagian besar kesalahan ini juga ada padanya. Dia menahan perasaan sesak yang menghimpit dadanya dan mencoba menyusun kata-kata dengan hati-hati sebelum akhirnya membuka suara."Stacey, lama nggak bertemu."Adriano

  • Waktu Adalah Obat Terbaik   Bab 19

    Adriano bahkan belum sempat menghentikan mereka. Lily yang datang bersama kedua orang tuanya juga ikut berkata dengan nada menjijikkan, "Kak, aku tahu kamu marah sama aku. Tapi walau kamu lagi ngambek, tetap saja nggak boleh nggak peduli sama Ayah dan Ibu. Selama ini mereka sudah setengah mati cari kamu, ayo cepat pulang sama kami!"Melihat orang-orang yang mengaku sebagai keluarga Stacey itu datang dan bicara seenaknya, Devon yang biasanya tenang pun tidak tahan lagi. Dia mengejek, "Dari mana datangnya anjing-anjing ini, baru nongol saja langsung menggonggong sembarangan?"Kemudian, dia bergeser sedikit untuk menghalangi pandangan Adriano sepenuhnya. Sebelum mereka sempat marah besar, Devon menambahkan dengan sinis, "Ini pulau milik Stacey. Kalian masuk ke pulau ini tanpa izin. Ini bukan di negara asal kalian. Hati-hati, bisa-bisa besok sarapan kalian malah di dalam perut hiu."Pandangan tajamnya menyapu mereka satu per satu. Keempat orang di luar langsung tertegun, tetapi perasaan te

  • Waktu Adalah Obat Terbaik   Bab 18

    Saat Adriano datang mencarinya, dia tidak datang sendirian. Ada Hector, Villy, dan Lily yang ikut bersamanya.Selama beberapa tahun terakhir, kondisi Keluarga Henderson memang tidak terlalu baik. Edward telah memulai usahanya sendiri dan begitu usahanya sukses, hal pertama yang dilakukannya adalah menjadi pesaing langsung Keluarga Henderson di pasar.Awalnya, mereka ingin mempertahankan posisi mereka dengan cara menjalin ikatan pernikahan. Namun Lily yang sejak kecil dimanja, tumbuh menjadi pribadi yang sangat keras kepala. Setelah dibatalkan pertunangannya oleh Edward, dia hanya bisa mengamuk di rumah setiap hari. Hector dan Villy yang amat menyayanginya, tidak sampai hati memaksanya menikah lagi demi kepentingan keluarga.Sebaliknya, putri sulung mereka malah mengalami dua kali pertunangan yang gagal. Hingga akhirnya, dia bahkan menghapus identitasnya dan menghilang tanpa jejak. Mereka bahkan tidak tahu harus ke mana mencarinya.Kalau bukan karena Adriano mengatakan bahwa dia telah m

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status