Share

Bayangan Wajah Ara

Kaisar percepat langkah kakinya. Berjalan menuju depan lobby. Di sana sudah terparkir sebuah mobil sedan mewah yang akan membawanya pergi.

"Selamat pagi Tuan," sapa Julian, asisten pibadinya yang pagi ini sudah datang mengurusi semua kebutuhannya. Termasuk menyiapkan pakaian yang ia dan Ara kenanakan.

"Pagi," sahut Kaisar singkat.

Kaisar masih berdiri di samping mobil. Berdampingan dengan Julian, yang masih berada di posisi awal. Berdiri sembari memegangi pintu mobil.

Mendadak Kaisar berubah ragu untuk masuk. Ia menoleh lagi ke belakang. Memeriksa keadaan sekitar.

"Maaf Tuan, apa ada yang ketinggalan?" ujar Julian peduli.

"Tidak ada," tegas Kaisar kemudian memilih untuk segera masuk ke dalam mobil. Meski perasaanya kini tengah dilanda kegundahan. Masih memikirkan keadaan Ara yang ia tinggalkan sendirian.

Di dalam kamar hotel, Ara sudah rampung membersihkan tubuhnya. Ia kebingungan dihadapkan pada 2 pilihan baju.

Pagi ini ia tetap harus masuk kerja. Dimana ia sudah menyiapkan sebuah seragam yang ia simpan di tas kecil.

"Pakai yang mana ya?" bimbang Ara menimang-nimang dua baju tersebut.

"Tapi kalau dipikir-pikir lucu juga keluar dari sini pakai seragam kerja." Ara putusakan segera mengenakan baju pemberian Kaisar. Barulah nanti ia akan berganti pakain setelah sampai tempat kerja.

Ara simpan lagi seragam khas abu-abu pinknya ke dalam tas tadi. Lalu ia merias sedikit wajahnya agar tidak pucat.

Tanpa berlama-lama ia keluar dari kamar tersebut. Berniat untuk naik transportsi umum menuju tempat kerja.

Beruntung hotel tempatnya menginap tidak jauh dari halte bus. Cukup berjalan 100 meter. Ara sudah mendapatkan busnya.

Suasana pagi ini seperti biasa selalu ramai. Termasuk bus yang ia tumpangi. Penuh sesak dengan orang-orang yang hendak berangkat bekerja.

Tapi itu tidak lama. Ara sudah sampai di tempat kerjanya. Di sebuah kedai es krim momala.

"Abis kondangan kamu Ra?" ledek teman-teman kerja Ara. Terpukau dengan penampilan Ara yang baru. Berbalut sebuah gaun selutut dengan sepatu hak tinggi

Sangat bertrubukan dengan gaya berpakaian sehari-hari. Yang sangat sederhana. Hanya berbalaut kaos casual dan celana jeans.

"Apaan sih?" ketus Ara. Memilih untuk tidak menanggapi candaan teman-temannya. Berjalan masuk dan mengganti pakainnya tadi di ruang ganti.

Ara tanggalkan segala barang mewah yang melekat di tubuh lantas menggantinya dengan seragam kebanggan.

Ara kini sudah benar-benar siap kembali menjadi dirinya. Tidak lupa ia kucir rambutnya ke belakang lalu mengenakan sebuah topi.

Drrt drtt drtt

Ponsel di dalam saku celananya bergetar. Ara kembali beringsut mundur. Membuka benda pipih tersebut.

"Siapa sih?"

Perasaan jengkelnya sirna sudah setelah ia mendapati besaran uang dalam jumlah yang dikirim ke rekeningnya.

Ara terkejut dan sedikit tidak bisa mempercayainya. Berulang kali ia meneliti angka 0 di belakang koma.

"15 juta," ucapnya menelan ludah kasar.

Bersamaan dengan itu. Serly turut mengirimkan sebuah pesan untuknya.

'Itu upah kamu plus bonus. Semua udah aku transfer lunas plus dp kemarin. Tapi perlu kamu inget. Aku udah ambil bagian aku. Jadi ini gaji yang kamu terima bersih.'

Ara kembali menelan salivanya. Ia tidak memusingkan berapa persen komisi yang sudah Serly potong. Baginya uang ini masih sangat banyak untuk dirinya terima. Sedangkan gajinya sebulan, tidak sampai di angka tersebut.

"Lumayan," ucapnya tersenyum senang usai mendapatkan hasil dari pekerjaannya semalam.

Ara simpan lagi ponselnya ke dalam saku. Gegas ia beranjak untuk melakoni pekerjaannya normlanya.

***

Jauh dari itu, di dalam kantornya sendiri. Kaisar belum juga bisa tenang. Setelah malam panjang yang sudah ia lalui bersama gadis itu. Justru membuat pikirannya tidak berhenti memikirkannya.

Sentuhan itu, rasa itu, dan kenyaman yang sudah ia peroleh. Membuatnya tertarik pada si gadis malam.

Semenjak datang bahkan sampai sekarang. Kaisar hanya melamun dari balik meja sembari memangku dagunya.

"Tuan, Tuan Kaisar." Kaisar tetap tidak bergeming. Sudah lebih dari tiga kali Julian memanggil namanya.

"Hem! Maaf Tuan Kaisar. Ini berkas-berkas yang anda inginkan."

Kaisar tersadar juga setelah melihat setumpuk berkas yang Julian sodorkan ke atas meja.

"Maaf. Julian apa hari ini aku agenda bertemu investor?"

"Tidak ada Tuan.Hari ini anda tidak ada agenda apapun."

"Begitu rupanya," gumamnya dari balik meja.

"Kalau tidak ada yang dibutuhkan lagi. Saya keluar dulu Tuan."

"Tunggu Julian!" cegah Kaisar sebelum Julian membalikan tubuhnya.

"Iya Tuan, ada apa?"

Kaisar tidak juga menyahutnya. Termasuk mengutarakan hal yang sejak tadi jadi ganjalan hatinya.

"Tidak ada. Kamu bisa pergi." Kaisar memilih untuk tidak mengatakannya. Julian tidak mengatakan apapun lagi. Ia lekas pergi dari sana. Meninggalkan Kaisar dengan perasaan yang tidak pasti.

Kaisar masih juga diam. Menatap lurus ke dalam layar ponselnya. Bodohnya, malam itu ia tidak meminta kontak sang gadis.

Dirinya mulai berpikir ulang untuk memanggilnya kembali. Pikirnya, mungkin dengan sedikit bantuan Leon bisa menjebataninya untuk bertemu kembali dengan Ara.

Kaisar kesampingkan perasaan malunya. Meraih benda pipih tersebut dan mencoba mencari keberadaan Ara lewat Leon.

***

Petang menjelang. Ara sudah berkemas sejak tadi. Bergantian shift dengan temannya.

Malam ini ia putuskan untuk pulang. Setelah semalam ia tidak pulang ke rumah.

Lumayan kali ini ia pulang dengan membawa hasil yang banyak. Tangan kanan dan kirinya penuh akan belanjanan yang akan ia pergunakan bersama Ibu dan adik-adiknya.

Semenjak Ayahnya meninggal. Ara lah yang menjadi tulang punggung keluarga ini. Lahir di keluaraga yang sangat sederhana. Bahkan untuk tinggal mereka hanya mampu ngontrak di sebuah rumah petak yang berada di tengah-tengan pemukiman padat penduduk.

"Kak Ara pulang!" seru adik terkecil Ara bersorak melihat sang Kakak datang.

"Kalian udah makan? Ini Kakak bawakan makanan untuk kalian." Kedua adik Ara langsung berantusias untuk membuka bungkusan tersebut.

Senyum kebahagian Ara terpancar. Ia senang bisa memberi sedikit kebahagian bagi keluarganya. Tanpa mereka ketahui sumber uang yang ia hasilkan.

"Ara, kamu belanja sebanyak ini? Apa bukan pemborosan namanya," celetuk Ibu Endah, datang dari arah dapur.

"Enggak apa-apa Buk. Kebetulan Ara dapat bonus dari kerjaan. Oh iya, ini uang kontrakan dua bulan. Tolong, nanti Ibu bayarkan."

Ibu Endah makin keheranan menerima sejumlah uang dari tangan Ara. "Sebanyak ini? Kamu yakin ini bonus," ucapnya tanpa sengaja sudah mencurigai.

Ara menganggukan kepala dengan mantap. Tentu ia tidak mungkin mengakui sumber uang yang ia telah peroleh. "Iya. Itu semua bonus Ara," tegasnya mantap.

"Kak Ara, tadi Kak Serly kesini nyariin Kakak," celetuk Dini keluar kamar. Adik kedua Ara yang duduk di bangku SMP.

"Serly? Mau ngapain dia?"

"Gak tahu. Dia cuma datang sebentar trus pergi lagi."

Rampung Dini berucap. Dering ponsel Ara berbunyi. Ara beranjak keluar sejenak untuk mengangkat telefon tersebut.

[Ada apa lagi Ser?]

[Kamu lagi dimana? Cepet ganti baju setelah ini aku jemput. Tuan Kaisar mau ketemu kamu] sahut Serly tanpa basa-basi.

[Ketemu? Buat apa?]

[Udah gak usah banyak tanya. Yang jelas, malam ini dia mau ketemu kamu]

[Sory Ser, aku gak bisa]

Ara menutup telefon itu sepihak. Tanpa penjelasan lebih lanjut. Ia acuhkan ajakan Kaisar untuk bertemu.

Baginya, sudah cukup ia menghabiskan malam itu untuk menemani sang pria. Ia tidak membutuhkan lagi untuk bertemu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status