Share

Waktu Untuk Bertaruh
Waktu Untuk Bertaruh
Author: Halcy Wayn

Bab 1

"Mas, bagaimana kabar Nadya sekarang? Tumben dia enggak main ke rumah," ucap Bu Shifa.

Sedari tadi Bayu asyik sendiri di dalam kamarnya. Perilakunya memang seperti itu. Jika tidak ada kegiatan di luar rumah, Bayu lebih memilih untuk melepaskan rasa bosannya di ruang kamar itu.

Seperti hari ini. Selepas makan siang tadi, Bayu belum mau mengeluarkan tubuhnya ke mana pun. Apalagi pikirannya sekarang sedang dihantam dengan keresahan, tentang masa depan kehidupannya. Belum lagi ditambah dengan sebuah masalah yang baru saja dia buat sendiri.

Pagi tadi, sambil melahap semua sarapannya, Bayu dengan terpaksa harus memberikan jawaban yang tidak jujur kepada Bu Shifa.

"Baik, kok, Bu. Nadya lagi sibuk banget beberapa hari ini," sahut Bayu singkat.

"Oh, iya sudah, Mas, kalau begitu," jawab Bu Shifa sambil menyunggingkan senyumnya. Kelihatannya Bu Shifa tidak percaya dengan apa yang baru saja Bayu katakan.

Tidak lama kemudian, Bu Shifa melanjutkan pertanyaannya. "Eh, iya, kamu belum siap-siap untuk berangkat kerja, Mas?"

Degggh! Bayu segera menghentikan lumatannya. Ucapan itu cukup membuat jantung Bayu berdegup lebih cepat.

Dengan sedikit terbata-bata, Bayu mengatakan, "A–aku lagi kerja dari rumah, Bu, hari ini. Paman Hendra yang minta aku begitu. Katanya, biar aku bisa lebih fokus."

Bayu tidak tahu harus memberikan jawaban seperti apa. Dia masih belum siap untuk mengatakan yang sebenarnya.

Yang Bayu tahu, akan sangat sulit membuat Bu Shifa bisa memahami kondisi yang sesungguhnya. Karena Bayu harus mengakui, saat ini kariernya sedang dalam masalah. Begitu juga hubungan asmaranya dengan Nadya. Bayu tidak mau Bu Shifa jadi merasa khawatir.

Ketika waktu hampir mendekati malam, di sebuah ruang tengah, terlihat Bu Shifa sedang duduk termenung di sofa favoritnya. Segelas minuman teh tanpa gula, dan beberapa potong pisang rebus, menjadi teman lamunannya saat ini.

Entah apa pemicunya, tiba-tiba saja pikiran Bu Shifa kembali terkenang, akan kisah panjang tentang perjalanan hidupnya, sebelum bertemu dengan seorang bocah laki-laki, yang sudah lama dinantikan kehadirannya.

Semua orang yang kenal dengan mereka, pasti mengetahui kabar ini. Beberapa tahun yang lalu, Bu Shifa dan Suaminya; Pak Rafi, belum juga diberikan keturunan yang berasal dari darah dagingnya sendiri.

Entah kesalahan apa yang telah mereka perbuat. Sehingga Tuhan secara sukarela menahan hadiah terbaik yang selalu Dia berikan kepada hamba-Nya yang sudah menikah.

Tetapi, Bu Shifa dan Pak Rafi sama sekali tidak pernah ragu. Apalagi sampai berburuk sangka pada Tuhan. Mereka percaya bahwa Tuhan pasti mempunyai rencana yang berbeda, yang akan Dia turunkan di waktu yang tepat.

Setiap kali bertemu dengan orang lain yang membicarakan hal tersebut, dengan keyakinannya Bu Shifa pasti akan mengatakan, “Sabar dan beribadah saja obatnya. Tuhan pasti tahu yang terbaik untuk hamba-Nya."

Begitu pula dengan Pak Rafi. Dedikasinya dalam bekerja, dia maksimalkan. Supaya Tuhan mau mempercayakan seorang anak kepadanya.

“Tak ada yang mustahil jika Tuhan sudah berkehendak,” tutur Pak Rafi.

Ketegaran Pak Rafi dan Bu Shifa dalam menjalani hidup, terlihat begitu sangat mengagumkan. Salah satu ujian yang sering kali mereka dapatkan, adalah ketika mereka harus terus menerus menahan diri, dari berbagai bentuk kata-kata buruk yang selalu diucapkan kepada mereka.

Anehnya, orang-orang itu seperti tidak memiliki rasa puas. Padahal, jika diperhatikan dengan baik, kenikmatan hidup yang mereka dapatkan jauh lebih berlimpah, daripada kenikmatan yang didapatkan oleh keluarga Pak Rafi.

"Apa karena mereka menyimpan banyak sekali penyakit hati, ya, pak? Sampai membuat jiwa dan raga mereka merasa sulit sekali, untuk mensyukuri apa yang sudah dimiliki," ucap Bu Shifa.

Jika dibandingkan dengan Pak Rafi, mungkin hanya Bu Shifa yang hampir setiap hari menghadapi ujian seperti itu.

Pernah di suatu hari, ketika Bu Shifa sedang membeli sayur di Warung Sayur Bu Untung, dia harus berhadapan langsung dengan beberapa Ibu-ibu, yang lagi asyik memperbincangkan kekurangan dirinya.

Demi Tuhan! Saat itu, Bu Shifa sama sekali tidak memedulikan komentar-komentar buruk yang terdengar di telinganya. Dengan segala hormat, Bu Shifa malah menyapa Ibu-ibu yang ada di sana.

Tetapi, Bu Shifa tidak pernah menyangka. Sapaan yang disampaikan oleh Bu Shifa itu, malah dibalaskan dengan kata-kata kasar yang diucapkan oleh salah seorang wanita berusia setengah baya, yang berdiri tepat di sampingnya.

Wanita itu terkenal dengan reputasinya, sebagai Janda Genit, di lingkungan tempat tinggal Bu Shifa.

Dengan entengnya wanita itu mengatakan, “Bu, mending Pak Rafi suruh poligami saja. Kasihan, Pak Rafi, loh kalau masih belum punya keturunan. Jangan halangi keinginannya dong. Saya juga mau jadi istri madunya.”

“Ngomong apa, sih, ini orang. Dia mah memang enggak pernah pakai otak, Bu, kalau berbicara. Lebih baik enggak usah ditanggapi, ya,” tiba-tiba Bu Untung menyahuti.

“Iya, Bu. Makasih, ya buat sarannya,” jawab Bu Shifa sambil tersenyum.

Memang benar Suaminya memang sangat tampan. Mungkin sudah tidak terhitung lagi banyaknya wanita yang mencoba mendekatinya.

Tetapi, Bu Shifa juga adalah seorang wanita yang sangat menarik. Pintar dan cantik. Terbukti, bahwa sampai sekarang Pak Rafi masih mencintai dirinya, bukan memilih pergi untuk meninggalkannya.

Lagi pula Bu Shifa juga tahu betul, jika Suaminya tidak pernah menyukai wanita yang tidak memiliki adab. Jadi, kenapa Bu Shifa harus merasa khawatir?

Sebenarnya Bu Shifa dan Pak Rafi sudah merasa pasrah, dengan nasib yang menimpa mereka saat ini. Karena sejak pertama kali mereka melakukan hubungan intim, mereka pun sering menjalankan ilmu-ilmu yang mereka ketahui.

Mulai dari gaya yang bisa memicu terjadinya kebuntingan, ketika sedang bercocok tanam. Menyeimbangkan antara nafsu seks dan waktu yang tepat, agar masa subur tidak pernah terlewatkan. Bahkan, mereka pun sering memeriksakan kesehatan alat reproduksi mereka sendiri. Dan, hasil dari semua pemeriksaan menyatakan, bahwa kondisi tubuh dan alat reproduksi mereka dalam kondisi yang baik-baik saja.

Namun, entah apa masalahnya, hingga menginjak usia 6 tahun pernikahan, mereka belum juga mendapatkan momongan.

Mungkin memang salah satu jalan terbaiknya, adalah mengizinkan Pak Rafi untuk menikah lagi dengan wanita lain. Tapi, istri mana yang memiliki kerelaan hati untuk diduakan? Ah, berat sekali rasanya, jika Bu Shifa harus membayangkan hal semacam itu.

Di dalam hati kecil Bu Shifa, sebenarnya dia tidak pernah menginginkan, jika Suaminya itu dimiliki oleh wanita lain, selain dirinya. Namun, seiring berjalannya waktu, Bu Shifa mulai mempertimbangkan saran dari wanita itu.

Jika memang benar, keputusan itu untuk kebahagiaan mereka berdua, kenapa Bu Shifa tidak mencoba menawarkan hal itu kepada Suaminya? Sekalian Bu Shifa menguji, apakah Pak Rafi masih setia dan percaya kepadanya, atau sebaliknya?

Tapi, apa iya, hati Bu Shifa siap menerima jawaban yang akan diucapkan langsung oleh Suaminya? Bagaimana kalau tidak sesuai dengan harapannya?

Halcy Wayn

Hai, salam kenal! Saya sampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada kalian yang mau membaca novel pertama saya. Sebagai kepala keluarga, keputusan apa, ya, yang akan di ambil oleh Pak Rafi? Dan, bagaimana kehidupan Bayu selanjutnya?

| Like
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Felicia Aileen
menarik nih ceritanya.. pengen follow akun sosmed nya tp ga ketemu :( boleh kasih tau gaa?
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status