Share

Menata Hati

***

Aku melangkah mundur dengan perlahan. Meskipun ingin sekali melabrak mereka sekarang juga, tapi aku tidak mau penghianatan yang Mas Andra berikan hanya berujung pada perceraian semata. Aku akan membalaskan dendam Mama dan Papa jika memang wanita yang menggoda suamiku adalah Dewi. Akan kupastikan jika balas dendam yang kuberikan tidak akan bisa dia lupakan. 

"Kok balik lagi, Mbak?"

Bu Jihan yang masih menggendong cucunya melihatku dengan mengernyit. Aku terkekeh, lalu menarik tangan tetangga yang terkenal ramah itu untuk bersembunyi di balik mobil.

"Boleh saya minta tolong, Bu?"

Bu Jihan nampak mengerjapkan mata lalu mengangguk samar. "Kalau saya bisa, insyaallah saya bantu, Mbak Helen."

Aku menceritakan tentang wanita hamil di rumah Mertuanya, nampak wajah Bu Jihan begitu terkejut, lalu kembali menguasai diri karena terlihat jelas dari senyum yang dia paksakan.

"Mungkin adik ipar Pak Andra, Mbak. Kenapa tidak langsung masuk saja untuk memastikan."

Aku mematung. Kugigit bibir dengan gelisah, harusnya kuberitahu pada Bu Jihan tentang kondisi rumah tanggaku yang saat ini tengah mendapat terjangan sebuah penghianatan?

Seolah mengerti kegelisahan hatiku, Bu Jihan seketika mengangguk sambil berkata. "Kalau begitu beri saya nomor Mbak Helena, nanti kalau ada kabar atau wanita hamil itu keluar rumah akan segera saya berikan fotonya."

Aku mengangguk lega. Semoga Bu Jihan berhasil mencari bukti tentang siapa wanita hamil yang sedang berada di rumah Mama. Pandai sekali mereka mengelabuiku, padahal dulu setiap Minggu aku selalu datang ke rumah ini, meskipun beberapa bulan belakangan aku disibukkan dengan urusan Butik.

"Kuat, Mbak. Laki-laki boleh berhianat, tapi wanita harus tetap tegar. Jangan terlihat lemah atau mereka akan merasa menang."

Mendengar support dari mulut Bu Jihan tanpa terasa air mataku menggenang. Aku mengangguk samar tanpa kata. Kini aku yakin, tanpa kujelaskan sekalipun, Bu Jihan akan mengerti kondisiku saat ini.

"Terima kasih, Bu. Saya permisi."

Kuatur napas dengan perlahan. Mobil pemberian Papa saat dia masih hidup selalu setia menemani kemanapun aku pergi. Lagi-lagi bayangan Papa dan Mama berkelebatan disaat aku sedang sendiri. Merasa kosong, aku mendadak khawatir jika Mas Andra berhasil menguasai semuanya dan menendangku keluar dari rumahku sendiri. Ya, aku lemah karena tidak memiliki saudara.

Aku menepi, air mata mengalir deras bahkan kini tangisan yang keluar dalam diam mulai berubah menjadi sesenggukan. Aku wanita, sekuat apapun aku ingin melawan tetap saja aku rapuh.

Ddrrrttt ....

Aku melirik ponsel yang tergeletak di atas dasboard. Nama Hazel tertampang jelas di layar ponsel yang seolah memanggil-manggil ingin kuangkat.

"Ha-- halo?"

"Dimana? Sekarang ada janji temu dengan klien di Cafe Cempaka, suamimu memang tidak becus, Helena! Sekali lagi aku mendengar kamu masih membelanya, maka aku akan hancurkan sekalian Perusahaan Papamu."

Aku begidik ngeri. Ini adalah kali pertama Hazel terdengar begitu marah. Tapi, Mas Andra memang keterlaluan.

"Aku kesana, temani aku karena banyak hal yang tidak aku ketahui sejak beberapa tahun terakhir."

"Jangan lemah, aku di belakangmu!"

Aku mengangguk sekalipun tau kalau Hazel tidak akan melihat anggukan kepalaku.

Setelah mematikan telepon, aku mengarahkan mobil ke tempat yang Hazel maksud. Semua kekacauan ini harus segera diakhiri jika tidak maka perusahaan Papa akan terancam pailit.

Saat hendak meletakkan ponsel lagi, tiba-tiba aku terpikir untuk melihat pesan di ponsel Mas Andra. Aku yakin sekali suamiku pasti kembali pulang untuk mencari ponselnya yang sengaja kuletakkan kembali di atas meja makan. Lihat, dia bahkan tidak berusaha menghubungiku bukan?

|Jaga anakku dengan baik, Dra. Sedikit saja kamu melukai Dewi, maka aku tidak akan tinggal diam. Rahasiamu ada bersamaku|

Mama Fiona?

Aku yakin sekali ini pesan dikirim oleh Mama Fiona meskipun di kontak Mas Andra dia tulis dengan nama 'MamFi.'

Percakapan mereka cukup panjang siang ini, pantas dia tidak ada waktu untuk mencariku yang tidak ada di rumah. Oh ayolah, Helena. Jangan berharap lebih pada laki-laki brengsek seperti Mas Andra!

|Tenang saja, Ma. Aku akan menjaga Anitaku dengan baik. Usia kehamilannya sudah memasuki bulan keempat, semoga rahasiaku aman karena Mama pun ikut andil dalam proyek besar-besaran yang kita lakukan bukan?|

Kedua alisku bertaut. Apa sebenarnya yang sedang mereka bahas. Aku tidak mengerti karena setelah pesan tentang proyek besar-besaran keduanya beralih membahas tentang bagaimana caranya untuk mengusirku. Kamu benar-benar ular, Mas!

Kubuang ponsel di kursi sebelah, aku segera mengemudikan mobil untuk menyusul Hazel. Perusahaan Papa tidak boleh hancur karena ada banyak dana yang sudah Mas Andra tilap, aku yakin itu. 

***

Sesampainya di depan Cafe, mataku celingukan mencari sosok Hazel. Tangannya melambai kubalas dengan anggukan lirih. Jantungku berdebar karena ini kali pertama aku harus bertemu klien padahal sebelumnya sudah membebaskan diri dari urusan Perusahaan.

"Duduk, klien dari Perusahaan Marco belum datang, beruntung kamu tidak terlambat," kata Hazel datar. Aku mengangguk, malas sekali memulai obrolan dengannya.

"Kamu tau klien yang akan kita temui ini dari mana?"

Aku mengedikkan bahu. "Mulailah peka pada urusan Perusahaan, Lena. Sekali saja kamu lengah, maka yang kamu dapat hanyalah penghianatan dan Perusahaan yang hanya tinggal nama. Suamimu berusaha mencari pinjaman dengan banyak sekali data yang dia palsukan. Jika semua klien menyetujui, maka tinggal menunggu waktu para Perusahaan yang terlibat akan mengejarmu selaku pewaris satu-satunya Perusahaan ini."

"Penghianatan memang sakit, tapi bagaimana jadinya jika semua kerja keras Papamu harus hancur dan itu semua sengaja dihancurkan oleh orang-orang brengsek seperti suamimu?"

Aku tertegun. Hazel ternyata memantau sejauh ini dan aku yang begitu bodoh masih saja tidak menyadari semua aduannya selama ini.

"Bangkit demi Om Bagas, Len. Jangan terpuruk lebih dalam karena para penghianat harus menerima balasannya."

Aku mengangguk mantap. Kami berdua berdiri saat dua orang laki-laki mendekat dan memperkenalkan siapa mereka.

Baiklah, mari menata hati, Helena. Setelah ini mungkin kejutan-kejutan lainnya akan keluar dan kamu harus siap.

Bersambung

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status