Kedatangan Mertua"Lho…apa-apaan? Kenapa mobil anakku dibawa?" tanya Bu Rahayu pada menantunya yang masih terdiam di depan rumah. Entah kebetulan atau apa, wanita itu datang ke rumahnya hampir bersamaan saat Dito melajukan mobil yang baru saja dijual. Tentu saja langkahnya sangat terlambat, mobil yang dikendarai Dito sudah melesat menyisakan tanda tanda yang cukup besar bagi mertua Mala. "Aku menjualnya, Bu. Untuk acara Mas Bayu sampai selesai. Bukankah semua juga butuh biaya?" jawab Mala dengan ringan. Dia bisa menangkap wajah kaget dan marah sang mertua dari ekor matanya. "Kau…sudah gila? Berani-beraninya kau menjual barang milik anakku?" Wanita itu mencekal lengan Mala dengan erat. Sedikit perih saat kuku bercat merah itu menancap di kulit halus Mala. Meski terlapisi kain, kuku tajam itu nyatanya mampu menembus dan menimbulkan bekas di sana. "Yang Ibu sebut anak itu adalah suamiku, Bu. Jangan lupa Mas Bayu itu suamiku, aku istrinya. Kenapa tidak boleh dijual? Tentu saja aku ber
"Repot sekali mengurusi wanita itu. Saya curiga dia bukan hanya sekedar keponakan Ibu.""Lancang sekali kau, Mala! Pokoknya mobil itu harus ada besok pagi!" "Terserah apa maumu, Bu. Aku tak punya waktu meladeni kekonyolan Ibu." Mala berlalu dari hadapan wanita itu. Tentu saja bukan Bu Rahayu jika kalah begitu saja. Baginya, Mala menjual mobil anaknya adalah kelalahannya satu poin dari menantunya. Dia harus kembali mengendalikan Mala, seperti saat Bayu masih ada. Bu Rahayu yang pandai bersandiwara itu tiba-tiba menangis meraung-raung. Dia memukuli dadanya sembari berteriak untuk menarik perhatian warga. Mala yang melihat tingkah mertuanya bergeming di tempatnya berdiri. Dia ingin lihat, sejauh mana wanita itu memainkan perannya. "Bayu… apa Ibu bilang, Nak. Baru ditinggal olehmu belum genap empat puluh hari saja dia sudah berani menjual hartamu. Kemana Ibu akan mengadu jika kau tempat Ibu berkeluh kesah sudah tak ada. Bayu… malang nian nasibmu, Nak. Kau meninggal di usia yang sanga
Tak Tinggal Diam"Sumbangsih? Kau yakin ada sumbangsih wanita ini? Bayu itu bekerja di perusahaannya sekarang sudah lama. Jauuh…Sebelum bertemu Mala, Bayu sudah mapan dengan sendirinya. Jadi tidak mungkin ada jerih payah wanita yang kelihatannya saja kalem. Aslinya dia tamak tak terkira! Jangan tertipu wajah lugunya!" "Kalau begitu, mengapa Bayu tak membeli mobil sebelum menikah dengan Mbak Mala? Bukankah Bayu sudah mapan seperti yang Bu Rahayu bilang? Mengapa setelah menikahi Mbak Mala baru bisa membeli mobil? Bukankah itu sudah jelas bahwa Mbak Mala pun turut berperan?"Mertua Mala terlihat meneguk ludahnya. Dia tak berkutik saat pertanyaan pamungkas Bu Santi diarahkan ke dirinya. Siapapun akan geram melihat bagaimana wanita itu mencoba memainkan perannya. Sudah menjadi rahasia umum bagaimana serahkahnya Bu Rahayu yang selalu ingin menguasai uang anaknya. "Begini Bu Rahayu. Agar tidak berlarut-larut, sebaiknya Anda segera pulang. Apa yang sudah dijual oleh Mbak Mala sudah menjadi
"Bu. Siapa yang mau membuangnya? Bukankah sudah kubilang barang-barang Mas Bayu akan kusumbangkan untuk orang-orang yang membutuhkan? Atau memang Ibu butuh?" "Jangan egois, Mala. Bayu itu bukan hanya milikmu. Jangan mengambil keputusan sendiri tanpa menganggap kami ada. Kami juga berhak atas apapun yang Bayu tinggalkan!" Mala mulai kehilangan kesabarannya. Dia mengambil napas perlahan dan membuangnya. "Termasuk hutang ratusan juta? Apakah Ibu juga ingin bagian utang yang ditinggalkan Mas Bayu di bank?" Wanita itu makin terperangah. Apa yang baru saja didengarnya benar-benar membuat hatinya syok. Dia tak percaya dengan perkataan menantu yang tak pernah diharapkannya, apalagi mengenai Bayu yang memiliki hutang ratusan juta di bank. Baginya Bayu adalah sosok anak sempurna yang sangat dibanggakannya. "Utang? Kau kira aku percaya? Mana ada Bayu punya utang?" ucap Bu Rahayu tak percaya. "Terserah apa katamu, Bu. Aku pun tak perlu susah payah menjelaskan pada Ibu agar percaya. Toh aku
Mulai TerkuakDengan bantuan kepala sekolah tempat Mala mengajar, akhirnya sore ini dia kedatangan tamu yang memang sedang mencari rumah untuk anaknya. Kebetulan setelah diberi tahu oleh Pak Seno dengan memberikan ciri-ciri rumah Mala, mereka langsung tertarik. Hingga sore itu juga mereka langsung meninjau lokasi. Meski ada rasa berat untuk melepaskan rumah yang dibangun dengan penuh perjuangan, tetapi nyatanya tetap bertahan disana bukanlah pilihan bijak. Ibu mertuanya tak akan tinggal diam hingga memperoleh apa yang dia inginkan. Belum lagi kemunculan Rita dengan anaknya tak mungkin tanpa tujuan apapun. "Baik, Mbak Mala. Sepertinya kami cocok dengan rumah ini. Mengenai harga, tak ada tawaran apapun. Kapan pembayaran bisa kami selesaikan?" tanya Bu Haryo. Suaminya adalah seorang dokter umum di kota Mala tinggal. Dia sendiri memiliki usaha di bidang Wedding organizer yang cukup ternama. Hampir semua orang di kota ini tahu kualitas WO yang dikelolanya. Tentu saja uang sebesar tujuh
Tiba-tiba tubuh Mala menegang. Selama ini dia hampir tak pernah ambil pusing dengan ponsel milik suaminya. Kasih sayang yang melimpah serta sikap yang lembut Bayu mampu menepis jauh bayangan laki-laki itu mampu berhianat di belakang istrinya. Siapa yang menyangka Bayu mampu melakukan hal sekeji itu? Mala mengusap layar ponsel Bayu dan sayangnya benda itu terkunci sandi. Mala merutuki dirinya. Sejak kapan Bayu mengunci ponselnya? Mala baru sadar telah kehilangan Bayu jauh sebelum laki-laki itu meninggalkannya. Apa yang dia sembunyikan dalam ponsel yang berada di genggamannya? Mala mencoba menerka pin apa yang digunakan untuk membuka ponsel suaminya. Dimulai dari tanggal lahir dirinya, suami dan anaknya secara bergantian. Sayangnya semua gagal. Tangannya berkeringat seiring debaran jantungnya yang menggila. Emosinya menggelegak mengetahui sang suami benar-benar sudah melangkah jauh meninggalkan dirinya dalam kebodohan yang tak disadarinya. Bodoh! Wanita itu bergumam sambil me
Batas Kesabaran [ Mas, aku pulang dulu. Maafkan aku tak berada di sisimu saat tak ada. Maafkan aku tak berada di dekapanmu di saat-saat terakhir hidupmu. Aku bawa Alvaro kita pulang, Alvaro kesayanganmu yang kelak akan membuat kita bangga. Aku mencintaimu, Mas. Selamanya]Mala kembali meremas ponsel di tangannya dengan rasa yang tak dapat diungkapkan. Bayangan wanita dengan wajah lugu yang sempat ditemuinya di rumah mertua itu benar-benar membuat amarahhnya memuncak kembali. Untuk apa dia mengirimi pesan di ponsel Bayu yang jelas-jelas Mala yang akan memegangnya? Akhirnya pandangan Mala diarahkan ke whatsapp suaminya. Dia ingin mengetahui lebih jauh jejak-jejak penghianatan yang diharapkan masih tersimpan disana. Mala yakin Bayu yang dengan begitu ketat melindungi ponselnya dengan pin tanggal pernikahan mereka pasti tetap menyimpan chatnya dengan wanita itu. Laki-laki itu pasti dengan sangat percaya diri bisa menyimpan rapat rahasia busuknya. Begitulah kecurangan, tak akan selama
Jadi inikah alasannya Bayu selalu meminta Mala memakai gaun tidur berwarna merah tiap kali mereka beribadah yang dilakukan oleh pasangan suami istri? Luar biasa jahanam laki-laki itu. Bahkan Bayu mungkin membayangkan Rita saat tengah bergumul dengan Mala di atas tempat tidurnya. Mala merasa sungguh terhina. Harga dirinya terkoyak. Dia sadar betul selama ini tak benar-benar mendapatkan tempat di dalam hati suaminya. Fungsinya tak ubah hanya sebagai pemuas yang mampu mengalihkan kerinduan Bayu pada Rita. [ Sabarlah, sayang. Seperti sabarku padamu bertahun yang lalu. Seandainya perceraianmu lebih dulu dari pernikahanku, tentu akan lain ceritanya. Atau… paling tidak sebelum ada Kinanti. Aku pasti lebih mempertimbangkanmu][ Kau tahu, aku hampir meneriaki namamu saat melihat Mala memakai baju yang kubelikan persis dengan yang kubelikan untukmu]Cukup. Mala tak bisa melanjutkan lagi. Tak perlu lagi mengetahui semua yang laki-laki itu katakan pada wanitanya. Cukup Mala bertingkah bodoh