Share

Bab 7

"Poligami tanpa meminta izin kepada istri pertama memang diperbolehkan, tetapi tidak dianjurkan. Ada adab yang harus dikedepankan untuk menghargai perasaan sang istri pertama.

Dan jika kamu khawatir tidak mampu berlaku adil terhadap ( hak-hak ) yatim ( bilamana kamu menikahinya ), maka nikahilah perempuan ( lain ) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Tetapi jika kamu khawatir tidak akan mampu berlaku adil, maka ( nikahilah ) seorang saja, atau hamba sahaya perempuan yang kamu miliki. Yang demikian itu lebih dekat agar kamu tidak berbuat zhalim.

Nak Emir masih ingat penggalan surat An-Nisa tersebut?"

Perkataan Ustadz Hakim semalam masih melekat dalam ingatan ini. Ya, aku sadar telah melakukan kesalahan fatal dengan menyakiti Khanza. Ego dalam diri ini mencuat ketika Khanza tidak pernah mau mengabulkan permintaanku. Seharusnya, aku menuntunnya dengan sabar hingga hatinya terbuka dan secara ikhlas mau menjalankan kewajiban untuk menutup aurat. Bukan dengan menikahi wanita lain yang kebetulan berpenampilan seperti apa yang aku inginkan.

Untuk sejenak, hati ini meragu. Benarkah aku menikahi Najwa karena cinta? Atau justru karena egoku untuk mempunyai istri yang penurut?

Ah, tidak. Aku yakin, aku menikahi Najwa karena memang melibatkan perasaan, bukan karena bentuk pelampiasan.

"Duduklah, Nak. Kita bicara baik-baik."

Kesadaran ini ditarik paksa ketika mendengar suara Ustadz Hakim. Di depan kami, Khanza sudah berdiri berdampingan dengan Umi Salamah. 

Setelah semalam aku menginap di sini demi menunggui istriku, Ustadz Hakim berjanji akan membujuk Khanza agar bersedia berbicara dengan kepala dingin. Aku harap, ada penyelesaian dari masalah ini. Bukan dengan perpisahan, tetapi Khanza mau memberiku kesempatan untuk memperbaiki semuanya.

"Abi sudah mendengar cerita dari Nak Emir. Ia telah menyadari kesalahannya dengan menikah diam-diam di belakangmu. Sebenarnya Abi tidak berhak untuk ikut campur masalah ini karena yang berhak memutuskan bagaimana ke depannya adalah kalian berdua. Untuk itu, bolehkah Abi bertanya padamu?" Ustadz Hakim memulai pembicaraan setelah Khanza dan Umi Salamah duduk di depan kami.

"Silakan, Abi." Khanza menjawab tanpa mengangkat kepala. Jemarinya sibuk meremas gamis yang ia kenakan.

"Apa kamu masih tetap bersikeras ingin berpisah dengan Nak Emir?"

"Ya." Khanza mengangguk yakin, dan aku menggelengkan kepala dengan cepat.

"Sayang ...."

"Maaf, Nak Emir. Tolong biarkan kami berbicara dulu."

Aku akhirnya pasrah. Membiarkan Ustadz Hakim berbicara dengan istriku, meski sebenarnya diri ini sudah tidak sabar untuk kembali membujuk Khanza.

"Apa tidak sebaiknya kamu memikirkannya lagi? Kesalahan Nak Emir bisa dibilang fatal, tetapi walau bagaimanapun dia masih suamimu. Abi tahu, tidak ada satu orang pun wanita yang benar-benar ikhlas dipoligami. Tapi kita juga tidak bisa menentang syariat. Nak Emir sudah menyadari kesalahannya. Ia ingin memperbaiki rumah tangga kalian meski kini ada wanita lain yang berhak diperlakukan sama denganmu.

Nak, apakah kamu ingat apa yang sering Abi katakan ketika kamu memutuskan untuk menutup aurat dengan sempurna?"

Khanza mengangguk lemah.

"Setiap orang yang beriman akan mendapatkan ujiannya masing-masing. Dan sekarang saatnya kamu sedang diuji. Hadapilah semuanya dengan ikhlas dan hati yang lapang. Selama Nak Emir bisa menjalankan kewajibannya dan berlaku adil, kamu tidak berhak untuk meminta perceraian. Abi yakin kamu wanita yang kuat. Kamu pasti bisa menghadapi semuanya dengan hati yang lapang. Pulanglah dengan suamimu, Nak. Abi dan Umi di sini pasti akan selalu mendoakan kebaikanmu," tutur Ustadz Hakim.

Khanza kembali tergugu. Ingin sekali aku mendekapnya, tetapi lagi-lagi aku disadarkan bahwa dia belum bisa menerimaku kembali sepenuhnya.

"Aku takut, Abi. Aku takut tidak akan kuat menghadapinya. Tahap ikhlas dalam diriku belum sampai setinggi itu. Aku ... aku belum siap untuk berbagi," ujarnya lirih.

Aku tidak tahan lagi ketika melihatnya menangis pilu. Bergegas bangun, aku kembali bersimpuh di depannya. Khanza tidak menolak saat aku menyentuh jemarinya dan menggenggamnya.

"Maaf karena telah menghadirkan wanita lain dalam bahtera rumah tangga kita. Mas tahu, akan terdengar sangat egois ketika Mas tetap bersikeras mempertahankan kalian berdua. Mas mencintai kamu, Khanza. Sangat. Karena itulah Mas tidak ingin melepaskan kamu. Tapi ... Mas juga tidak mungkin melepas Najwa karena dia sudah menjadi tanggung jawab Mas. Saat ini, Mas hanya berharap kamu mau tetap bertahan demi cinta kita. Mas mohon, Sayang. Kita hadapi semua ini sama-sama."

Khanza terlihat bimbang. Wanitaku beberapa kali menoleh ke arah Ustadz Hakim seakan ingin meminta pendapat dari ayah angkatnya tersebut.

"Kamu tidak perlu khawatir. Mas tidak pernah membawa Najwa ke rumah kita. Selama ini Mas sama Najwa tinggal di rumah Papa dan Mama. Mas tidak sejahat itu dengan membawa dia untuk tinggal di rumah impian kita," sambungku untuk meyakinkannya.

Khanza menarik napas dalam. Istriku mengusap air mata yang mengalir dari sudut matanya, sebelum akhirnya kembali berbicara.

"Baiklah. Aku akan kembali ke rumah itu."

"Alhamdulillah, terima kasih, Sayang."

Aku tersenyum bahagia. Lega rasanya setelah mendengar jawaban Khanza seperti apa yang aku harapkan.

"Terima kasih ya, Allah!" Aku berseru karena saking bahagianya.

"Aku memang akan kembali ke rumah itu, tapi bukan demi Mas Emir, cinta kita, atau apa pun itu yang terdengar memuakan di telingaku. Aku akan kembali dan menghadapi semuanya untuk mengukur sejauh mana aku bisa melewati ujian ini. Jika pada saatnya nanti aku merasa tidak kuat, maka jangan lagi menahanku untuk pergi. Berjanjilah ... Mas Emir akan melepaskan aku jika tiba saatnya nanti aku menyerah."

Seketika, kebahagiaan ini kembali sirna setelah mendengar ucapan Khanza.

*

*

šŸšŸšŸšŸ

Komen (4)
goodnovel comment avatar
Uswatun Maghfirah
kok tak bisa kebuka, padahal sdh beli koin
goodnovel comment avatar
anne annisa
ceritanya bagus banget.
goodnovel comment avatar
Rania Humaira
dasar penjahat kelamin g punya perasaan. rumah mu bukan khanza tapi si pelakor syari
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status