Share

Wanita yang Kunodai
Wanita yang Kunodai
Author: Ida Saidah

Mimpi Buruk

Author: Ida Saidah
last update Last Updated: 2022-06-25 22:48:02

Tiga orang pemuda tiba-tiba masuk ke kamar dan membekap mulutku lalu mengikatku di kursi, sedang istriku ditelanjangi dan digarap beramai-ramai oleh mereka.

“Mas Aidil tolong aku!” teriak Lubna saat mereka mulai menjamah tubuhnya.

Aku mencoba melepaskan diri dari ikatan yang melilit tubuh hendak menolong sang kekasih hati tapi tidak bisa.

“Lepas! Lepaskan aku, Bajingan!” Lubna terus berusaha melawan, tetapi tenaganya tidak lebih kuat dari mereka bertiga.

Dengan mata kepalaku sendiri aku menyaksikan Lubna dinodai oleh ketiga berandalan itu. Hatiku teramat pedih melihatnya, terlebih lagi dengan keadaanku yang tidak bisa melakukan apa-apa.

Hampir semalaman aku menyaksikan pem*rkos*an itu hingga Lubna terlihat sudah tidak berdaya. Wajahnya terlihat sangat pucat dengan nafasnya sudah tidak beraturan.

Setelah puas menggagahi istri, mereka pergi begitu saja meninggalkan luka yang teramat dalam di hati, terlebih lagi di hati Lubna. Ia pasti sangat tersiksa dengan semua yang telah terjadi.

Aku terus mencoba menggerakkan tangan dan kaki yang terikat begitu kuat, hingga pergelangan tangan serta kaki terasa perih.

“Astaghfirullahaladzim!” pekik Ibu saat melihat keadaan kami yang begitu kacau. Para penjahat itu meninggalkan kami dalam keadaan pintu terbuka, sehingga begitu melewati depan kamar Ibu bisa langsung melihat keadaan kami.

“Ada apa, Lubna, Aidil?” tanya wanita itu sembari menatap kami secara bergantian.

Lubna menangis tersedu di atas pembaringan. Terlihat banyak sekali luka di wajah serta tubuh istri membuat hati ini teramat perih karena tidak mampu menyelamatkan kehormatan wanita yang sangat aku cintai.

“Maafkan aku, Mas. Maafkan aku!” ucap Lubna pelan disertai air mata yang berduyun-duyun mengalir di pipinya.

Aku bergeming, mencoba mencerna apa yang sudah terjadi.

“Kamu boleh menceraikan aku, Mas! Aku ini wanita kotor, wanita hina!” ujarnya lagi di sela isakannya.

Hening masih menyelimuti kami berdua. Aku tidak tahu harus bagaimana lagi menghadapi kenyataan pahit ini. Aku sangat mencintai Lubna dan tidak mungkin menceraikannya apa pun keadaannya sekarang.

Menatap netra kekasih hatiku yang di selimuti kabut, perasaan ini seperti sedang dicabik-cabik saat mengingat kejadian malam itu.

***

“Kami sudah menangkap ketiga pelaku pemerkosaan itu, Pak!” kata seorang polisi mengabari kami lewat sambungan telepon.

Aku bergegas pergi ke kantor polisi ingin melihat siapa pelaku pelecehan terhadap istri. Akan kucabut kepala mereka hingga terpisah dari badan.

Tiga orang pemuda berseragam narapidana berdiri berjajar di hadapanku dengan mode menunduk enggan menatap wajah ini. Ketiganya seperti kerupuk yang tersiram air, tidak segarang kemarin saat melakukan hal keji kepada Lubna.

Buk!

Buk!

Beberapa kali pukulan kulayangkan kepada mereka secara bergantian. Kalau saja tidak ada yang menghalangi, pasti salah satu dari mereka sudah mati di tanganku.

***

“Mas!” Lubna mengusap bahuku lembut. Aku pura-pura tertidur karena aku tidak sanggup jika harus menatap wajahnya.

Isakan terus terdengar memecah keheningan malam. Entah kenapa hati ini tidak tergerak sedikit pun untuk menenangkan hatinya. Perasaanku sangat kacau saat itu.

“Sudahlah, Lubna. Jangan menangis terus. Lupakan saja semua yang sudah terjadi,” ucapku dengan enteng tanpa memedulikan perasaan wanita itu sekarang.

“Apa sekarang kamu jijik sama aku, Mas?” pertanyaan konyol macam apa yang ia lontarkan kepadaku. Aku tidak jijik kepadanya hanya saja aku belum bisa menyentuhnya. Aku takut dia trauma dengan kejadian malam itu.

“Sudah sebulan semenjak kejadian itu, kamu sama sekali tidak pernah menyentuhku. Sikap kamu juga begitu dingin kepadaku, Mas!”

Aku menelan ludah yang terasa getir serta mengganjal di kerongkongan. Kuusap wajah istriku yang masih menangis, tetapi lupa memeluknya. Padahal saat itu yang ia butuhkan adalah pelukan dan dukungan dari seorang suami.

***

“Astaghfirullahaladzim, Allahu Akbar, lailahillallah ...!” teriak Mbak Jum membuatku terlonjak kaget dan terjaga.

Aku bangkit dari tempat tidur dan mendapati Lubna sudah tidak ada di kamar. Mungkin dia sudah berlari lebih dulu saat mendengar teriakan asisten rumah tangga kami .

“Ada apa, Mbak...?” tanyaku ketika menghampiri wanita paruh baya tersebut.

Mbak Jum hanya mematung sambil menunjuk ke arah pohon yang menjulang tinggi di pekarangan belakang.

Lututku mendadak lemas dan tak mampu menopang badan. Bumi seperti berhenti berputar dan langit seakan runtuh menimpaku hingga terasa pukulan yang teramat dahsyat di kepala. Aku melihat tubuh istriku tergantung dengan menggunakan tali. Tanah tempatku berpijak seperti berputar-putar, tubuhku ambruk dan tidak sadarkan diri.

***

Perlahan mataku terbuka lalu menutup kembali karena cahaya yang menyilaukan. Tangan Lubna terulur mengusap kepalaku dengan lembut. Aku sangat bersyukur karena semua ini hanyalah mimpi.

“Kamu sudah sadar, Le?” tanya Ibu penuh kelembutan.

Aku mengerjapkan mata, mencoba memahami semua yang tengah terjadi.

Banyak sekali orang berada di rumah, bahkan ibu mertua pun sedang duduk sambil menangis di kursi tidak jauh dari tempatku berbaring.

Ada apa?

“Mana Lubna, Bu?” tanyaku mencari wanita yang teramat aku cintai.

Ibu hanya menangis. Ia kembali memeluk dan menyuruhku untuk ikhlas.

Terseok-seok aku berjalan keluar dari kamar, berdiri mematung saat melihat ada sosok wanita berbaring di atas dipan kecil dengan tubuh di selimuti kain.

Ya! Dia adalah Lubnaku. Wanita yang paling aku cintai setelah Ibu.

Continue to read this book for free
Scan code to download App
Comments (1)
goodnovel comment avatar
Fahmi
Dia adalah lubnaku
VIEW ALL COMMENTS

Latest chapter

  • Wanita yang Kunodai    Ending

    “Rumah itu milik Ibuku, Bu. Dan Lubna tidak mempunyai hak sama sekali. Lagian Lubna sudah nggak ada!” tekanku sambil menatap mata Ibu yang mulai memerah menahan emosi.“Kamu itu benar-benar jahat Aidil. Otak kamu sudah dipengaruhi oleh istri kamu yang jahat itu. Pokoknya Ibu mau tinggal di sana setelah Wafa keluar dari rumah sakit!!” Ibu meninggikan nada bicaranya.Aku menghela nafas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Aku tidak mungkin mengizinkan Keluarga mendiang istriku tinggal di rumah Ibu, sebab itu bisa mengusik kebahagiaanku dan juga Intan. Aku tidak mau mengorbankan kebahagiaan Keluargaku demi orang lain."Kenapa Ibu tidak tinggal di rumah Radit, Bu? Ibu lupa ya, kalau Ibu pernah memenjarakanku sebelum kejadian ini. Bahkan Ibu bersekongkol dengan Radit untuk menghancurkan kebahagiaanku. Sekarang giliran susah, kenapa Ibu minta tolong sama aku, bukan kepada Radit?""Karena kamu menantu Ibu!" sentaknya.Aku memasang wajah datar menatap wanita yang teramat aku hormati

  • Wanita yang Kunodai    Kabar dari mertua

    Suara tangis Arkana memecah keheningan serta membangunkanku dari lelapnya tidur. Karena kebiasaan burukku, setiap habis melaksanakan shalat wajib dua rakaat pasti kembali merebahkan bobot di atas tempat tidur.Gegas ku angkat tubuh malaikat kecilku yang kian bertambah montok dan terasa semakin berat. Intan benar-benar hebat. Dia kuat menggendong Arkana seharian, dan terkadang sambil mengerjakan pekerjaan lainnya.Sementara aku, baru beberapa menit menggendong tubuh bayi berusia tiga bulan ini, lenganku sudah terasa ngilu."Sama Ayah dulu ya, Bunda mau macak!" Intan menghampiri kami yang sedang duduk di kursi tengah lalu mencium pipi gembil putra kami."Ayahnya nggak dicium, Bun!" ucapku menggoda."Ayahnya nanti malam!" jawab Intan sembari melenggang pergi meninggalkan aku dan Arkana.Entah mengapa kali ini aku merasa mual saat mencium wangi masakan Intan. 'Ada apa denganku, apa aku sakit?' Aku bergumam sendiri dalam hati. "Loh, Mas. Kamu kenapa?" Intan mengusap lembut pipiku seraya

  • Wanita yang Kunodai    Senyum yang Dirindukan

    #Aidil.Aku masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin kendaraan roda empat itu dan mengemudikannya menuju rumah orang tuanya Lubna. Aku ingin mencari tahu alasan kenapa mereka bekerja sama dengan Radit untuk menjebloskanku ke dalam penjara."Assalamualaikum!" Tok! Tok! Tok!Aku mengetuk pintu pagar rumah mantan mertuaku. Tidak lama kemudian Ibu keluar dan langsung membukakan pintu untukku."Ada apa, Aidil?" tanya Ibu seraya menatapku bengis."Saya mau bicara sama Ibu. Mengenai laporan Radit dan kehadiran Ibu serta Wafa di kantor polisi. Apa Ibu kerja sama dengan dia?" Aku menatap menghunus ke arah wanita berusia lebih dari setengah abad itu."Kalau iya memangnya kenapa, ada masalah?" sambung Wafa yang tiba-tiba sudah muncul dari balik pintu."Apa kalian lupa, Radit itu salah satu orang yang telah memperkosa Lubna. Kalian bukannya mempermasalahkan dia karena cepat bebas dari penjara, malah bekerja sama dengan orang yang telah menghancurkan masa depan keluarga kalian!" Hardikku menahan emo

  • Wanita yang Kunodai    Memberi Kesaksian

    Aku masih berdiri mematung di teras rumah sambil menghapus air mata yang berlomba-lomba jatuh dari pelupuk mataku. Jujur, walaupun aku marah dan kecewa sama Mas Aidil, tetapi aku tidak ingin dia dipenjara. Aku sangat mencintai dia dan sedang berusaha memaafkan kelakuan tidak bermoralnya itu.“Tan, Arkana nagis!” kata Ibu dengan intonasi sangat lembut, tetapi pendar di wajahnya terlihat berubah. Dia sepertinya ikut marah kepadaku.Aku masuk ke dalam, menyusui Arkana hingga putraku tertidur di pangkuan. Kutatap lekat-lekat wajah malaikat kecilku itu. Sangat tampan, persis seperti ayahnya.Dua bulir air bening kembali lolos dari pelupukku. Aku tidak bisa membayangkan jika nanti Mas Aidil harus ditahan dan aku akan berpisah dengan dia dalam waktu yang cukup lama. Membayangkannya saja diri ini sudah tidak sanggup, apalagi menjalaninya nanti.Aku menghela nafas panjang lalu meletakkan Arkana di atas kasur. Saat hendak keluar tiba-tiba kepalaku terasa pusing dan berputar-putar. Pandanganku

  • Wanita yang Kunodai    Mencoba Menjelaskan

    Intan mengerjapkan mata kemudian duduk membaca doa setelah tidur.“Sudah subuh, ayo sholat berjamaah. Mumpung kita masih bersama!” Sekuat tenaga menahan air mata supaya tidak tumpah di hadapan istriku.Wanita berkulit putih itu segera turun dari tempat tidur lalu masuk ke dalam kamar mandi.Huek! Huek!Terdengar suara Intan kembali muntah-muntah di kamar mandi. Aku segera menghampirinya, memijat tengkuknya dan mengelap keringat yang mulai menitik di dahi perempuan yang teramat aku cintai tersebut.“Nanti siang kita ke rumah sakit ya, Tan?” ucapku sembari terus memijat leher bagian belakang istriku.“Nggak usah, Mas. Aku nggak apa-apa, kok!” sahutnya pelan, hampir tidak terdengar.“Aku takut kamu kenapa-kenapa, Sayang. Soalnya sudah beberapa hari ini kamu sering muntah-muntah dan wajah kamu juga terlihat pucat sekali.”“Aku Cuma masuk angin doang, Mas. Aku nggak apa-apa!”“Tan, aku ingin kita kembali seperti dulu. Saling menyayangi dan melengkapi. Aku tidak mau kita terus-menerus seper

  • Wanita yang Kunodai    Surat Penangkapan

    Intan menggigit bibir bawah. Buliran-buliran kristal perlahan mulai lolos dari mata indahnya, membuat jejak di pipi yang memerah karena menahan tangis.“Ma–maaf, aku Cuma syok aja, Mas. Karena ternyata orang yang aku anggap pelindung justru dialah yang telah menghancurkan hidupku. Hatiku hancur, Mas. Tolong izinkan aku untuk menenangkan diri!” kata Intan sambil menangis tergugu.Aku menarik tubuh mungil istriku ke dalam pelukan. Kami menangis berdua di kamar, dan aku sungguh menyesal karena dulu lebih mementingkan ego dari pada logika. Aku telah termakan hasutan syaitan yang justru sekarang menghancurkan hidupku.“Maafkan aku, Sayang. Sekali lagi aku minta maaf. Jika aku harus menebus kesalahan dengan nyawa juga aku siap, tapi jangan hukum aku seperti ini. Aku nggak sanggup!”Intan hanya menggeleng. Ia mempererat pelukannya sambil terus menghapus air mata.“Jangan diamkan aku, kalau kamu marah pukul saja aku, Intan. Aku tidak akan marah kalau kamu memukuli aku!”Istriku itu masih saja

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status