"Kau tampak bahagia sekali. Apa karena tidur dengan suamiku semalam?"
Hanna menyindir perempuan tak tahu malu itu dengan cukup keras. Dia tidak peduli bila beberapa pengunjung mall yang tengah melintas menengok ke arah mereka.Baginya, melihat wajah Siska yang memerah sebanding dengan tindakannya ini.
Wanita itu sepertinya tak menyangka akan diserang oleh Hanna, istri dari pria yang sedang didekatinya.
Hanna pun melirik beberapa kantong belanja di tangan Siska. Ia yakin sekali bahwa uang yang digunakan berasal dari suaminya. Kali ini, Hanna pun bertepuk tangan sembari menyindir wanita tak tahu malu itu. "Wah! Habis beli perhiasan. Ck ... ck ... pake uang hasil jualan lobangmu ya?!"
Tangan dari wanita berambut ikal sepinggang itu seketika mengeras. Siska tampak tak terima. "Tutup mulutmu!" balasnya.Namun, Hanna tak peduli. Dengan berani, dia mendekati penggoda suaminya itu kembali. "Berapa harga yang diberikan suamiku agar dia bisa tidur dengan j4lang seperti dirimu. Hah!"Tudingan Hanna sontak membuat kedua mata wanita itu membulat sempurna.Sesaat kemudian, beberapa pasang mata pengunjung mall yang melihat, kini tampak memperhatikan mereka. Mereka seolah menunggu kelanjutan sebuah drama pertengkaran yang akan terjadi selanjutnya.Suasana hening beberapa detik menyelimuti kerumunan. Namun hal itu tak berlangsung lama, karena dengan lantangnya Hanna kembali bicara."Kenapa melotot? Ucapanku benar, kan?"Hanna berusaha menahan emosinya menatap Siska yang terdiam.
Perempuan angkuh itu seolah kehilangan keberanian, hingga hanya bisa mengigit bibirnya. Namun, itu tak lama. Seolah kerasukan, Siska kini melipat tangan di depan dada--siap membalas ucapan Hanna lalu menatapnya dengan penuh ejek.
"Iya, aku memang tidur dengan suamimu semalam? Kenapa, kau marah? Kau tahu kami bahkan melakukannya sepanjang malam, suamimu itu sungguh perkasa!"
Tangan Hanna sontak mengepal marah. Pelakor di hadapannya seolah tak tahu malu sama sekali. Bukannya lari atau menangis, tetapi justru membalas ucapannya.
"Kurang ajar! Dasar kau j4l4ng murahan! berani sekali kau berkata seperti itu padaku, hah!" teriak Hanna kesal.
Mendengar itu, pengunjung Mall semakin ramai. Beberapa bahkan, ikut memanas-manasi keadaan."Huu .... Pelak0r! Hajar saja mbak!"
"Wanita tidak tahu malu.""Tel4njangi saja! Pelak0r tak tahu malu seperti itu pantasnya di arak!"Teriakan dan suara hasutan para penonton yang mendukungnya--membuat Hanna terprovokasi. Sadar jika banyak dukungan mengarah kepadanya, tanpa berpikir panjang, Hanna melepas heels yang dipakainya dan melempar kuat tas yang dipegangnya ke wajah Siska.Dengan brutal, Hanna kemudian menyerang, menjambak, mencakar bahkan menampar keras wajah selingkuhan suaminya itu.Hanna menghajar Siska tanpa ampun. Tak lama, pemandangan layaknya arena pergulatan dalam ring tinju pun tersaji di hadapan para pengunjung mall.
Tak ada seorang pun diantara para penonton yang berniat ingin melerai pertengkaran kedua wanita muda itu. Yang terdengar kini adalah sorak sorai pengunjung yang kesenangan karena melihat sebuah pertunjukan live di hadapan mereka.Beberapa kesal dengan tingkah Siska. Mereka merasa tindakan Hanna begitu heroik.
Pergulatan kedua wanita itu masih terjadi, bener- benar memanjakan mata setiap orang yang melihat. Tampak kini tangan Hanna menjambak kuat rambut Siska dengan kasar hingga membuat wanita itu menjerit keras karena kesakitan. Hanna terenyum puas ketika melihat gumpalan rambut dengan cat berwarna keemasan kini ada dalam genggaman tangannya."Lihat! Bukankah ini rambut yang selalu kau banggakan untuk menarik perhatian Mas Aldo?" ucap Hanna mendesis.Suara sorakan pengunjung semakin terdengar keras. Beberapa kamera ponsel menyorot kejadian pergulatan itu dengan mata berbinar.Mengambil foto, merekamnya, bahkan ada juga yang menayangkannya secara langsung di sosial media mereka. Sayang euforia kegembiraan itu harus terhenti karena para security mall keburu datang dan melerai pertikaian kedua wanita itu.
Dengan cepat, Siska menancapkan kukunya di lengan Hanna."Aw!" jerit Hanna kesakitan.
Ia berdecak kesal sambil mengatur nafas yang masih memburu.
Seorang security wanita yang tampak kewalahan memegang lengan Hanna--memegangnya keras. Dia seolah tak ingin Hanna menyerang pelakor yang tampak luruh di lantai.
Dengan menyedihkan, wanita itu tampak tersakiti. Terlebih, bajunya sobek dan rambut panjangnya yang kini tergerai--kusut.
Ada seorang Ibu berkerudung merah merasa iba. Dia hendak membantu Siska berdiri. Namun, akhirnya terpaksa menjauh karena mendengar teriakan beberapa orang wanita yang tidak suka dengan apa yang baru saja dilakukannya.
"Mbak, ngapain sih pelakor itu ditolong?"
"Situ mau kalau suaminya nanti digoda?""Hei mbak, biarin aja tuh di j4lang ngemper disana! Ngapain pake ditolong-tolong segala."Suara makian kembali terdengar sebelum akhirnya mereka dibubarkan paksa oleh para security yang kini berdiri disekitar tempat itu."Huu ....!" Nada kecewa terdengar diteriakkan para penonton.Hanna mendengkus kesal karena tangannya yang masih dipegang erat security.Emosinya masih memuncak di ubun- ubun. Meski tidak berniat menyerang Siska, entah mengapa tangannya masih gatal ingin menghajar selingkuhan suaminya itu.
Hanna menyeringai. Sebuah senyum kepuasan terkembang di bibirnya yang merah karena melihat wanita penganggu rumah tangganya itu sudah terlihat lemas.
"Rasakan! Sekali lagi kudengar kau ada main dengan Mas Aldo, bukan hanya rambut panjangmu itu yang kutarik, tapi juga rambut bawahmu yang akan kutebas!" teriak Hanna tanpa memfilter ucapannya.Security wanita itu akhirnya melepas tangan Hanna. Namun, tetap saja wanita dengan seragam itu terus mengawasi Hanna, agar tidak kembali berbuat nekad.Hanna menyibak rambutnya dengan elegan, lalu merapikan beberapa bagian pakaiannya yang kusut akibat pergulatan mereka tadi. Melihat heels miliknya tergeletak tak jauh dari posisinya sekarang, refleks Hanna melangkah mengambilnya.Suara ringisan kesakitan terdengar lirih dari bibir Siska, penampilan wanita muda itu begitu buruk. Kakinya bahkan gemetar untuk berdiri. Rasa terkejut karena pergulatan tadi masih membekas padanya. Kelihatannya butuh waktu bagi Siska untuk mengembalikan kepercayaan dirinya."Dasar wanita gila!" maki Siska yang terdengar sampai ke telinga Hanna."Apa katamu, j4lang! Kau bilang aku wanita gila?! Masih ingin kuhajar kau?" balas Hanna kembali emosi."Tenang, bu!" Suara security wanita terdengar lagi. Ia berusaha menenangkannya."Wanita murahan. Bisanya cuma jualan lobang saja, entah sudah berapa orang yang sudah
Sebuah mobil memasuki sebuah kompleks perumahan, bergerak perlahan melewati beberapa blok hingga akhirnya berhenti di depan sebuah rumah bercat kuning pucat.Dengan wajah datar Hanna turun dan melangkah tenang masuk ke halaman lalu mengetuk pintu, tak lama, datang seorang wanita lain yang langsung menyambutnya dengan hangat."Aku sudah menunggumu dari tadi." Ucap Dina, sahabat sekaligus sepupu Hanna. Seseorang yang selalu setia menampung segala cerita hidupnya."Ada sedikit masalah di jalan," ucap Hanna beralasan."Kau benar-benar nekat, Hanna, aku bahkan tak bisa berpikir dengan baik sewaktu kau menelponku dan bercerita tentang pergulatanmu itu," ujar Dina menggeleng."Maksudmu aku harus diam saja melihat perbuatan mes-um mereka, begitu?" Ketus Hanna."Jangan salah paham. Aku tidak mengatakan seperti itu. Kau menghajar Siska habis-habisan, Tapi bagaimana jika ia melapor ke polisi. Bisa panjang ceritanya Hanna. Kau selalu saja bertindak semaunya." Dina mengeluh seolah memikirkan kelan
Siska melempar tas yang dipegangnya dengan begitu keras hingga terdengar suara berdebum ketika benda itu membentur lantai kamarnya. Dengusan panjang dikeluarkannya, seakan hendak memberitahu betapa emosi dirinya saat ini.Perkelahiannya dengan Hanna menyisakan begitu banyak rasa sakit dan nyeri di sekujur tubuhnya. Mulutnya bahkan tak henti memaki ketika melihat beberapa lebam di bagian wajah dan lengannya.Kakinya melangkah ke sebuah cermin yang cukup besar yang menempel di lemarinya. Salah satu tangannya menyentuh pipi kanannya masih terasa begitu nyeri akibat tamparan Hanna yang bertubi, ia juga menyibak poninya, nampak jelas bekas cekaran kuku wanita itu yang masih menjejak manis disana."Si4lan kau Hanna, dasar bar-bar, wanita gila! Wajar saja Mas Aldo lari dari pelukanmu." Siska mengumpat.Kembali Siska memandang ke arah cermin. Mengamati rambutnya yang tampak kusut meski sudah ia rapikan. Rasa sakit akibat jambakan tangan Hanna masih terasa nyeri, membuat wanita itu kembali mem
Aldo terdiam mendengar tudingan Hanna yang begitu menusuk. Wajah Hanna yang menahan amarah dengan nafas yang nampak memburu, membuat lelaki itu memilih untuk menahan diri.Ekor mata Aldo melihat Hanna dengan kedua tangan bersidekap di depan dada. Sebuah posisi pertahanan diri yang biasa refleks dilakukan. Aura panas yang dikeluarkan wanita itu begitu terasa, membuat tengkuk Aldo menegang.Ucapan Hanna tidak ada yang salah. Aldo memang menginap di tempat Siska selama tiga hari. Awalnya ia dan Siska, wanita gelapnya itu memutuskan untuk bertemu sebentar setelah pulang kantor, namun ditengah perjalanan, tiba tiba saja Siska mengubah rencana, wanita itu mengatakan ingin menonton film berdua saja di kamar kostnya.Permintaan Siska langsung dijawab Aldo dengan anggukan kecil. Bagai mendapat hadiah, tanpa berpikir panjang, mengikuti keinginan dan juga hasratnya.Suasana mendadak berubah, acara menonton film tersebut seketika berganti, ketika Siska tiba tiba mengganti pakaiannya dengan linge
Aldo menggigit kepalan tangannya yang tadi gagal digunakan untuk kembali menampar Hanna, matanya masih menatap nyalang pada istrinya, amarah masih membuatnya panas, serasa ingin meledakkan tubuhnya."Si4l!" Kembali Aldo mengumpat.Prang!Sebuah vas bunga kristal yang terpajang di meja tamu tiba-tiba di lempar Aldo untuk mengalihkan kekesalannya. Sengaja lelaki itu melemparnya didekat Hanna, untuk menunjukkan betapa emosi dirinya saat ini.Vas bunga itu keras membentur dinding dan hancur. Kepingan-kepingan vas itu berserakan di lantai. Hanna memandang vas yang hancur itu dengan sorot mata yang dingin. Dengan wajah yang menyeringai."Kau benar-benar keterlaluan. Aku menyesal menikah denganmu. Siska bahkan sepuluh kali lebih baik darimu." Sesal Aldo sambil terus memaki."Oh, benarkah! Baguslah. Artinya setelah ini, aku tak perlu mengurusi kebutuhanmu lagi," balas Hanna spontan.Ada rasa nyeri dihati Hanna ketika mendengar pernyataan Aldo. Mata dengan bulu mata lentik itu nampak berkaca.
Keesokan harinya,Hanna duduk memandang sepiring nasi goreng yang dibuat Mbok Iyem, Assisten rumah tangganya dengan wajah masam dan tak berselera. Pertengkaran dengan Aldo semalam masih menyisakan rasa nyeri di kepalanya yang terluka akibat berbenturan dengan kaki lemari. Sikap brutal yang dilakukan Aldo semalam masih terekam jelas dalam memori ingatannya. Hanna tak habis pikir mengapa Aldo yang begitu mencintainya bisa berubah begitu cepat membencinya. Apa yang dilakukan Siska hingga bisa membuat Aldo begitu cepat berpaling darinya?Adakah kesalahannya? Atau pelayanannya yang tidak sesuai keinginan suaminya? Entahlah, Hanna merasa yakin jika tak melakukan hal yang buruk yang bisa membuat Aldo berpaling dan menjauh darinya.Semalam, setelah puas mengeluarkan amarah, Hanna membanting pintu kamarnya dan menguncinya begitu rapat. Hingga Aldo terpaksa tidur mengungsi ke kamar tamu. Dan pagi ini lelaki itu tak terlihat di meja makan ini.Ah, tapi mengapa ia harus peduli? "Mbak Hanna, tid
"Apa yang akan didapatkan wanita bodoh itu dengan melaporkan Hanna?" ucap Aldo yang tanpa sadar mengingat kembali senyum yang begitu menakutkan di wajah Hanna semalam.***Awan mendung masih menggelayut di langit, begitu juga dengan angin yang mulai berhembus kencang, menerpa dedaunan dan menggoyangkan ranting pohon seperti tubuh seorang penari yang meliuk.Entah mengapa cuaca seperti begitu cepat berubah. Padahal tadi pagi matahari masih begitu garang memperlihat keperkasaannya. Seolah meyakinkan diri jika tetesan air tak akan mungkin bisa jatuh ke tanah.Hanna memandang halaman rumahnya dengan tatapan sayu dari teras, niatnya untuk pergi ke suatu tempat, terpaksa ditunda, karena cuaca yang tidak mendukung, ia yakin tak akan lama lagi hujan akan turun.Ditengah pikirannya yang seakan ingin mempermainkannya, sebuah motor matic berhenti tepat di depan rumahnya. Melihat siapa gerangan yang datang bertamu, sebuah senyuman kini terlukis indah wajahnya."Dina, tumben main ke rumahku?" Han
"Terserah kau saja, tapi jika kau butuh bantuan pengacara, Jangan sungkan menelponku." Ujar Dina khawatir.Hanna menggangguk."Tentu saja.""Aku pasti akan meminta bantuan padamu sebab kantor polisi adalah langkah terakhir bagiku, sebelum itu aku ingin melihat wajah pucat lelaki itu karena telah kehilangan segala hal yang dibanggakannya selama ini. Aku ingin melihat rasa penyesalan yang tulus di wajahnya, dan yang terpenting aku ingin melihatnya hancur di depan mataku sendiri.""Kau memiliki bukti KDRT yang dilakukan Aldo padamu Hanna.""Aku tahu, tapi melaporkannya ke kantor polisi tidak semudah yang dibayangkan, akan banyak waktu dan materi yang dibutuhkan dan aku tidak punya waktu untuk itu, lagipula melaporkannya juga tidak menyelesaikan masalah. Tuduhan KDRT dan perzinahan bisa menahannya berapa lama? Tiga bulan, satu tahun, tiga tahun? Tuduhan itu tidak akan membuatnya membusuk selamanya dipenjara, lalu begitu lelaki itu keluar nanti, adakah jaminan Jika dia tidak mencariku lagi