***
"Silakan masuk!" tutur Adit kepada Senja saat mereka akhirnya sampai di sebuah hotel bintang Lima yang memiliki privasi.
Senja menelan ludahnya dengan susah payah. Jantungnya berdegup kencang karena menduga-duga apa yang akan terjadi selanjutnya.
"Kamu tuli?" Adit bertanya sinis. Sekarang Senja tahu Adit bukan lelaki yang suka basa-basi. Adit bukan pula lelaki yang sabaran.
"Enggak, Mas. Ini saya mau masuk," ucap Senja.
Tanpa sudi menunggu lama, pemilik nama lengkap Aditya Praja Wirata itu langsung menarik tangan Senja hingga tubuh Senja sepenuhnya masuk ke dalam kamar.
Senja terkesiap. "Mas," tegurnya dengan suara yang sangat kecil.
"Apa? Kamu berubah pikiran?" tanya Adit tak suka. Sejak tadi ia sudah sangat ingin melampiaskan semua perasaannya. Tak hanya soal hasrat, tapi juga kekesalan.
Senja menggeleng. "Bukan begitu, tapi bisakah kita hanya mengobrol malam ini?" tanyanya.
"Tidak bisa! Aku membayarmu bukan untuk mengobrol saja,"
Sejak mendengar itu, Senja tahu ia tak akan bisa lolos dari panggilan wanita jalang malam ini. Entah lelaki seperti apa yang akan tidur dengannya nanti. Senja benar-benar tidak mengenalnya. Bahkan nama lengkapnya pun ia tak tahu.
Lalu, ketika Adit mulai menutup rapat pintu kamar hotel, Senja semakin pasrah. Berkali-kali ia merapalkan doa mohon ampunan karena harus melakukan dosa demi menyelamatkan putra semata wayangnya, Andra.
"Jangan munafik Senja, aku tahu kamu juga ingin aku menghangatkan ranjangmu setelah sekian lama!" tutur Adit.
Senja membuka mata. Mendengar ucapan Adit membuatnya mengerti Tika telah sedikit membuka masa lalunya pada lelaki ini. Adit tahu ia sudah lama sendiri.
"Aku akan mulai." Adit kembali berucap. Memangnya Senja bisa menolaknya? Tentu tidak, karena tujuan Senja menyerahkan diri kepada Adit adalah karena ingin mendapatkan uang.
Adit mendekat, lalu menyentuh pipi Senja dengan telapak tangannya. Sudah siap Senja merasakan nyeri sebab berpikir Adit akan mencengkeramnya. Namun, dia salah, karena perlakuan Adit tak sama dengan cara bicaranya. Adit memperlakukan Senja dengan sangat lembut.
"Kamu benar-benar cantik. Sayang nadibmu malang," bisik lelaki itu di depan wajah Senja.
Senja yang tadinya menutup mata kini membukanya. "Mas Adit," lirihnya. Bukan karena terpesona pada wajah Adit yang tampan atau terlena akan pujian dari lelaki itu, tetapi Senja berucap lirih karena tangan nakal Adit mulai menggerayangi pahanya.
Rasa cemas menghampiri Senja. Ingin ia keluar dari kamar ini, tapi jika mengingat Andra, tak sanggup langkah kaki pergi.
"Jangan takut, Senja. Aku akan memperlakukanmu dengan sangat lembut. Aku tahu kamu sudah lama tidak disentuh oleh lelaki,"
"Aku ingin kita sama-sama merasakan kebahagiaan malam ini," ucap Adit sebelum ia melahap bibir merah milik Senja.
Tak ada keraguan dalam diri lelaki itu. Ia benar-benar ingin mencari pelampiasan atas apa yang terjadi hari ini.
"Cium aku, Sayang. Balas kecup bibirku,"
"Kau sudah kubayar mahal."
Ungkapan Adit menyadarkan Senja bahwa ia memang harus membalas cumbuan Adit. Pada akhirnya, Senja mengakui dirinya adalah wanita jalang yang menghalalkan segala cara demi uang.
Lalu, entah sejak kapan semua pakaian terlepas dari tubuh keduanya. Adit sangat menikmati kebersamaannya dengan Senja. Entah kenapa ia merasa sangat serasi beradu di atas ranjang bersama wanita itu.
Sementara Senja hanya bisa pasrah di bawah kekangan tubuh Adit yang tampak pandai menikmati pergumulan. Sampai akhirnya Senja mencapai puncak, disusul Adit setelah itu.
"Kamu akan menjadi wanita simpananku mulai sekarang. Aku akan menjamin kebutuhan hidupmu!" tegas Adit di tengah rasa lelah yang ia rasa.
Senja terengah. Airmata kini mengalir di pipinya. "Kebutuhanku sangat banyak, Mas. Apa kamu sanggup? Sedangkan aku nggak tahu siapa kamu, apa pekerjaanmu dan juga statusmu," tanyanya. Sudah terlanjur basah, Senja pikir ini jalan terbaik untuk memenuhi biaya pengobatan Andra.
Adit terkekeh. "Kamu tenang saja. Uangku banyak! Mudah bagiku memenuhi semua keinginanmu," balasnya.
Senja tak lagi membalas. Ia diam menangisi nasib.
"Kamu siap, Senja?" tanya Adit yang kini menatap Senja. Ia usap airmata perempuan itu dengan lembut, lalu mengecup kelopak mata Senja satu persatu. "Jadilah wanita simpananku!" pintanya.
Perlakuan manis Adit tak membuat Senja menghentikan tangisnya. Justru ia semakin terisak. Nyeri hatinya ini karena harus menganggukan kepala, setuju menjadi simpanan lelaki yang baru saja menggagahinya ini. "Berapa yang bisa aku dapatkan setiap kita selesai bercinta, Mas?" tanyanya.
"Dua Puluh Juta. Bagaimana?"
Sekali lagi cairan bening itu membasahi pipi Senja. "Baiklah. Hanya sampai uangku terkumpul Seratus Juta aku sudi menjadi simpananmu, Mas. Setelah itu bebaskan aku," balasnya.
"Setuju!" ujar Adit. Lelaki itu lalu terduduk. Mengulurkan tangan pada Senja yang masih terbaring. Senja menyambutnya setelah menghapus sisa airmata.
"Pertama, kenalkan aku Aditya Praja Wirata. Sebut nama lengkapmu, Senja!"
Aditya Praja Wirata. Senja mengulang nama panjang Adit di dalam hatinya sebelum menyebut nama lengkapnya sendiri. "Diragna Senja," balasnya.
"Nama yang indah," puji Adit. "Nah, Senja karena sekarang kamu sudah menjadi wanita simpananku, maka detik ini juga kamu tidak boleh menerima klien lain," tegasnya.
Senja bersyukur akan hal itu. Paling tidak ia tak perlu mencari klien lain untuk menggenapi uang seratus juta yang dibutuhkan Andra.
"Apakah Mas Adit masih akan tidur dengan wanita lain?" Senja tahu ia tak berhak bertanya tentang ini, tapi mulutnya tak bisa dikontrol. Bukan karena ia tertarik pada Adit, hanya saja tentu dirinya harus berhati-hati. Siapa tahu Adit membawa penyakit usai bercinta dengan orang lain.
Namun, Adit terlihat menanggapinya secara berlebihan. "Itu urusanku. Kamu nggak perlu tahu!" tegasnya.
"B-baik."
Setelah menyahuti, Senja dipaksa tidur oleh Adit. Daripada melayani lelaki itu lagi, Senja pun dengan cepat menuruti. Namun, meskipun begitu, kantuk tak benar-benar menghampiri. Sepanjang malam Senja terpikirkan akan kondisi Andra. Ia belum menerima kabar terbaru dari dokter Kinan sejak kemarin.
Senja berharap putranya baik-baik saja. Sebab, ia sampai sejauh ini hanya demi Andra semata. Anaknya harus sembuh apapun yang terjadi.
"Kenapa kamu belum tidur?" Tiba-tiba suara Adit mengintrupsi.
Senja tak langsung menyahuti. Ia memilih untuk pura-pura tak mendengar pertanyaan Adit.
"Kamu membuatku ingin menidurimu lagi, wahai wanita simpananku," bisik lelaki itu.
Lalu, tanpa menunggu persetujuan Senja, Adit kembali memulai aksinya.
.
.
Bersambung.
***Adit memandang Senja yang pagi ini masih bergelung di dalam selimut. Sementara dia sendiri sudah siap dengan setelan yang semalam ia kenakan. “Dua Puluh Juta untukmu sebagai tambahan karena semalam kita bercinta sekali lagi!” ujarnya sembari melempar segepok uang kepada Senja.Dengan hati yang penuh sesak Senja menerimanya.“Ingat jangan lupa minum pil kontrasepsi. Aku tak ingin kamu tiba-tiba menuntut pertanggung jawaban padaku karena hamil!”Kali ini Senja mengangguk. “Iya Mas,” ucapnya.Adit mendengus, lalu pergi begitu saja dari hadapan Senja. Dalam kamar yang kini hening Senja menangis. Airmata tak terbendung saat melihat sejumlah uang di dalam genggamannya. Uang yang ia dapatkan karena menjadi wanita simpanan seorang Aditya Prada Wirata.“Ampuni aku Tuhan, tapi aku sungguh nggak punya pilihan,” ratapnya.Dalam kesedihan itu, Senja tetap bersyukur karena dengan begini ia bisa mengumpulkan uang pengobatan untuk Andra lebih cepat. Buah hatinya harus diselamatkan.Di saat Senja
***Abrisam baru saja kembali dari pesantren saat menemukan sebuah amplop yang dijatuhkan seorang wanita. Niat hati ingin langsung menemui uminya, tapi terpaksa tertunda karena ingin mengembalikan amplop tersebut.Tak disangka pemilik amplop tersebut adalah wanita yang sama dengan orang yang pernah menubruknya sehari sebelumnya.Gus Isam tampak terkejut karena perempuan itu selalu saja menangis saat mereka bertemu. Sayang tak sempat ia bertanya, perempuan itu sudah pergi terlebih dulu.“Apa yang kamu pikirkan, Abrisam?”Sebuah suara mengintrupsi Isam dari lamunannya.Gus muda tersebut tampak terkejut. “Umi? Sejak kapan Umi ada di sini?” tanyanya.Umi Laila tersenyum karena anak sulungnya itu tak menjawab pertanyaannya. “Sudah sejak Lima menit yang lalu, Nak. Memangnya apa yang membuatmu melamun seperti itu?” tanyanya.Isam salah tingkah. Astagfirullah. Tak seharusnya ia mengingat wanita yang bukan mahramnya.“Apa yang mengganggumu, Isam? Cerita pada Umi,” ucap Nyai Laila.Isam ragu, h
***Senja baru saja tiba di rumah makan tempatnya bekerja kala jarum jam pendek menunjukan pukul Sepuluh pagi. Ia tahu akan mendapat masalah sebab terlambat Dua jam dari yang seharusnya.“Dari mana kamu Senja? Masih niat kerja di sini?” Begitu Senja menghadap bosnya, pertanyaan sarkas yang didengar.“Maafkan saya, Bu. Saya kesiangan,” ucap Senja meminta maaf. Tak ingin wanita itu membawa nama Andra sebagai alasan keterlambatannya.Bu Sinta, si pemilik warung makan mendengus sebal. “Enak betul jawabanmu didengnar oleh telingaku, Nja,” sindirnya.“Mulai besok tidak usah bekerja di sini lagi. Banyak yang ingin menggantikan posisimu sebagai pelayan!”Mendengar itu membuat Senja bereaksi dengan cepat. “ Saya mohon jangan pecat saya, Bu. Saya berjanji tidak akan mengulanginya lagi,” pintanya dengan mata yang berkaca-kaca.Gaji dari rumah makan memang tidak seberapa, tetapi cukup untuk membayar kontrakan. Jika dipecat, Senja tak tahu harus berbuat apa. Ia merasa rugi jika kehilangan pekerjaa
***Jam Sembilan malam Senja sudah berada di sebuah café & bar tempat Tika membuat janji dengannya. Wanita itu masih terlihat mengenakan pakaian lusuh yang sama dengan yang dikenakannya saat bekerja tadi.“Tck! Nja, bisa kali kamu pakai baju yang agak bagusan dikit kalau mau masuk ke sini. Untung diizinkan masuk karena aku!” ujar Tika mengomentari pakaian Senja yang memang tak layak untuk dibawa masuk ke dalam sebuah bar.Senja memperhatikan penampilannya, tapi ia tampak tak peduli dengan hal itu. “Tik malam semaki larut. Ada apa kamu memanggilku ke sini?” tanyanya.“Sabar!”“Ini honor pertama untukmu karena berkencan dengan Mas Adit! Setelah ini, kamu akan langsung dibayar olehnya tanpa prantara dariku. Kalian sudah sepakat kan untuk berkencan diam-diam?” tanya Tika.Senja tampak terkejut. “Tapi aku sudah mendapatkan uang dari Mas Adit, Tik,” ucapnya dengan jujur.“Nggak apa-apa itu hakmu. Ini untuk kesepakatan kit. Lima Belas juta!”“Lima Belas juta? Kenapa banyak sekali?”Tika meng
***Senja baru saja selesai mandi ketika sebuah notifikasi pesan chat masuk ke dalam ponselnya. Aplikasi berwarna hijau yang populer digunakan oleh banyak orang itu pun akhirnya menyita perhatian Senja.[Kata Tika kamu sudah nggak sabar mau bertemu denganku lagi, Senja]Setelah membaca barisan kata, Senja akhirnya tahu siapa pemilik nomor baru tersebut. “Mas Adit,” lirihnya.[Bukan begitu, Mas. Tapi, lebih cepat lebih baik karena aku membutuhkan uang secepatnya!]Segera Senja membalas.Tak lama kemudian panggilan vidio call dari Adit masuk ke dalam ponselnya. Senja pun mengangkatnya. “Halo Mas,” sapanya dengan suara yang agak serak, lantaran ia sudah mengantuk karena malam cukup larut.“Kamu menggodaku dengan suara serakmu, Nja?” Namun, berbeda dengan yang Senja rasakan, justru Adit menganggapnya lain. Senja menggeleng. “Aku mengantuk, Mas,” ucapnya menjelaskan.A
***Adit menjadi uring-uringan sejak Senja tak bisa dihubungi usai ia kembali ke Jakarta. Lelaki itu berkali-kali menelpon Senja, tapi Senja yang sibuk bekerja tak sempat mengangkat panggilannya.“Sialan! Ke mana perempuan itu?” Adit bertanya pada dirinya sendiri.Pada akhirnya Adit memutuskan untuk menelpon Tika. Dalam beberapa menit keduanya telah terhubung.“Ada apa, Mas?” tanya Tika.“Di mana Senja?” Tanpa basa basi Adit langsung mengungkapkan tujuannya yaitu mencari wanita simpanannya.“Loh bukannya kalian memiliki nomor telepon masing-masing?” Tika terdengar heran.Membuat Adit berdecak sebal karena bukan pertanyaan yang sekarang dia butuhkan. Melainkan jawaban. “Di mana Senja?” ulangnya.Dari jauh Tika ikut mendecakan lidahnya. “Jam segini biasanya Senja kerja di rumah makan, Mas,” jawabnya setelah melihat jam yang melingkari pergelangan tangannya ma
***Sebuah pesan masuk ke ponsel Senja. Isinya mengabarkan kalau Adit terus mencari keberadaannya. Pesan itu dari Tika.“Pantas saja banyak panggilan tak terjawab dari Mas Adit!” ujar Senja.Sekarang sudah pukul Empat sore. Dirinya pun sudah berada di rumah. Tak ingin membuat pelanggan semata wayangnya itu gelisah apalagi marah, Senja segera mengirim sebuah pesan.[Ada apa, Mas?]Sambil menunggu balasan dari Adit, Senja membereskan kontrakan. Sore ini rencananya ia akan ke rumah sakit untuk mengunjungi Andra. Mau menginap sekalian makanya ia siap-siap. Senja lupa kalau ada janji pada Adit.[Nanti malam aku ingin kita bertemu. Di mana aku bisa menjemputmu? Aku ingin kita berkencan,]Dua Puluh menit Senja menunggu balasan dari lelaki yang berani membayar mahal dirinya itu.“Nanti malam?” Senja membola. Apakah ia akan membiarkan Andra tidur sendirian lagi malam ini? Jujur Senja merasa iba. Ia ingin bersama
***Sepulang dari rumah sakit Senja langsung bergegas mandi. Sebentar lagi azan magrib berkumandang. Betapa wanita Dua Puluh Tujuh tahun itu bersyukur atas kesempatan yang Tuhan berikan untuk menyelamatkan Andra. Melalui dokter Kinan pengobatan Andra bisa dipercepat.Iya, meskipun berlumur dosa karena menjadi wanita simpanan, tapi Senja tak ingin benar-benar melupakan Tuhannya. Atas kehendak Yang Maha Kuasa pula Andra masih berada di sisinya hingga detik ini.Ketika keluar dari kamar mandi kontrakannya, azan magrib akhirnya berkumdang. Dengan cepat Senja mengenakan pakaian bersih. Kebetulan ia sudah mengambil wudhu sebelum masuk ke kamar.“Ya Allah ampuni hamba yang penuh dengan dosa ini. Ampuni segala yang telah hamba perbuat. Hamba tak memiliki pilihan untuk mendapatkan uang pengobatan Andra secepatnya. Namun, setelah Andra melakukan pengobatan dan dibantu oleh dokter Kinan, hamba akan bertaubat. Biarlah hamba bekerja serabutan untuk melunasi huta