Share

Wanita Jahat untuk CEO Kejam
Wanita Jahat untuk CEO Kejam
Author: Metya Putri

Mimpi Masa Depan

Isak tangis yang diiringi dengan suara erangan terdengar jelas di malam yang sunyi itu, tangisan tersebut seolah menggambarkan betapa ia takut akan kejadian yang sedang menimpanya ini.

Tubuhnya bergetar ketika tangan kecil nan mulusnya itu ditarik dengan paksa oleh tangan besar pria dihadapannya.

"Tidak, lepaskan aku!" teriaknya sambil berusaha melawan dengan tenaga sisa yang ia miliki dan suara bergetar.

Seolah tuli, pria gemuk di hadapannya itu tidak menggubrisnya dan malah semakin menerbitkan senyum yang menyeringai.

"Kumohon... kumohon, lepaskan aku!" pintanya lagi sambil terus meronta sekuat yang ia bisa, walau pada nyatanya itu tidak membuat perubahan yang signifikan.

"Ayahmu telah memberikanmu padaku. Percuma kamu melawan, aku tidak akan melepaskanmu begitu saja!" balas pria yang sudah berumur kepala 5 itu sambil menarik dengan lebih kuat gadis di depannya tersebut dan menyeretnya ke arah ranjang.

"Menurut lah padaku malam ini, maka aku akan memuaskanmu, Cecil!" lanjut pria itu dengan senyum penuh nafsunya.

Cecilia, gadis yang dijual oleh ayahnya untuk membayar hutang itu pun sekuat tenaga berusaha untuk melepaskan diri. Namun sekuat apapun gadis itu melawan, kekuatannya masih lemah dibandingkan dengan pria setengah abad di depannya saat ini.

"Nikmatilah malam ini, aku jamin kau tidak akan kecewa!" ujar pria itu sambil melempar tubuh Cecilia ke atas ranjang.

Dengan tangis yang terus berderai, Cecilia pun melihat dengan pria dihadapannya ini dan seketika menutup matanya ketika pria itu mulai merangkak naik menuju kearahnya.

Tangan kecil itu ia silangkan erat-erat seolah menjadi pertahanan terakhir dirinya dan tak lupa ia menekuk lutut serapat mungkin, berusaha untuk menutupi apapun yang ia miliki.

Tangan besar nan kasar itu pun sesaat kemudian menyentuh bahu Cecilia dan mulai mengelus-elusnya membuat tubuh itu semakin bergetar dengan tangis yang semakin lirih.

Perlahan tangan itu mulai turun menelusuri punggung Cecilia menuju ke salah satu titik sensitif setiap wanita.

"Hentikan!" teriak Cecilia dengan sekuat tenaga sambil membuka matanya dengan lebar.

Sesaat setelah membuka mata gadis itu pun terdiam dengan nafas yang terengah-engah dan keringat dingin yang mengucur di pelipisnya.

Perlahan nafasnya pun kembali menjadi normal. Setelah merasa lebih baik, Cecilia pun menghela nafas panjang sambil mengelap keringat dingin di dahi dan pelipisnya lalu kemudian tertawa lirih.

"Lucu sekali," gumam Cecilia sambil mengakhiri tawanya yang hambar itu.

Perlahan ia pun bangkit dari tidurnya dan memperhatikan setiap sudut kamar yang ia tempati. Pandangan Cecilia seketika terhenti pada jendela kamarnya yang tertembus cahaya matahari pagi.

Entah ini adalah anugerah atau kutukan yang diberikan Tuhan kepadanya, Cecilia bahkan tidak tahu dirinya harus bersyukur atau bersedih atas kelebihan yang ia miliki.

Kelebihan?

Apa ini benar kelebihan dirinya?

Dapat mengetahui masa depan lewat mimpi, apakah ini benar sebuah kelebihan?

Mengetahui jika pada akhirnya diri ini akan dijual oleh 'ayah' sendiri pada pria 50 tahun hanya untuk melunasi hutang yang dia miliki, apakah ini sungguh patut disyukuri?

Cecilia Van Persie, seorang gadis berumur 18 tahun, anak haram dari keluarga Persie dan menjalani hidup menyedihkan sejak ia lahir. Dikucilkan, diskriminasi, dan tidak dianggap adalah makanan sehari-hari baginya.

Apakah siksaan ini masih kurang, sehingga ia dimasa depan akan dijual oleh 'ayahnya' sendiri?

Cecilia turun dari ranjang single yang sudah mulai tipis karena dimakan waktu itu dan berjalan menuju jendela kamarnya lalu membuka jendela tersebut.

Cecilia terdiam mematung di depan jendela itu dengan tatapan kosong. Selama ini ia tahu apa yang akan terjadi padanya lewat mimpi-mimpi itu, semua yang muncul dalam mimpinya pasti akan menjadi kenyataan dan anehnya, mimpi yang muncul itu semuanya tidak ada yang baik.

Jika ia ditanya mengapa dirinya tidak menghentikan itu jika sudah tahu apa yang terjadi, maka Cecilia akan menjawab dengan lantang jika dirinya telah melakukan sebisa yang ia lakukan untuk mencegahnya.

Namun itu semua gagal.

Cecilia tidak bisa menghindari kejadian yang ada di mimpinya.

"Sebelum ini, aku mendapati mimpi ditindas terus menerus. Aku sudah terbiasa dengan itu, jadi aku tidak terlalu memikirkannya. Tapi…" Cecilia menengadahkan kepalanya ke langit biru itu dengan tatapan yang menajam.

"Aku benar-benar tidak terima jika aku mendapati takdir dengan pria tua!" teriak Cecilia dengan cukup keras dan tangan yang ikut mengepal menunjukkan tekad besarnya.

Cecilia bahkan belum merasakan apa itu kebahagiaan, tapi mengapa ia selalu mendapati kesialan terus menerus dalam hidupnya?

Cecilia juga ingin memiliki pasangan, hidup yang damai dan memiliki keluarga seutuhnya yang dapat menemani dirinya dalam keadaan suka maupun duka.

Bukan seperti apa yang ada di dalam mimpinya.

Cecilia kini memiliki tekad yang sangat kuat, ia memutuskan untuk mencegah apapun caranya agar kejadian di mimpinya ini tidak terjadi.

Cecilia harus memperjuangkan hidupnya dan menciptakan kebahagiaan dirinya sendiri, walau hujan, badai, halilintar harus ia lewati.

Berdasarkan pengalaman dirinya, setelah ia mendapati mimpi ini maka itu akan terjadi dalam kurun waktu 2-3 bulan ke depan.

Maka dari itu, dalam waktu 2-3 bulan ini ia harus memikirkan matang-matang apa yang harus dilakukan untuk mencegahnya.

"Tapi apa yang harus aku lakukan?" gumam Cecilia sambil menempelkan jarinya di dagu mungil miliknya dengan pikiran yang mencoba untuk berpikir sekeras mungkin.

Di tengah fokusnya ia berpikir, sebuah ketukan kasar pun terdengar dari arah pintu.

"Cecil, bangun sekarang! Cucian kotor itu tidak akan bersih dengan sendirinya jika tidak kamu sentuh," ucap seorang wanita dari balik pintu tersebut dengan tidak sabaran.

Pikiran Cecilia seketika terputus saat mendengar teriakan nyaring tersebut, wajah manis itu perlahan menunjukkan raut masam sambil menatap lurus ke arah pintu.

"Untung tadi malam aku tidak lupa mengunci pintu," gumam Cecilia dengan datar.

Ia tahu betul siapa yang berbicara di balik pintu itu, dia adalah Agustin, salah seorang pelayan di kediaman Persie.

Lucu sekali, kan. Bahkan seorang pelayan pun tidak menganggap dirinya sama sekali, tapi itu wajar, sih. Karena pada kenyataannya kamar Cecilia pun berada di kawasan para pelayan.

Jadi tidak heran jika mereka menganggap dirinya adalah salah satu dari mereka.

"Cecil, kau dengar tidak?" tanya Agustin dengan teriakan yang sama.

Cecilia menghela nafasnya terlebih dahulu lalu kemudian menyunggingkan senyum kecil.

"Iya, aku segera kesana!" jawabnya pada Agustin.

Setelah membalas ucapan itu, terdengar langkah kaki yang berjalan menjauh dari depan kamarnya.

Sekali lagi Cecilia menolehkan kepalanya pada langit biru pagi ini.

'Pokoknya aku harus menghentikan kejadian itu!' teguh Cecilia dalam hati dengan tangan yang kembali mengepal.

***

Cecilia merenggangkan tubuhnya berusaha untuk melenturkan otot-otot yang telah dia gunakan sejak tadi pagi.

"Hah… memang sekolah pagi adalah yang terbaik!" ucap Cecilia sambil melangkahkan kakinya memasuki gerbang sekolah atas dimana ia menempuh pendidikan.

Pukk!

Sebuah tangan tiba-tiba menyentuh bahu Cecilia dari arah belakang, membuat gadis itu seketika memutar pandangannya untuk melihat siapa pelakunya.

"Cecil!" panggil Irene, teman Cecilia disekolah ini dengan senyum lebarnya.

"Oh, hai, Ren!" jawab Cecilia dengan senyum masam.

Entah mengapa sejak mimpi tadi pagi, Cecil akan merasa tidak nyaman jika ada yang memegang pundaknya. Bayang-bayang pria tua saat memegangnya masih sangat teringat jelas dalam pikiran Cecilia.

"Kamu kenapa? Senyummu itu tidak tulus sekali," ucap Irene sambil menghentikan senyum lebarnya.

'Karena kamu mengingatkanku pada si tua bangka itu,' balas Cecilia dalam hati.

Cecilia menggelengkan kepalanya pelan. "Aku tidak apa-apa," balasnya singkat.

Oh, iya. Teringat dengan mimpi itu, Cecilia lupa jika ia belum menemukan cara agar terlepas dari 'mimpi' itu.

"Irene," Cecilia menatap temannya itu dengan mata yang berbinar.

"Ya?"

"Apa kamu tahu bagaimana cara agar kita terlepas dari pria yang tidak diinginkan?"

"Hah, kenapa tiba-tiba?"

"Jawab saja pertanyaannya,"

"Emm," Irene terdiam sejenak sambil berpikir. "Menurutku itu mudah, kamu hanya perlu mencari pria lain yang disukai!" lanjutnya dengan senyum puas di wajahnya.

Cecilia terdiam sejenak mempertimbangkan ucapan Irene.

"Mencari pria lain yang disukai, ya?" gumam Cecilia sambil terus mencerna ucapan Irene.

"Aku menyukai pria yang tampan, baik hati, tidak sombong dan pandai menabung!" Cecilia menatap Irene di depannya.

"Dimana aku akan mendapatkan pria seperti itu?" tanyanya lagi.

Senyum evil pun perlahan muncul di bibir Irene sambil menatap Cecilia.

"Aku akan membawamu ke tempat itu malam ini, bagaimana?" tawar Irene dengan senyum yang penuh makna.

Dengan tanpa pikir panjang, Cecilia pun mengagumkan kepalanya cepat.

"Dengan senang hati!"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status