Share

Siapa Dia?

Penulis: Nania Orchid
last update Terakhir Diperbarui: 2025-06-10 20:58:58

Wanita Lain di Ranjang Suamiku (7)

"Pak Wahyu? Ada apa, ya sepertinya ada yang penting?" tanyaku pada Pak Wahyu. Beliau adalah pemilik toko bangunan di desa kami.

"Begini Anjani, saya ke sini mau nagih hutang sama kamu. Kata Bu Ida, mertuamu, kamu mau bayar hutangmu hari ini."

Penuturan Pak Wahyu sontak membuatku kaget. Kenapa lagi-lagi aku dihadapkan dengan utang tidak jelas? Pasti ini ulah Mas Rendy dan ibunya lagi. Dasar keluarga sampah cuma bisa membuatku susah.

"Hutang apa, ya, Pak? Saya merasa nggak pernah punya utang ke Bapak?"

"Memang bukan kamu yang berhutang ke toko saya, Anjani. Tapi nama kamu yang dipakai Rendy dalam catatan bon saya."

Astaghfirullah! Mas Rendy benar-benar jahat! Tega sekali dia menjadikan diri ini tumbal demi bisa berhutang. Aku jadi penasaran, bahan bangunan apa yang diambil dari toko Pak Wahyu? Sementara tak satu pun dari bagian rumah berubah. Termasuk beranda yang katanya waktu itu direnovasi.

"Begini, Pak Wahyu. Saya benar-benar tidak tahu perihal ini. Karena memang rumah saya tidak ada yang diperbaiki maupun direnovasi oleh Rendy. Jadi maaf sekali, saya tidak bisa membayar hutang itu karena memang bukan saya yang berhutang. Sebaiknya Pak Wahyu minta aja langsung ke Rendy atau Bu Ida."

"Tolonglah bayar, Anjani. Hutang itu sudah enam bulan. Sudah saya tagih ke Rendy dan Bu Ida, tapi mereka bilang itu hutang kamu."

Aku menghela napas panjang. Rasanya udara begitu sulit masuk ke dada ini. Pulang merantau ingin bersantai, tapi ternyata malah dikejar oleh orang-orang yang menagih utangnya Mas Rendy. Menyebalkan!

Padahal, waktu Mas Rendy bilang mau merenovasi beranda rumah, aku sudah mengirimkan uang untuk keperluan itu. Namun, nyatanya aku dibohongi dan dibodohi.

"Maaf, Pak. Saya nggak bisa bayar karena saya nggak pernah berhutang ke Bapak. Maaf, saya permisi." Aku bicara sambil kembali menggandeng tangan Chika. "Ayo, Nak," ajakku pada Chika.

"Hei, Anjani! Mau ke mana kamu bawa Chika?! Tiba-tiba ibunya Mas Rendy muncul. Dia itu sudah seperti hantu. Suka sekali muncul secara tiba-tiba.

"Terserah aku mau bawa Chika ke mana, dia, kan anakku!"

"Nggak bisa! Dia itu juga anaknya Rendy, mana bisa main bawa aja!"

Aku menggeleng-gelengkan kepala. Seulas senyum aku umbar. Bukan karena senang, tapi merasa lucu mendengar ucapan ibunya Mas Rendy.

Sikapnya seolah-olah peduli dan perhatian pada Chika. Paling-paling cuma mau cari muka di hadapan Pak Wahyu. Ujung-ujungnya mau menjatuhkan aku di hadapan orang-orang. Hmm ... playing victim!

"Chika nggak mau sama nenek! Chika mau sama Bunda aja!" seru Chika. Bocah itu menolak tanpa aku minta. Kapokmu kapan, Bu Ida?

"Dengar sendiri, kan? Chika milih ikut aku. Udahlah, yuk, Nak. Percuma bicara sama nenekmu itu." Aku kembali mengayunkan langkah dan diikuti oleh Chika. Namun, tiba-tiba ibunya Mas Rendy menarik tangan Chika.

"Chika sama nenek aja, ya. Nanti nenek beliin Chika mainan dan makanan kesukaan Chika," rayu Bu Ida pada Chika. Dasar nenek sihir! Dia pikir Chika akan tertarik?

"Nggak mau! Nenek pembohong! Nenek, kan nggak sayang aku! Nenek sayangnya sama Dea! Bukan aku!"

Ada yang nyeri di ulu hati. Ucapan Chika mampu membuat jantungku berdegup kencang. Aku jadi penasaran, perhatian seperti apa yang sering ditunjukkan ibunya Mas Rendy pada Dea? Kenapa Chika yang notabenenya anak kecil bisa sampai mengatakan kalimat seperti itu?

"Chika! Kenapa ngomong begitu? Ini pasti ulah kamu, kan Anjani?! Kamu, kan yang mengajari Chika ngomong begitu?"

Oh Allah ... manusia di depan hamba ini sangat menjengkelkan dan membuat emosi. Berikanlah dia kesadaran agar tak terus-terusan mengganggu ketenteraman hidupku. Aamiin.

"Chika, yuk kita pergi sekarang, Nak. Nggak guna meladeni nenekmu." Aku kembali menggandeng tangan Chika. Aku berniat melanjutkan perjalanan mencari tempat tinggal sementara sebelum menemukan rumah baru yang pas dan cocok.

"Pantas anakku muak sama kamu! Orang tua ngomong nggak menghargai main pergi-pergi aja!"

"Ngomel aja terus. Emang aku peduli? Paling situ yang capek," ujarku sambil terus berjalan. Dia pikir anak tercintanya saja yang muak? Aku juga.

***

Rasanya nyaman sekali merebahkan diri di ranjang setelah seharian berkeliling mencari tempat tinggal. Alhamdulillah, kini aku dan Chika sudah tinggal di sebuah kontrakan yang lumayan nyaman.

Yang paling penting, kami sudah jauh dari Mas Rendy dan ibunya. Itu yang utama.

"Bunda, Chika takut kalo misalnya ayah atau nenek tiba-tiba datang ke sini dan bawa Chika pergi. Chika nggak mau pisah sama Bunda lagi." Chika yang sejak tadi gelisah akhirnya mau mengungkapkan kekhawatirannya.

Aku langsung mendekap Chika. Menyalurkan kenyamanan lewat pelukan. "Chika jangan takut. Mereka nggak akan bisa misahin kita."

"Bunda jangan pergi kerja jauh-jauh lagi, ya. Bunda kerja di sini aja. Nggak apa-apa uangnya sedikit, asalkan tetap sama Chika."

Aku menangkup wajah tirus Chika. Kemudian mengangguk setelah bola mata gadis kecil itu menatapku lurus.

Aku memang sudah berniat tidak akan kembali bekerja menjadi TKW. Rencananya aku mau usaha kecil-kecilan seperti berjualan makanan. Semoga semuanya Allah mudahkan.

Malam ini aku lewati dengan pikiran lumayan tenang. Meski ada sedikit kekhawatiran, takut jika didatangi oleh orang-orang menagih utang.

Memang sekarang kami sudah tinggal jauh beda kecamatan dengan Mas Rendy. Akan tetapi, tidak mustahil bagi orang-orang itu menemukan tempat tinggal kami.

***

"Budget Mbak berapa biar saya bantu carikan rumah yang sesuai," ucap seorang pria yang mengaku sales marketing sebuah perusahaan properti.

"Mas yakin mau bantu? tanyaku sambil melihat orang itu serius. Saat ini aku dan Chika sedang berada di sebuah kafe. Aku diminta oleh sales itu datang ke tempat ini.

"Mbak meragukan saya? Saya jadi sales udah belasan tahun, Mbak. Banyak yang sudah saya bantu."

"Saya nggak meragukan, kok. Cuma saya mau nyari sendiri dulu. Saya nggak bisa bayar jasa Mas. Maaf, ya."

"Gimana, sih, Mbak? Buang-buang waktu saya aja!" Tiba-tiba orang itu menggebrak meja membuatku dan Chika kontan terkejut.

"Jangan marah-marah, dong, Mas! Saya, kan cuma mau nanya-nanya dulu. Kok, situ emosi?"

"Gimana nggak marah? Mbak sudah mempermainkan saya! Mbak pikir saya ini tempat konsultasi?"

Aku heran. Kenapa akhir-akhir ini aku bertemu dengan orang-orang yang menyebalkan? Siapa juga yang mempermainkan dia? Aneh.

"Ada apa ini?" Seorang pria mengenakan jas hitam tiba-tiba muncul. Aku menatapnya lekat sembari mengingat-ingat siapa orang itu. Sepertinya ... aku pernah bertemu dengannya sebelum ini. Namun, aku lupa kapan dan di mana.

"Kamu kenapa menatap saya seperti itu?"

Bersambung ....

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Tamu Tak Dikenal

    Berharap pada manusia akhirnya memang selalu kecewa. Aku tahu itu. Akan tetapi, sulit sekali menyadarkan diri ini agar tidak berharap lagi pada Mas Harris.Hah ... sudahlah. Kenyataannya memang menyakitkan. Aku harus ikhlas semua berakhir seperti ini. Lucunya, aku dan Mas Harris bahkan belum memulai sebuah hubungan, tapi semua sudah berantakan."Ojek, Mbak?" Tiba-tiba ada tukang ojek menawarkan dirinya. Sejak tadi aku memang berdiri di pinggir jalan."Ke jalan Tunas Harapan, ya, Pak," kataku sambil menghampiri tukang ojek tadi. Namun, baru saja aku hendak naik ke motor, seseorang menarik tangan ini."Anjani ...."Ternyata orang itu adalah Mas Harris. Pria yang kini berkemeja hitam itu menatapku lekat penuh arti. Kedua matanya terlihat merah dan berair. Sepertinya dia sedang berusaha keras menahan air matanya."Mas Harris ...." Aku terkejut melihat Mas Harris ada di hadapan. Rasanya tak percaya jika pria itu menyusulku. Apa mungkin diri ini sedang bermimpi? Atau halusinasi?Mas Harris

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Apakah Ini Akhirnya?

    Aku merasa takjub sekali ketika kaki ini menginjak pelataran rumah papanya Mas Harris. Bangunan megah yang terpampang di hadapan sudah cukup membuktikan bahwa keluarga Mas Harris bukan orang sembarangan.Lagi, aku merasa insecure. Apakah pantas diri ini bersanding dengan pria yang berasal dari keluarga berada? Anjani hanya wanita biasa. Tak ada kelebihan apa-apa."Anjani? Kok, bengong? Ayo." Mas Harris menepuk bahuku. Pria berkemeja hitam itu kemudian memberikan lengannya untuk aku gandeng."Selamat datang, Pak Harris. Tuan sudah menunggu di dalam. Mari silahkan masuk." Seorang pria berseragam satpam menyambut kami. Dari ucapannya, sepertinya Mas Harris sudah berjanji akan bertamu pada sang papa."Mas ... aku ...." Aku tak bisa untuk mengutarakan isi hati. Mas Harris sudah lebih dulu menggelengkan kepalanya."Mas ada di sini. Jangan takut," ucap Mas Harris menenangkan.Meski Mas Harris berkata seperti itu, tapi, jantung ini tetap saja berdebar-debar tak menentu. Ini kali pertama aku a

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Takut Melangkah

    "Iya, ya? Keknya itu mbak pelakor yang viral itu, deh." Lagi, kalimat yang sama kembali terdengar. Beberapa orang di taman ini ternyata tahu bahwa diri ini yang sedang viral di media sosial.Perasaan yang tadi bahagia, kini seketika berubah mendung kembali. Mas Harris yang saat ini masih menunggu jawaban dariku, bangkit dan berteriak, "Kalian semua yang ada di sini dengarkan saya! Wanita di samping saya ini namanya Anjani bukan mbak pelakor! Dia tidak merebut saya dari siapa pun! Silahkan kalian cari tau siapa itu Harris Atmaja Hadiwinata. Lihat biodatanya, apakah dia seseorang yang sudah memiliki pasangan. Berita yang viral itu hoax. Saya tegaskan sekali lagi, Anjani bukan pelakor! Jika saya mendengar lagi ada yang menyebutnya demikian, saya tidak segan-segan untuk membawanya ke ranah hukum!"Aku terperangah mendengar ucapan Mas Harris. Selama ini aku mengenalnya sangat lemah lembut dalam bertutur kata. Namun, ternyata dia bisa sangat tegas ketika membelaku."Kita pergi dari sini." M

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Perlakuan Romantis

    Mataku membulat sempurna mendengar penuturan Mas Harris. Tangan ini pun seketika reflek mendorongnya menjauh dariku. Pria itu benar-benar egois, dia bicara tanpa memikirkan bagaimana ke depannya."Anjani, kamu kenapa?" tanya Mas Harris tanpa rasa bersalah."Kamu yang kenapa, Mas? Kenapa kamu bilang besok kita akan menikah? Kita bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa. Bagaimana mungkin besok kita menikah? Kamu pikir aku ini perempuan apa?"Mas Harris meraih tanganku. Namun, buru-buru aku mengibaskan tangannya. Aku benar-benar marah pada pria itu.Mas Harris menunduk. "Aku mencintaimu, Anjani. Sungguh," katanya setelah beberapa saat. Kini semua orang terdiam. Termasuk Dara. Mungkin mereka syok mendengar ungkapan hati Mas Harris barusan. "Kamu yang dari dulu mas inginkan. Kamu juga mencintai mas, kan?""Cukup, Harris! Tante benar-benar tak mengerti dengan jalan pikiran kamu! Dari segi apa pun, Dara lebih baik daripada Anjani. Tapi kenapa kamu memilih Anjani?""Karena cinta tidak butuh ka

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Larut dalam Masalah

    "Saudari Mira masih dirawat di rumah sakit Graha Yasmine, Bu Anjani. Kandungannya mengalami masalah."Aku harus menelan pil pahit ketika mendatangi lapas tempat di mana Mira ditahan. Ternyata wanita perebut mantan suamiku itu belum pulih keadaannya."Kalo begitu saya permisi, ya, Pak. Terima kasih informasinya." Aku pun bergegas pergi meninggalkan lapas tahanan dan berniat langsung menuju rumah sakit.Aku sudah izin terlambat datang bekerja pada Mas Harris dan sudah berkoordinasi dengan anggotaku. Semoga sebelum siang, aku sudah sampai di resort.***"Saudari Mira butuh istirahat yang cukup. Mohon tidak mengganggunya sekarang," kata dua orang polisi yang berjaga di pintu masuk ruang perawatan Mira.Aku seperti hampir putus asa. Namun, bukan Anjani namanya jika pantang menyerah. Setelah memohon dengan sungguh dan meyakinkan hanya bicara sepuluh menit, akhirnya aku diperbolehkan masuk ke ruang perawatan Mira."Aku tidak bisa lama di sini. Aku hanya ingin tau, di mana Mas Rendy? Bu Ida d

  • Wanita Lain di Ranjang Suamiku    Menghilangnya Mas Rendy

    "Lepaskan Dara, Ma! Dara nggak mau di sini!""Tapi kamu belum pulih, Dara! Mama nggak mau kamu kenapa-napa."Aku dan Mas Harris yang baru saja tiba di depan pintu ruang perawatan Dara, seketika langsung saling pandang setelah mendengar suara kegaduhan itu.Mas Harris tak langsung mengetuk pintu, dia malah menarik tanganku menjauh dari ruangan itu."Anjani, sebaiknya kamu jangan ikut masuk. Lebih baik kamu tunggu mas di kafetaria aja. Mas nggak mau bikin suasana di dalam tambah ribut."Aku berpikir, ada benarnya juga saran Mas Harris. "Ya, udah aku tunggu mas di kafetaria aja."Mas Harris langsung memintaku pergi secepatnya. Setelah itu dia pun mengetuk pintu ruang perawatan Dara.Aku masih tak habis pikir kenapa Dara sampai nekat mau bu nuh diri. Seharusnya, kan dia berpikir panjang sebelum bertindak. Benar kata orang, usia tidak menjamin kedewasaan.Mungkinkah apa yang dilakukan Dara ada hubungannya dengan Mas Harris? Wanita itu hilang akal sehat gara-gara Mas Harris mengakui aku seb

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status