LOGINApa yang dikatakan Ema siang tadi. membuat Cantika kepikiran. Hembusan nafas berkali-kali keluar dari mulutnya.
“Kalau aku menolak perjodohan ini, alm ayah pasti kecewa,” ucap Cantika. Matanya melihat ke foto yang ada di nakas. Tangannya mengambil foto tersebut. Senyum terbit melihat foto dirinya bersama Ayah, ibu dan adiknya. Foto yang diambil tiga tahun lalu, saat Cantika baru saja lulus kuliah. “Tika memang tidak pernah bertemu dengan Pria yang bernama Brama, Yah. Tapi Tika pernah mendengar kalau dia adalah pria yang kejam,” ucap Tika, seolah-olah sedang curhat dengan Ayahnya. “Kenapa bisa ayah menjodohkan Tika dengan pria itu? apa Ayah punya hutang dengan keluarga mereka?” tanya Cantika. Hembusan Nafas kembali keluar dari mulutnya. “Sepertinya aku harus tanya ibu,” ucap Cantika. ******* “Ayahmu nggak pernah punya hutang uang, Tik. Tapi Ayahmu punya hutang budi dengan pak Prabu,” jelas bu Irma. Saat ini Tika sudah berada di kampung halaman, hanya demi menanyakan kenapa Ayahnya bisa menjodohkan dirinya dengan pria yang dikenal kejam itu. “Hutang budi?” beo Cantika. Keningnya berkerut mendengar cerita ibunya. “Iya,” “Hutang budi apa. Bu?” “Dulu ayah pernah bawa uang bank dalam jumlah milyaran. Memang saat itu Ayah ditemani sama dua orang polisi. Kamu tahu sendiri, kalau Ayah dulu hanya seorang supir di Bank swasta. Kebetulan saat itu Ayah dan karyawan Bank mau bawa uang itu kembali ke kantor, mau di masukkan ke dalam brankas, setelah transaksi dari salah satu pengusaha. Tapi di tengah jalan, mobil ayah di stop preman. Sempat terjadi baku hantam, bahkan Ayah mu juga terluka saat itu. Tapi pertolongan Allah datang. Pak Prabu Adiyaksa lewat bersama dengan bodyguardnya. Dan menolong Ayahmu. Salah satu polisi meninggal, dan karyawan Bank luka-luka, sama seperti Ayahmu. Sejak saat itu, Ayah sering berinteraksi dengan pak Adiyaksa, sampai Ayahmu direkrut menjadi sopirnya,” cerita bu Irma. “Karena itu Ayah menjodohkan aku dengan cucunya kakek Prabu?” tanya Cantik, meyaknkan ceritanya ibunya. “Iya, nak. Pak Prabu sendiri yang meminta kamu. Dan karena Ayah pernah ditolong oleh pak Prabu, Ayah tidak bisa menolak. Lagian Ayah juga bisa melihat kalau pak Prabu orangnya sangat baik. Itulah kenapa Ayah memintamu untuk menikah dengan Brama,” jelas bu Irma. Cantika hanya diam, matanya melihat ke arah luar rumahnya. Hembusan nafas keluar dari mulutnya. “Ibu hanya bisa berdoa, Tik. Agar kamu bahagia, Ibu juga yakin, kalau pria yang dipilihkan Ayahmu, pasti Pria yang bisa melindungi dan menjaga kamu,” kembali bu Irma berbicara. “Semoga saja, Bu,” ucap Cantika. Tapi hanya mampu di ucapkan dari dalam hati saja. ***** Dua hari sudah berlalu, Cantika juga sudah balik dari kampungnya, dan sekarang kembali fokus dengan pekerjaannya. “Tik, kita ada temu klien sore ini, di cafe Bunga,” Ema memberitahu. “Kamu saja yang pergi ya, aku sore ini ada urusan,” “Eehk…ada kabar apa ini? kok aku nggak ada info?” tanya Ema, heboh Langsung duduk di depan meja Cantika. Cantika yang tadinya fokus melihat data kliennya, jelas terkejut dengan tingkah asistennya. “Heboh bener,” kekeh Cantika. “Kamu sore ini mau kemana? kok nggak ada cerita?” kembali ema bertanya. “Ketemu sama Brama,” “Whaaat!!” terkejut Ema. “Jangan bilang kamu terima perjodohan ini?” “Nggak tahu Ema, intinya sekarang aku ketemu dulu sama dia. Lagian dia sendiri yang minta,” Cantika memberitahu. “Aku yakin, dia pasti langsung jatuh cinta sama kamu,” “Sok tahu,” ucap Cantika. “Siapa sih yang tidak jatuh cinta sama kamu, Tik. Pengusaha aja banyak yang antri, tapi kamu tolak semua,” “Karena memang nggak jodoh, Ma. Bukan aku yang menolak,” sahut Cantika. “Kalau dengan Pak Brama ini? kamu langsung terima?” tanya Ema, penasaran. Cantika diam sejenak, mau di tolak, tapi ini amanah dari Ayahnya. “Aku ikut dia saja, Aku juga percaya dengan pilihan Ayahku,” jawab Cantika. “Aku doain kamu bahagia kalau nantinya kamu berjodoh dengan pak Brama,” ucap Ema, dengan tulus. “Amiin,” sahut Cantika. Keduanya pun tersenyum, dan kembali melanjutkan pekerjaan mereka. ******* Di kantor, Brama hanya duduk di diam di kursi kebesarannya. Matanya melihat foto Cantika, yang baru saja dikirim kakek Prabu. “Ciiih….Cantik karena dempul,” ucap Brama menatap foto Cantika. Dengan kasar, Brama melempar foto Cantika ke atas meja. Bertepatan pintu ruangan Brama terbuka. Aslan masuk dengan membawa beberapa berkas di tangannya. “Sore nanti kosongkan jadwal saya,” ucap Brama langsung memberitahu Asistennya. “Bapak mau kemana?” tanya Aslan dengan hati-hati. “Ketemu sama wanita yang dijodohkan kakek,” “Jadi juga pak Brama mau ketemu dengan bu Cantika,” batin Aslan, yang memang sudah diberitahu kakek Brama. Walau belum pernah bertemu. Tapi kakek Brama sudah memberitahu Aslan. Bahkan kakek Brama pernah meminta tolong pada Aslan, untuk membujuk Brama, agar mau menerima perjodohan itu. “Apa saya perlu temani bapak?” tanya Aslan. “Tidak perlu, kamu cukup handle kerjaan saja, saya nanti pergi sendiri,” tolak Brama. Aslan pun hanya menjawab dengan anggukan kepala saja. Setelah Aslan memberikan berkas untuk diperiksa Brama. Aslan pun kembali ke ruangannya. ***** Dan waktu yang ditunggu-tunggu Cantika pun tiba. Begitu sampai di cafe tempat Brama dan Cantika akan bertemu. Cantika langsung keluar dari mobilnya. Kakinya dengan pelan melangkah masuk ke dalam cafe. Dari pintu masuk, Cantika bisa melihat seorang pria yang duduk sendiri masih dengan pakaian formal sedang fokus menatap layar hp nya. Dengan pelan Cantika menarik nafas, kemudian menghembuskannya dengan pelan. Kakinya langsung melangkah menghampiri Brama yang sudah sampai lebih dulu. “Maaf, saya terlambat,” ucap Cantika. Brama yang tadinya fokus dengan layar hp nya, langsung mengangkat kepalanya. Brama cukup terkejut saat melihat wajah Cantik yang terlihat dingin, namun juga terlihat cantik. “Kamu telat 10 menit dari jam yang sudah di tentukan,” ucap Brama. menatap Cantika dengan tatapan tidak suka. “Saya punya kerjaan, dan jalanan juga macet, harusnya anda punya kesabaran sedikit,” Deg Brama dibuat terkejut dengan jawaban Cantika, Matanya langsung menatap Cantika dengan tajam. Bukannya takut, Cantika justru kembali menatap Brama dengan tajam juga. “Kok dia nggak takut denganku?” batin Brama. “Jadi apa keputusan anda?” tanya Cantika to the point.Makan malam berakhir dengan wajah merah Brama dan kekesalan Sarah dan juga Dana.Cantika yang terlihat tenang dan selalu menampilkan senyuman di bibirnya, tetap saja dadanya terasa sesak saat mendapatkan perlakuan tidak enak dari Sarah dan Dana.Kakek Prabu bisa melihat bagaimana perasaan Cantika saat ini. Itu sebabnya, setelah selesai makan malam, Kakek Prabu langsung menyuruh Cantika untuk beristirahat di kamar.“Cantika, langsung istirahat saja di kamar, kakek tahu kamu pasti lelah.. Untuk kamu, Bram. Ke ruangan kerja Kakek dulu. Ada yang mau Kakek bicarakan sama kamu,” ucap Kakek Prabu dengan nada tegas.“Bi, antarkan Cantika ke kamar, Brama.” Kakek Prabu langsung memerintahkan art di rumahnya. Dengan sopan, Bi Murni pun menjawab dengan anggukan kepala.“Mari, Non.”“Panggil Tika saja, Bi,” ucap Cantika dengan sopan.“Nona Cantika ini istrinya Den Brama, jadi mana mungkin saya memanggil istri majikan saya hanya nama saja,” sahut Bi Murni tidak kalah sopan.Mendapat perlakuan spesi
Cantika langsung menatap Brama dengan wajah yang terlihat serius. Hembusan napas keluar dari mulut Cantika dengan pelan.“Apa Kamu melihat wajahku seperti ketakutan?” bukannya menjawab, Cantika justru bertanya balik.Brama tidak menjawab, tapi matanya menatap Cantika dengan tatapan tajam. “Ingat pak Brama yang terhormat, saya bukan wanita lemah yang bisa ditindas sesuka hati. Paham!!” Cantika kembali menatap para tamu. Wajah yang tadinya terlihat datar, seketika berubah terlihat manis, karena Cantika langsung menunjukkan senyumannya.“Pintar sekali aktingnya, padahal jelas-jelas tadi aku liat dia seperti tertekan,” batin Brama.Di tempat Sarah, Dana dan Iqbal berdiri, kakek Prabu menatap ketiganya dengan tajam. “Tolong hargai acara pernikahan Brama dan Cantika. Jangan merusak suasana dengan sikap kalian yang tidak punya etika itu,” tegur kakek Prabu. “Maaf, Pa,” ucap Dana, dengan wajah sedikit ketakutan.“Jangan diulangi lagi, ini terakhir kalinya kalian buat rusuh,” kakek Brama men
“Bukan urusanmu,” jawab Brama. Matanya menatap Iqbal dengan tajam. Dengan cepat Brama ingin membawa Cantika pergi, tapi langkahnya terhenti saat mendengar apa yang dikatakan Iqbal. “Kasihan sekali wanita cantik ini, harus jadi korban karena kamu gila harta,” Tangan Brama yang sebelah langsung terkepal, Wajahnya juga terlihat memerah karena menahan emosi. “Sebaiknya urus saja urusanmu,” ucap Brama, tanpa menyahut perkataan Iqbal yang sudah membuat dirinya emosi. Dengan cepat Brama langsung menarik tangan Cantika untuk segera pergi. Lagi-lagi Cantika hanya menurut saja, tapi matanya sempat melihat Iqbal, yang sedang tertawa sinis melihat diri nya dan Brama. “Siapa dia? kenapa Brama sampai semarah itu?” batin Cantika. Kini Brama sudah sampai di toko perhiasan, Wajahnya masih terlihat menahan emosi, matanya langsung melihat Cantika. “Cepat pilih yang kamu mau,” “Menurut selera ku?” tanya Cantika. “Iya,” jawab Brama, dengan nada kesal. “Kalau mahal?” “Ck, aku bukan orang miskin
“Gimana apanya?” tanya Cantika, dengan alis berkerut menatap Ema.“Ya…kamu gimana sama tuh cowok yang di jodohkan sama kamu? suka nggak?” Cantika menatap foto keluarganya yang ada di atas meja. Melihat senyum ayah, ibu dan adiknya. Cantika juga ikut tersenyum. Hembusan nafas juga keluar dari mulutnya.“Kalau dibilang perasaan, jelas belum ada sama sekali, Ma. Tapi setiap wanita pasti berharap kebahagian bersama dengan suaminya, ketika sudah menikah. Dan aku juga berharap seperti itu, walaupun aku menikah tanpa ada rasa cinta. Aku berharap Allah akan memberikan rasa cinta untuk aku dan dia nanti,” “Aaamiinn,”..Dua hari sudah berlalu sejak Brama memberitahu kakek Prabu kalau dirinya menerima perjodohan yang sudah di atur kakeknya. Brama pikir masalah itu sudah selesai, tapi pikirannya salah besar.Saat Brama fokus dengan pekerjaannya, tiba-tiba telpon dari kakek Prabu, membuat Brama langsung berdecak kesal.“Apalagi sih?” kesal Brama, tapi tetap menjawab telpon dari kakek Prabu.“A
Brama tidak langsung menjawab pertanyaan Cantika soal perjodohan. Yang ada Brama justru menyandarkan tubuhnya di kursi. Matanya menatap Cantika dengan tajam.“Sebelum saya menjawab, saya mau tanya sesuatu ke kamu,” “Apa?” tanya Cantika.“Mau pesan apa?”“Hahk!” terkejut Cantika.“Saya bukan pria pelit yang dengan teganya membiarkan lawan bicara saya tidak memesan minum atau makanan,” jelas Brama.“Aku kira dia mau beralih jadi waitress,” gumam Cantika. Sayangnya Brama masih bisa mendengar apa yang dikatakan Cantika.“Saya dengar apa yang kamu bilang,” tegur Brama. Cantika hanya diam saja. Kepalanya langsung menoleh ke kanan dan kiri, melihat waitress.“Mbak,” panggil Cantika. Waitress yang dipanggil Cantika pun langsung datang.“Mau pesan apa, Mbak?” tanya waitress dengan sopan.“Matcha latte nya satu. No sugar,” “Ada lagi?” tanya waitress.Cantika menatap Brama, “Kamu ada mau dipesan lagi nggak?” tanya Cantika, tentu dengan nada judes.“Nggak,” Cantika pun kembali menatap Waitress
Apa yang dikatakan Ema siang tadi. membuat Cantika kepikiran. Hembusan nafas berkali-kali keluar dari mulutnya.“Kalau aku menolak perjodohan ini, alm ayah pasti kecewa,” ucap Cantika. Matanya melihat ke foto yang ada di nakas. Tangannya mengambil foto tersebut. Senyum terbit melihat foto dirinya bersama Ayah, ibu dan adiknya. Foto yang diambil tiga tahun lalu, saat Cantika baru saja lulus kuliah. “Tika memang tidak pernah bertemu dengan Pria yang bernama Brama, Yah. Tapi Tika pernah mendengar kalau dia adalah pria yang kejam,” ucap Tika, seolah-olah sedang curhat dengan Ayahnya.“Kenapa bisa ayah menjodohkan Tika dengan pria itu? apa Ayah punya hutang dengan keluarga mereka?” tanya Cantika. Hembusan Nafas kembali keluar dari mulutnya.“Sepertinya aku harus tanya ibu,” ucap Cantika.*******“Ayahmu nggak pernah punya hutang uang, Tik. Tapi Ayahmu punya hutang budi dengan pak Prabu,” jelas bu Irma. Saat ini Tika sudah berada di kampung halaman, hanya demi menanyakan kenapa Ayahnya bis







