Share

Bab. 5 mengikhlaskan

"Hah, kamu ada disini? ucap Sofia ketika melihat sosok pria misterius itu duduk membelakangi Sofia.

"Silahkan, Nona." pelayan ramah itu mempersilahkan Sofia untuk duduk disebelah pria aneh itu.

Sofia menjatuhkan bokongnya pelan diatas kursi makan. Selera makanya menjadi berkurang, setelah melihat Reyfaldi duduk disana.

Kali ini, pria aneh itu tak memakai topi hitamnya. Sehingga wajahnya terlihat dengan sangat jelas. Tanpa berkata apapun, pria itu melahap sesuap demi sesuap makanan yang tersaji di atas piring dihadapanya.

Sofia menelan salivanya, setelah melihat beberapa menu makanan yang tersaji diatas meja makan itu. Sepertinya semuanya sangat lezat. Aroma nya pun tercium hingga membuat perutnya meronta meminta segera diisi.

"Makanlah!" ucap pria aneh itu tanpa melihat ke arahnya.

Tak ingin menyia-nyiakan kesempatan yang ada. Wanita bertubuh gendut itu pun langsung mengambil beberapa sendok nasi dan lauk pauk yang tersaji. Kemudian, memindahkanya ke atas piring makannya.

Tanpa berbasa basi, Sofia langsung melahap makananya sedikit tergesa-gesa. Ia tak ingin berlama-lama duduk bersebelahan dengan pria aneh itu.

"Setelah ini, aku akan segera pergi. Terimakasih untuk semuanya," ucap Sofia sembari mulutnya sibuk mengunyah.

"Jika kamu merasa tidak memiliki siapapun, kamu bisa kembali kerumah ini kapanpun kamu mau!" ucap Reyfaldi menatap piring makannya.

Mendengar itu, Sofia tersenyum miris, "Tentu saja aku tidak akan kembali kesini. Lagi pula aku tidak mengenalmu! Namun, aku tetap berterimakasih padamu."

Pria itu hanya mengangguk pelan. Kemudian, berdiri meninggalkan ruang makan, berjalan ke arah pintu luar. Tak lama, terdengar suara deru mesin mobil yang kian menjauh dari rumah itu.

"Kemana dia?" gumam Sofia.

Setelah makanan di atas piringnya habis. Sofia pergi menggunakan mobilnya menuju apartemennya. Kakinya yang kemarin cidera sudah terasa membaik dan bisa berjalan tanpa perlu dibantu.

"Pokoknya, hari ini aku harus kuat! Cukup kemarin aku menangis. Sekarang, aku tidak boleh terlihat lemah dihadapan pria yang tak punya hati itu." Sofia terus menyemangati dirinya sendiri.

Wanita itu berjalan menuju mobilnya yang terparkir di halaman rumah Reyfaldi. Ia duduk dibalik kemudi. Kemudian, memasang sabuk pengaman dan memutar lagu favoritenya, untuk menghibur dirinya sendiri.

Setibanya di apartemen. Tepat dihadapan pintu unitnya. wanita itu mengelus dadanya dan menghela nafas panjang.

"Ayo, Sofia! Kamu harus kuat! Kamu pasti bisa menghadapi pria bejad dan gundik itu! Kamu tidak boleh lemah!" monolognya seraya menguatkan diri.

Ceklek ....

Wanita gendut itu membuka pintu apartemenya secara perlahan. Terlihat Alfian tengah duduk di ruang tv sambil menghisap rokoknya. Ruangan yang selalu bersih dan rapi itu, kini terlihat kotor dan berantakan.

Alvian menatap Sofia dengan tatapan sinis. Melihat itu, rasa cinta Sofia pada laki-laki hina itu menjadi melebur seketika.

"Mau apa kamu datang kemari? Apa perlu aku katakan secara langsung jika aku telah menceraikanmu!" sentak Alvian.

"Aku hanya akan membawa barang-barangku!" ucapnya seraya melangkahkan kaki beberapa langkah, "Semoga kamu tidak akan pernah menyesal dengan keputusanmu, Mas." jawab Sofia tersenyum miring.

"Tentu saja aku tidak akan pernah menyesal, Clara sedang mengandung anaku!"

Mendengar itu, hati Sofia bagai teriris sembilu. Bagaimana mungkin secepat itu Clara hamil. Berarti, sudah sejak lama Alvian mengkhianatinya.

Sofia menghela nafas. Ia menahan air mata yang sedaritadi sudah mendesak ingin keluar. Sofia segera masuk kedalam kamarnya untuk mengemasi barang-barangnya.

Tanpa ragu, wanita itu membuka pintu kamar. Matanya membola ketika ia mendapati wanita jalang yang sangat ia benci, ada di dalamnya mengenakan pakaian yang sangat minim.

"Mau apa kamu kesini." tanya Clara.

mendengar itu, Sofia tersenyum sinis, "Seharusnya, aku yang bertanya. Sedang apa kamu di dalam kamarku? Tapi, sudahlah. Silahkan ambil laki-laki pengkhianat itu. Lagi pula Aku tak butuh! Aku datang kemari hanya untuk mengemasi barang-barangku," ucap Sofia dengan tenang.

Sofia berusaha menahan emosinya. Rasanya, ia ingin menampar keras wajah wanita jalang itu. Namun, tak ada gunanya. Kemarahan hanya akan membuatnya terlihat lemah.

"Aku sedang mengandung anak mas Alvian." ucap jalang itu.

Sofia tersenyum, sembari mengemasi barang-barangnya ke dalam koper.

"Haruskah aku memberimu selamat atas kemurahan mu itu? Dengar, kau sudah merebut miliku dan kau menari diatas lukaku. Aku pastikan hidupmu tidak akan bahagia!" ucap Sofia dengan halus.

Clara menatap sinis wanita gendut itu. Mendengar Sofia berkata demikian, Clara merasa sangat kesal.

Sofia melangkah pergi dengan membawa koper dan travel bagnya. Ia menabrakan bahunya pada tubuh lelaki pengkhianat yang berdiri di balik pintu kamar terkutuk itu.

"Selamat menempuh hidup baru. Semoga kamu tidak pernah menyesali pilihanmu!" bisik Sofia di telinga lelaki itu sebelum ia melanjutkan langkahnya.

Alvian menatap kepergian wanita yang sudah menemaninya selama lima tahun itu berjalan menuju pintu luar, hingga ia menghilang di balik pintu apartemennya.

Betapa hancurnya hati Sofia. Air mata yang sedari tadi sudah mendesak ingin keluar, akhirnya tumpah membasahi pipi chuby nya. Dibalik kemudi mobilnya, Sofia kembali menangis tersedu-sedu. Ia benar-benar tak menyangka, biduk rumah tangga yang sudah ia bangun selama lima tahun, akhirnya hancur seketika ditangan pelakor murahan itu.

Namun, ia tak ingin menangis dan bersedih berlarut-larut. Segera ia menyeka air matanya. Kemudian, menyalakan mesin mobilnya. Seperti rencana yang sudah ia susun. Ia akan mengunjungi kos-kosan yang sudah ditandai semalam.

Matanya menatap layar GPS. Mobilnya melaju sesuai dengan jalur peta yang ada di layar ponselnya. Hingga, sampailah ia di titik tujuan.

"Sepertinya ini kosanya!" gumamnya.

Sofia turun dari mobilnya. celingak-celinguk melihat ke dalam pagar. Kebetulan, ibu kost sedang berada di halaman kosan.

"Permisi." ucap Sofia.

Ibu kosan itu menyambut Sofia dengan ramah. Ia menjelaskan fasilitas dan harga sewa perbulanya. Setelah melihat kondisi kamar, Sofia pun merasa cocok. Ia langsung membayar biaya Sewa untuk satu bulan kedepan.

Malam itu, Sofia hanya merapihkan barang-barang bawaanya. Kamarnya memang tidak terlalu luas. Namun, terasa cukup nyaman.

Keesokan harinya, Sofia pergi bekerja. Tiba-tiba saja terjadi keributan disana. Pria bertubuh tinggi besar terlihat marah-marah mencari dirinya.

"Ada apa ini?" tanya Sofia pada dua pria itu.

"Saya mencari wanita yang bernama, Sofia!" sentak pria itu.

Mendengar itu, Sofia merasa ketakutan. Tapi, ia harus bisa menghadapinya. Ia sama sekali tidak menyangka, jika si penagih hutang itu akan datang ketempat kerjanya.

"Saya Sofia, ada apa kalian mencari saya?"

"Jangan pura-pura tidak tau kamu. Sekarang cepat bayar utang-utang Bibimu!" ucapnya dengan wajah bringas.

"Beri saya waktu untuk membayarnya." jawab Sofia.

"Kamu sudah melebihi jatuh tempo. Maka, saya akan menyita barangmu!" sentak pria itu.

Tiba-tiba saja, pria berwajah kasar itu merampas tas yang melingkar di bahu Sofia. Kemudian, mengambil kunci mobilnya dan uang cash yang ada di dalam dompetnya. Sofia tidak terima, ia berusaha merampasnya kembali. Namun, pria itu mendorong tubuh Sofia hingga tersungkur ke lantai.

Orang-orang yang berada disana hanya fokus menyaksikan, tak ada satupun yang berani melawan si penagih tersebut. Lantaran mereka mengancam, siapa pun yang berani menghalanginya, maka ia akan berurusan dengannya.

"Diam kamu. Ini pun masih kurang. Kamu harus membayar sisanya besok. Kalau tidak, saya akan datang setiap hari dan membuat kekacauan disini." ancam pria itu seraya menunjuk wajah Sofia.

Wanita itu menangis, bersimpuh dan memohon pada dua pria sangar itu agar tak mengambil mobil satu-satunya peninggalan orangtua Sofia. Namun, pria bertubuh kekar itu sama sekali tak menggubrisnya.

Renata mencoba menenangkan Sofia yang menangis histeris melihat mobil kesayanganya dirampas paksa oleh dua pria tadi.

Namun, Bagai sudah jatuh tertimpa tangga. Renata yang mendengar ancaman pria berwajah bringas itu pun berkata, "Sebaiknya, kamu tidak masuk kerja dulu hingga utang-utangmu lunas, karena khawatir mereka akan membuat kerusakan disini." pinta Renata.

Tapi, sampai kapan pria kekar itu akan mengejar Sofia? Jika Sofia tidak bekerja, jangankan untuk membayar hutang, untuk kehidupan sehari-harinya pun tentu akan sulit.

Hari itu Sofia memutuskan untuk tidak bekerja dan pulang. Ia benar-benar merasa hancur. Terlebih dirinya sangat malu pada karyawan yang ada disana. Ia pun menangis sejadi-jadinya disepanjang jalan. Satu-satunya tempat yang ingin ia kunjungi saat ini adalah makam ibu dan ayahnya. Siang itu juga, Sofia pergi ke makam itu lagi dengan berjalan kaki berkilo-kilo meter dengan sedikit tertatih, tak peduli kini kakinya membengkak karena luka yg masih basah.

Diatas makam ibunya, ia menangis tersedu-sedu. Dadanya terasa begitu sesak. Ia tak tau harus bagaimana lagi menjalani hidupnya. Semuanya terasa kacau balau dan hancur dalam sekejap.

Masih dengan posisi memeluk nisan ibunya, Tiba-tiba saja muncul bayangan manusia diatas makam tersebut. Sofia menoleh ke arah belakang dimana bayangan itu berdiri. "Aku mau menikah denganmu," ucapnya menyeka air mata.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status