Share

Dendam

POV Author.

Aidil duduk di samping pusara sang istri sambil terus menabur bunga di atas gundukan tanah itu. Rasa sesak terus mendera hati, karena kehilangan sosok yang teramat di cintai.

“Aku akan membalas semua perbuatan mereka kepadamu, Lubna!” ucap laki-laki itu sambil menyusut air mata yang mulai menetes di pipi.

Kini pria itu bangkit meninggalkan makam istrinya, dengan tangan mengepal menyimpan seribu dendam.

Bruk!

Tanpa sengaja dia menabrak seorang wanita berhijab satin. Mata Aidil membulat saat melihat siapa wanita yang beru saja ia tabrak. Intan, adik kandung Radit, salah satu pemerkosa istrinya.

“Ma-maaf, Mas. Saya tidak sengaja!” ucap gadis itu dengan santun.

Aidil terus memandangi wanita itu hingga menghilang ditelan tikungan. Ia tersenyum sengit menatapnya, apalagi jika mengingat perlakuan kakaknya yang begitu biadab.

Pelan-pelan Aidil melangkah mengikuti ke mana gadis itu pergi. Ia ingin tahu di mana perempuan itu tinggal. Entah apa yang ada di benaknya sekarang hingga ia begitu penasaran dengan wanita yang baru saja menabraknya.

“Kamu sudah pulang, Neng?” sapa seorang wanita paruh baya saat gadis itu sampai.

“Iya, Bu. Maaf ya, tadi Intan lama. Soalnya di jalan macet!” sahut si wanita dengan suara sangat lembut.

Aidil pernah melihat gadis itu saat di kantor polisi. Dia terlihat berbicara serius dengan Radit dan menangis.

***

“Intan, maafin kakak, Intan!” ucap Radit saat gadis itu pergi meninggalkannya.

Aidil masih ingat betul saat penjahat itu menyebut namanya.

Setelah puas memandangi sang gadis, Aidil bergegas ke parkiran dan masuk ke dalam mobil. Hatinya kembali teriris-iris mengingat kejadian yang telah menimpa dirinya hingga ia harus kehilangan orang yang sangat dia cintai.

Laki-laki itu mencengkeram kemudi hingga buku-buku jarinya memutih. Giginya bergemeretak menahan emosi yang kian memuncak.

“Akan kuhancurkan kalian!” Dia memukul setir hingga tangannya terasa nyeri.

Aidil mengemudikan mobilnya secara ugal-ugalan tidak peduli dengan pengendara lain yang ada di sekitar. Kalaupun harus menabrak dan mati dia tidak peduli. Ruang amarah pria itu begitu besar dan semakin tidak terkendali dan semua itu gara-gara trauma masa lalu yang membuat dia mudah sekali tersulut emosi.

***

Selepas magrib, seperti biasa Intan bermuroja’ah sambil menunggu waktu isya. Ia terus menghafal ayat demi ayat Al-Quran yang sudah dia pelajari di pesantren tempatnya mondok dulu sebelum ibunya sakit-sakitan dan dia harus berhenti menimba ilmu karena mengurus ibundanya.

Intan mengebas kasur yang ia tempati sambil bersholawat dan membaca doa. Diikatnya rambut yang sudah mulai memanjang dan lekas mengenyakkan bobot di atas kasur.

Dia tersentak kaget saat melihat ada bayangan orang dari balik jendela. Jantungnya berdegup kencang ketika tiba-tiba jendela terbuka dan seorang laki-laki masuk ke dalam kamar dan langsung membekap mulutnya sehingga ia tidak bisa berteriak.

“Tolong jangan sakiti saya!” ucap Intan gemetar kala si pria melepas bekapannya.

Pria itu mengusap pipinya kemudian mengangkat dagu Intan dengan kasar, mengikat tangan wanita itu dan menyumpal mulutnya menggunakan kaus dalam.

Wanita itu menggeleng serta menangis saat lelaki yang ada di hadapannya melepas seinci demi seinci pakaian yang menutupi tubuhnya, mencoba melawan, akan tetapi tenaga laki-laki itu begitu kuat.

Air mata Intan berderai-derai saat si laki-laki  mulai menjamah serta mengotori tubuhnya. Dia terus memberontak, namun semuanya sia-sia. Segalanya telah di renggut. Batin Intan menjerit perih merasakan sakit di badan juga di hati.

Setelah puas menikmati tubuh Intan, pria itu pergi begitu saja meninggalkan korbannya dengan keadaan yang sangat kacau, persis seperti kejadian yang menimpa Lubna dulu.

“Allahu Akbar, kamu kenapa, Neng?” teriak ibu saat hendak membangunkan anaknya untuk menjalankan ibadah sholat subuh.

Wanita paruh baya itu membuka ikatan di tangan anaknya dan menanyakan apa sebenarnya yang telah terjadi. Intan menangis tergugu sambil memeluk orang yang telah melahirkannya dua puluh tahun yang lalu. Dia kemudian menceritakan semua yang telah terjadi hingga sang ibu tidak sadarkan diri karena syok luar biasa.

***

Beberapa bulan kemudian.

“Pergi kamu dari kampung ini perempuan kotor!” usir beberapa warga saat Intan sedang duduk di ruang tamu. Ia keluar dan terkejut saat melihat banyak sekali orang yang sudah berkumpul di depan rumahnya, mereka semua hendak mengusir Intan karena hamil diluar nikah.

“Dasar sok suci, sok alim, kamu tidak pantas memakai pakaian seperti ini!” hardik salah seorang tetangganya seraya menarik kerudung yang menutupi kepala Intan.

“Ampun, lepaskan saya. Saya tidak bersalah, saya hanya korban!”

“Halah, korban, korban. Udah, usir saja dia dari kampung ini!” terdengar teriakan memprovokasi.

Ibu intan yang sudah sakit-sakitan kembali jatuh pingsan, namun warga terus menyeret wanita itu keluar dari kampung dan tidak mengizinkan melihat sang ibu untuk yang terakhir kali sebelum dia benar-benar pergi.

“Bayi sialan, gara-gara kamu aku di usir dari kampung ini. Gara-gara kamu aku jadi menderita!” umpatnya sembari memukuli perut dengan begitu brutal.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status