PoV. KaniaTok ... tok!"Mbak Kania, ditunggu Ibu dan Mbak Keysa di meja makan untuk makan malam bersama."Ketukan pintu disertai dengan suara panggilan dari salah seorang dari Asisten Rumah Tangga yang bekerja dirumahku akhirnya membuyarkan lamunanku. Aku tak mengerti, mengapa ingatan itu tak bisa hilang dari dalam benakku, meskipun sudah sekuat tenaga kucoba untuk melupakannya. Ingatan menyakitkan itu seolah melekat kuat di kepalaku.Bahuku bergetar meski saat ini aku sedang tak bergerak. Wajah Jeni seolah-olah menari didepan mataku."Tidak, aku bukan penyebab kematianmu, Jeni. Kau kecelakaan," aku bergumam lirih.Tubuhku akhirnya lunglai di lantai ini. Entah mengapa tenagaku seolah menghilang, sambil menyeka pelan air mata, perlahan aku bangkit dan berdiri."Bawa saja makanannya kekamar, bilang pada mama jika aku sedang tak enak badan, dan tak ingin diganggu," aku berucap lirih.Kuseret langkah ke ranjang tidurku. Kubaringkan perlahan tubuhku.
[Pulanglah, Alina. Mari kita mulai semuanya dari awal. Aku sungguh menyesal karena pernah mensia-siakan dirimu. Tolong berikan aku kesempatan untuk membahagiakanmu]Kuusap pelan wajahku. Entah mengapa hatiku tak begitu merespon baik ungkapan penyesalan Mas Bayu. Tiga tahun tanpa kehadirannya, membuatku kini terbiasa hidup tanpa dirinya. Dan sekarang, disaat Mas Bayu ingin memperbaiki hubungan kami, mengapa hatiku tak bahagia?****Drrtttt ....Ponselku bergetar, kulirik cepat layar pipih itu, nama Mas Bayu yang tertera disana. Seolah kebetulan, orang yang sejak tadi kupikirkan, saat ini tiba-tiba meneleponku.Dengan perasaan ragu akhirnya aku memutuskan untuk menerima panggilannya, kugeser perlahan gambar telepon berwarna hijau ini. Tak lama suara Mas Bayu pun terdengar.[Alina, aku akan menjemputmu pulang, katakan saja dimana alamatmu sekarang?]Aku diam beberapa saat. Pikiranku kini tak menentu, hingga akhirnya panggilan Mas Bayu membuatku tersadar
Suaraku kini tercekat di tenggorokan, perasaanku kini bercampur aduk. Bukan aku tak menghargai perasaan Mas Reyhan, tapi ada aturan yang harus aku patuhi mengingat statusku yang masih terikat pernikahan.Aku bangkit dan berdiri, ku tundukkan wajahku dan dengan hati hati aku memintanya agar segera pulang."Pulanglah dulu mas. Sudah malam, tak baik dilihat tetangga. Maaf, mulai sekarang aku minta padamu, tolong agar menjauh dulu dariku."****Hening.Udara malam kini terasa menampar dipipi, aku menunduk, menyesali perkataan Mas Reyhan, tak ada suara hanya gesekan ranting dari bunga Bougenville yang terdengar karena tiupan angin."Aku minta maaf, Alina.""Pulanglah, mas. Nanti Bu Maryam mencarimu," aku mengulang perkataanku.Ia bangkit dari duduknya. Sorot matanya terlihat sendu. Aku tahu ia kecewa atau mungkin marah padaku, tapi aku harus tegas, jika tidak, kami berdua bisa terseret dalam dosa besar."Aku tak bermaksud buruk, Alina. Aku tahu in
Rengekan Diyara menghentikan aktivitasku mengepak pakaian. Kulirik anakku itu masih menggeliat di atas tempat tidur. Tak lama ia pun bangkit dan menghampiriku. Dengan terpaksa kutinggalkan tumpukan pakaian itu dan memilih mengurus gadis kecilku dulu."Ayo sayang, sarapan dulu. Hari ini mama akan membawamu bertemu papamu," ucapku lembut padanya.****Taksi online yang kupesan kuminta untuk berhenti sejenak tak jauh dari rumah Mas Bayu, karena melihat sebuah mobil hitam yang diparkir tepat didepan rumahnya. Untuk sesaat aku merasa pernah melihat mobil itu. Jika aku tak salah itu adalah mobil Kania.Aneh.Kenapa Kania datang kemari dan untuk urusan apalagi ia menemui Mas Bayu? Bukankah katanya mereka tak jadi menikah tiga tahun lalu?Sudah sepuluh menit berlalu tapi si pemilik mobil hitam itu masih belum keluar dari rumah yang pernah kutinggali dulu. Kepalaku mulai berpikir hal yang buruk dan rasa penasaran kini mulai menyeruak."Bagaimana bu, apa kita
"Aku pernah bersalah padamu dan seluruh keluargaku, karena tidak mendengar nasihat mereka saat melamar Kania. Pengalaman sudah mengajarkanku untuk tidak langsung mempercayai orang begitu saja," ungkapnya."Begitu ya.""Lalu sekarang, setelah tiga tahun berlalu apa kau masih mempercayaiku?"****Mas Bayu sejenak kembali tak bersuara. Mata itu masih menolak untuk menatapku. Membuatku akhirnya mengulas senyum getir."Aku percaya padamu, Alina." Akhirnya kalimat itu yang keluar dari mulutnya. Namun rasanya terdengar seperti dipaksakan.Aku menghela nafas berat. Mataku kini menerawang jauh. Aku tak tahu tapi aku bisa merasakan jika ia meragu padaku. "Kau tahu siapa Rahwana, mas? Seorang tokoh antagonis dalam cerita epic kisah Ramayana yang terkenal itu?"Rahwana adalah seorang raja Alengkadireja yang lebih dikenal sebagai penguasa kegelapan. Semua hal buruk selalu dinisbatkan kepadanya. Bahkan semenjak lahir pun sudah dianggap sebagai anak haram, ha
Aku kembali menghempaskan tubuhku di sofa ini, lalu menyandarkan punggungku di bahu sofa. Mataku menatap langit langit rumah, lalu tersenyum getir."Beri aku satu jawaban, mas. Andai saja, tiga tahun lalu aku tidak pergi dari rumah. Apakah rasa penyesalan itu akan datang? Apakah kau akan membatalkan pernikahanmu dengan Kania."****Hening. Untuk beberapa saat kami berdua saling diam, sesekali terdengar hembusan nafas berat dari Mas Bayu. Tak lama suara tangis Diyara akhirnya memecah keheningan kami. Suara Mbak Sita yang menenangkan gadis kecilku terdengar. Hanya sebentar saja ia menangis. Karena beberapa saat kemudian suara celotehan Diyara sampai ke telingaku.Aku kembali memandang Mas Bayu, Bibir suamiku itu mengatup, wajahnya masih terlihat kesal dengan pertanyaanku. Aku masih diam dan menunggu jawaban darinya."Pertanyaan macam apa itu, Alina?"Kalimat itu terucap dari mulutnya, aku menggigit bibirku. Aku tahu jika Mas Bayu mencoba berkeli
" ... Sebegitu menyedihkannya hidupku sekarang hingga mama sampai berniat menjodohkanku?""Kania dengar dulu, nak. Mama melakukan semua ini untuk kebaikanmu."Brak!Aku menggebrak meja cukup keras, lalu dengan kasar aku menggeser kursi yang tadi kududuki, sambil berdecak kesal, aku melangkah menjauh dari meja makan ini.****"Kania, setidaknya cobalah dulu berkenalan dengannya. Tolong lakukan demi dirimu nak, mama tak ingin kau terus menerus hidup dalam bayang bayang masa lalu, mama ingin melihatmu bahagia," teriak mama."Berusahalah untuk belajar melupakan masa lalu. Kania."Aku mengibaskan tangan, seakan tak peduli, ketika mendengar kalimat terakhir yang diucapkan mama. Kulangkahkan kaki menuju kamar, mengambil tas dan kunci mobil."Kania! Panggilan mama membuat telingaku berdenging, sengaja kuabaikan. Dengan pandangan kedepan, aku bergegas pergi menuju mobilku karena semakin lama suara mama terdengar seperti palu yang menusuk kepalaku.
"Untuk apa lagi kau berada disini? Lebih baik cepat kau pergi. Aku tak mau melihat wajahmu, Kania," usir Tante Maryam kasar.Aku menggeram kesal, gigiku gemeretak menahan amarah. Wanita tua ini benar benar membuatku kesal. Apa haknya mengusirku?***Sial.Jika bukan karena masih menghormatinya, sudah kumaki maki dirinya. Kau lihat sendiri perlakuan Ibumu padaku, Jeni. Apakah kau pikir semua ini karena kesalahanku?Mata Mas Reyhan kini memandangku dengan tatapan tak nyaman, wajahnya sangat tak terlihat bersahabat, seakan aku adalah musuh yang paling dibencinya. Baiklah, aku menyerah kali ini. Akan kutinggalkan tempat ini. Aku membalikkan badan, rasanya enggan menyapa mereka kembali. Kuhentakkan keras ujung sepatuku, melangkah pergi dari sini. Hatiku masih bergemuruh emosi. Apa katanya tadi? Aku belum meminta maaf, untuk apa? Aku tak merasa melakukan kesalahan. Pernikahan Jeni dibatalkan oleh Mas Arif. Harusnya laki laki itu yang bertanggung jawab, lalu,