Share

Dendam

Penulis: Ida Saidah
last update Terakhir Diperbarui: 2022-06-25 22:52:29

POV Author.

Aidil duduk di samping pusara sang istri sambil terus menabur bunga di atas gundukan tanah itu. Rasa sesak terus mendera hati, karena kehilangan sosok yang teramat di cintai.

“Aku akan membalas semua perbuatan mereka kepadamu, Lubna!” ucap laki-laki itu sambil menyusut air mata yang mulai menetes di pipi.

Kini pria itu bangkit meninggalkan makam istrinya, dengan tangan mengepal menyimpan seribu dendam.

Bruk!

Tanpa sengaja dia menabrak seorang wanita berhijab satin. Mata Aidil membulat saat melihat siapa wanita yang beru saja ia tabrak. Intan, adik kandung Radit, salah satu pemerkosa istrinya.

“Ma-maaf, Mas. Saya tidak sengaja!” ucap gadis itu dengan santun.

Aidil terus memandangi wanita itu hingga menghilang ditelan tikungan. Ia tersenyum sengit menatapnya, apalagi jika mengingat perlakuan kakaknya yang begitu biadab.

Pelan-pelan Aidil melangkah mengikuti ke mana gadis itu pergi. Ia ingin tahu di mana perempuan itu tinggal. Entah apa yang ada di benaknya sekarang hingga ia begitu penasaran dengan wanita yang baru saja menabraknya.

“Kamu sudah pulang, Neng?” sapa seorang wanita paruh baya saat gadis itu sampai.

“Iya, Bu. Maaf ya, tadi Intan lama. Soalnya di jalan macet!” sahut si wanita dengan suara sangat lembut.

Aidil pernah melihat gadis itu saat di kantor polisi. Dia terlihat berbicara serius dengan Radit dan menangis.

***

“Intan, maafin kakak, Intan!” ucap Radit saat gadis itu pergi meninggalkannya.

Aidil masih ingat betul saat penjahat itu menyebut namanya.

Setelah puas memandangi sang gadis, Aidil bergegas ke parkiran dan masuk ke dalam mobil. Hatinya kembali teriris-iris mengingat kejadian yang telah menimpa dirinya hingga ia harus kehilangan orang yang sangat dia cintai.

Laki-laki itu mencengkeram kemudi hingga buku-buku jarinya memutih. Giginya bergemeretak menahan emosi yang kian memuncak.

“Akan kuhancurkan kalian!” Dia memukul setir hingga tangannya terasa nyeri.

Aidil mengemudikan mobilnya secara ugal-ugalan tidak peduli dengan pengendara lain yang ada di sekitar. Kalaupun harus menabrak dan mati dia tidak peduli. Ruang amarah pria itu begitu besar dan semakin tidak terkendali dan semua itu gara-gara trauma masa lalu yang membuat dia mudah sekali tersulut emosi.

***

Selepas magrib, seperti biasa Intan bermuroja’ah sambil menunggu waktu isya. Ia terus menghafal ayat demi ayat Al-Quran yang sudah dia pelajari di pesantren tempatnya mondok dulu sebelum ibunya sakit-sakitan dan dia harus berhenti menimba ilmu karena mengurus ibundanya.

Intan mengebas kasur yang ia tempati sambil bersholawat dan membaca doa. Diikatnya rambut yang sudah mulai memanjang dan lekas mengenyakkan bobot di atas kasur.

Dia tersentak kaget saat melihat ada bayangan orang dari balik jendela. Jantungnya berdegup kencang ketika tiba-tiba jendela terbuka dan seorang laki-laki masuk ke dalam kamar dan langsung membekap mulutnya sehingga ia tidak bisa berteriak.

“Tolong jangan sakiti saya!” ucap Intan gemetar kala si pria melepas bekapannya.

Pria itu mengusap pipinya kemudian mengangkat dagu Intan dengan kasar, mengikat tangan wanita itu dan menyumpal mulutnya menggunakan kaus dalam.

Wanita itu menggeleng serta menangis saat lelaki yang ada di hadapannya melepas seinci demi seinci pakaian yang menutupi tubuhnya, mencoba melawan, akan tetapi tenaga laki-laki itu begitu kuat.

Air mata Intan berderai-derai saat si laki-laki  mulai menjamah serta mengotori tubuhnya. Dia terus memberontak, namun semuanya sia-sia. Segalanya telah di renggut. Batin Intan menjerit perih merasakan sakit di badan juga di hati.

Setelah puas menikmati tubuh Intan, pria itu pergi begitu saja meninggalkan korbannya dengan keadaan yang sangat kacau, persis seperti kejadian yang menimpa Lubna dulu.

“Allahu Akbar, kamu kenapa, Neng?” teriak ibu saat hendak membangunkan anaknya untuk menjalankan ibadah sholat subuh.

Wanita paruh baya itu membuka ikatan di tangan anaknya dan menanyakan apa sebenarnya yang telah terjadi. Intan menangis tergugu sambil memeluk orang yang telah melahirkannya dua puluh tahun yang lalu. Dia kemudian menceritakan semua yang telah terjadi hingga sang ibu tidak sadarkan diri karena syok luar biasa.

***

Beberapa bulan kemudian.

“Pergi kamu dari kampung ini perempuan kotor!” usir beberapa warga saat Intan sedang duduk di ruang tamu. Ia keluar dan terkejut saat melihat banyak sekali orang yang sudah berkumpul di depan rumahnya, mereka semua hendak mengusir Intan karena hamil diluar nikah.

“Dasar sok suci, sok alim, kamu tidak pantas memakai pakaian seperti ini!” hardik salah seorang tetangganya seraya menarik kerudung yang menutupi kepala Intan.

“Ampun, lepaskan saya. Saya tidak bersalah, saya hanya korban!”

“Halah, korban, korban. Udah, usir saja dia dari kampung ini!” terdengar teriakan memprovokasi.

Ibu intan yang sudah sakit-sakitan kembali jatuh pingsan, namun warga terus menyeret wanita itu keluar dari kampung dan tidak mengizinkan melihat sang ibu untuk yang terakhir kali sebelum dia benar-benar pergi.

“Bayi sialan, gara-gara kamu aku di usir dari kampung ini. Gara-gara kamu aku jadi menderita!” umpatnya sembari memukuli perut dengan begitu brutal.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terbaru

  • Wanita yang Kunodai    Ending

    “Rumah itu milik Ibuku, Bu. Dan Lubna tidak mempunyai hak sama sekali. Lagian Lubna sudah nggak ada!” tekanku sambil menatap mata Ibu yang mulai memerah menahan emosi.“Kamu itu benar-benar jahat Aidil. Otak kamu sudah dipengaruhi oleh istri kamu yang jahat itu. Pokoknya Ibu mau tinggal di sana setelah Wafa keluar dari rumah sakit!!” Ibu meninggikan nada bicaranya.Aku menghela nafas dalam-dalam kemudian mengembuskannya perlahan. Aku tidak mungkin mengizinkan Keluarga mendiang istriku tinggal di rumah Ibu, sebab itu bisa mengusik kebahagiaanku dan juga Intan. Aku tidak mau mengorbankan kebahagiaan Keluargaku demi orang lain."Kenapa Ibu tidak tinggal di rumah Radit, Bu? Ibu lupa ya, kalau Ibu pernah memenjarakanku sebelum kejadian ini. Bahkan Ibu bersekongkol dengan Radit untuk menghancurkan kebahagiaanku. Sekarang giliran susah, kenapa Ibu minta tolong sama aku, bukan kepada Radit?""Karena kamu menantu Ibu!" sentaknya.Aku memasang wajah datar menatap wanita yang teramat aku hormati

  • Wanita yang Kunodai    Kabar dari mertua

    Suara tangis Arkana memecah keheningan serta membangunkanku dari lelapnya tidur. Karena kebiasaan burukku, setiap habis melaksanakan shalat wajib dua rakaat pasti kembali merebahkan bobot di atas tempat tidur.Gegas ku angkat tubuh malaikat kecilku yang kian bertambah montok dan terasa semakin berat. Intan benar-benar hebat. Dia kuat menggendong Arkana seharian, dan terkadang sambil mengerjakan pekerjaan lainnya.Sementara aku, baru beberapa menit menggendong tubuh bayi berusia tiga bulan ini, lenganku sudah terasa ngilu."Sama Ayah dulu ya, Bunda mau macak!" Intan menghampiri kami yang sedang duduk di kursi tengah lalu mencium pipi gembil putra kami."Ayahnya nggak dicium, Bun!" ucapku menggoda."Ayahnya nanti malam!" jawab Intan sembari melenggang pergi meninggalkan aku dan Arkana.Entah mengapa kali ini aku merasa mual saat mencium wangi masakan Intan. 'Ada apa denganku, apa aku sakit?' Aku bergumam sendiri dalam hati. "Loh, Mas. Kamu kenapa?" Intan mengusap lembut pipiku seraya

  • Wanita yang Kunodai    Senyum yang Dirindukan

    #Aidil.Aku masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin kendaraan roda empat itu dan mengemudikannya menuju rumah orang tuanya Lubna. Aku ingin mencari tahu alasan kenapa mereka bekerja sama dengan Radit untuk menjebloskanku ke dalam penjara."Assalamualaikum!" Tok! Tok! Tok!Aku mengetuk pintu pagar rumah mantan mertuaku. Tidak lama kemudian Ibu keluar dan langsung membukakan pintu untukku."Ada apa, Aidil?" tanya Ibu seraya menatapku bengis."Saya mau bicara sama Ibu. Mengenai laporan Radit dan kehadiran Ibu serta Wafa di kantor polisi. Apa Ibu kerja sama dengan dia?" Aku menatap menghunus ke arah wanita berusia lebih dari setengah abad itu."Kalau iya memangnya kenapa, ada masalah?" sambung Wafa yang tiba-tiba sudah muncul dari balik pintu."Apa kalian lupa, Radit itu salah satu orang yang telah memperkosa Lubna. Kalian bukannya mempermasalahkan dia karena cepat bebas dari penjara, malah bekerja sama dengan orang yang telah menghancurkan masa depan keluarga kalian!" Hardikku menahan emo

  • Wanita yang Kunodai    Memberi Kesaksian

    Aku masih berdiri mematung di teras rumah sambil menghapus air mata yang berlomba-lomba jatuh dari pelupuk mataku. Jujur, walaupun aku marah dan kecewa sama Mas Aidil, tetapi aku tidak ingin dia dipenjara. Aku sangat mencintai dia dan sedang berusaha memaafkan kelakuan tidak bermoralnya itu.“Tan, Arkana nagis!” kata Ibu dengan intonasi sangat lembut, tetapi pendar di wajahnya terlihat berubah. Dia sepertinya ikut marah kepadaku.Aku masuk ke dalam, menyusui Arkana hingga putraku tertidur di pangkuan. Kutatap lekat-lekat wajah malaikat kecilku itu. Sangat tampan, persis seperti ayahnya.Dua bulir air bening kembali lolos dari pelupukku. Aku tidak bisa membayangkan jika nanti Mas Aidil harus ditahan dan aku akan berpisah dengan dia dalam waktu yang cukup lama. Membayangkannya saja diri ini sudah tidak sanggup, apalagi menjalaninya nanti.Aku menghela nafas panjang lalu meletakkan Arkana di atas kasur. Saat hendak keluar tiba-tiba kepalaku terasa pusing dan berputar-putar. Pandanganku

  • Wanita yang Kunodai    Mencoba Menjelaskan

    Intan mengerjapkan mata kemudian duduk membaca doa setelah tidur.“Sudah subuh, ayo sholat berjamaah. Mumpung kita masih bersama!” Sekuat tenaga menahan air mata supaya tidak tumpah di hadapan istriku.Wanita berkulit putih itu segera turun dari tempat tidur lalu masuk ke dalam kamar mandi.Huek! Huek!Terdengar suara Intan kembali muntah-muntah di kamar mandi. Aku segera menghampirinya, memijat tengkuknya dan mengelap keringat yang mulai menitik di dahi perempuan yang teramat aku cintai tersebut.“Nanti siang kita ke rumah sakit ya, Tan?” ucapku sembari terus memijat leher bagian belakang istriku.“Nggak usah, Mas. Aku nggak apa-apa, kok!” sahutnya pelan, hampir tidak terdengar.“Aku takut kamu kenapa-kenapa, Sayang. Soalnya sudah beberapa hari ini kamu sering muntah-muntah dan wajah kamu juga terlihat pucat sekali.”“Aku Cuma masuk angin doang, Mas. Aku nggak apa-apa!”“Tan, aku ingin kita kembali seperti dulu. Saling menyayangi dan melengkapi. Aku tidak mau kita terus-menerus seper

  • Wanita yang Kunodai    Surat Penangkapan

    Intan menggigit bibir bawah. Buliran-buliran kristal perlahan mulai lolos dari mata indahnya, membuat jejak di pipi yang memerah karena menahan tangis.“Ma–maaf, aku Cuma syok aja, Mas. Karena ternyata orang yang aku anggap pelindung justru dialah yang telah menghancurkan hidupku. Hatiku hancur, Mas. Tolong izinkan aku untuk menenangkan diri!” kata Intan sambil menangis tergugu.Aku menarik tubuh mungil istriku ke dalam pelukan. Kami menangis berdua di kamar, dan aku sungguh menyesal karena dulu lebih mementingkan ego dari pada logika. Aku telah termakan hasutan syaitan yang justru sekarang menghancurkan hidupku.“Maafkan aku, Sayang. Sekali lagi aku minta maaf. Jika aku harus menebus kesalahan dengan nyawa juga aku siap, tapi jangan hukum aku seperti ini. Aku nggak sanggup!”Intan hanya menggeleng. Ia mempererat pelukannya sambil terus menghapus air mata.“Jangan diamkan aku, kalau kamu marah pukul saja aku, Intan. Aku tidak akan marah kalau kamu memukuli aku!”Istriku itu masih saja

Bab Lainnya
Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status