Share

Bab 10

Author: Jayden Carter
Pemuda berambut pirang itu melihat Isyana hendak menelpon. Dia langsung menepis ponselnya hingga terlempar ke sudut, lalu mendorong Isyana keras-keras sampai jatuh ke lantai.

"Ada apa nih? Dokter mana yang segitu kurang ajarnya? Ayo kita kasih dia pelajaran biar tahu diri!" Dengan satu aba-aba, geng pemuda urakan itu mulai ramai-ramai berteriak, mengatakan bahwa dia dokter berhati jahat, menuduh menolak pasien, bahkan mendoakan celaka.

Dalam sekejap, lorong IGD menjadi gaduh. Seorang dokter dari ruang sebelah baru saja keluar dan hendak menanyakan apa yang terjadi, tetapi langsung didorong balik oleh dua orang pemuda.

"Kurang ajar, jangan ikut campur! Ada orang yang minta dihajar, jangan kepo deh!"

Isyana tidak jatuh terlalu parah. Dia berdiri lagi, tubuhnya bergetar karena marah dan takut. Dia tak sadar ponselnya yang terpental ke pojok ruangan sudah otomatis tersambung ke nomor Arlo.

Untungnya, pos keamanan ada di dekat IGD dan para satpam segera datang. Tak lama kemudian, kepala bagian darurat, Vito, juga tiba di lokasi.

Para pemuda urakan itu sudah terkepung satpam, tetapi tetap tak gentar, bahkan terus berteriak akan melapor.

Setelah tahu duduk perkaranya, Vito merendahkan suaranya, bertanya kepada Isyana, "Akhir-akhir ini kamu pernah menyinggung orang?"

Isyana sontak teringat pada Bruno, juga teringat pada Sam, tetapi akhirnya hanya mengatupkan bibir tanpa menjawab.

"Ini harus dilaporkan ke polisi! Mereka sudah keterlaluan!" kata Minnie. Begitu masuk, dia langsung melihat keributan ini dan kaget setengah mati.

Vito mengernyit, lalu menoleh ke para pemuda itu. "Dik, rumah sakit ada aturannya. Kalau kalian terus bikin ribut, aku terpaksa panggil polisi!"

Pemuda berambut pirang menyeringai. "Hehe, kami nggak takut! Mau lapor ya lapor saja. Paling ditahan tiga hari, keluar juga bisa balik lagi buat periksa. Bagian bawahku nggak nyaman, aku ingin dokter ini yang periksa, nggak mau yang lain!"

Ucapan tak tahu malu itu membuat orang-orang di tempat itu geram. Semua menahan diri untuk tidak maju dan menampar.

Para tenaga medis juga marah besar. Mereka serentak menatap ke arah Vito dan mendesak agar segera lapor polisi dan menghukum mereka.

Vito ragu. Bagaimanapun, Ibrahim selaku direktur baru saja kena tangkap. Sekarang sedang masa sensitif, apalagi konflik dokter dan pasien termasuk yang paling sensitif. Kalau bisa, lebih baik diselesaikan secara damai.

Saat situasi tegang, tiba-tiba terdengar suara seorang pria dari kerumunan. "Nggak usah lapor polisi. Lagi pula nggak ada yang terluka, anggap saja masalah selesai di sini."

Isyana menoleh. Ternyata Arlo sudah datang. Tadinya dia hanya mengantar Isyana sampai pintu rumah sakit, lalu hendak pergi. Namun, dia malah mendapat telepon dari Rayanza yang memintanya memeriksa kondisi Fellis.

Belum sampai ruang rawat, dia malah menerima panggilan dari Isyana. Tak terdengar suara Isyana, tetapi terdengar keributan di ujung sana. Makanya, dia buru-buru datang.

Para dokter dan perawat di sana mengenal Arlo. Seketika, pandangan mereka pada Isyana penuh rasa heran sekaligus kasihan. Suami macam apa ini? Istrinya diganggu begini, malah diam saja?

Isyana juga kecewa. Bukankah sebelumnya saat menghadapi Bruno dan Sam, yang paling ribut dan membuat masalah adalah Arlo? Kenapa sekarang giliran ada yang membalas dendam, pria ini justru takut?

"Jadi lapor nggak? Kalau nggak, kami cabut. Hahaha!" Pemuda berambut pirang tertawa puas.

"Ya sudah, pergi aja!" Satpam yang paham situasi pun memberi jalan.

Sekelompok pemuda itu tertawa keras, sambil mengancam akan datang lagi besok.

Minnie melirik ke arah Arlo, lalu menyindir Vito, "Kalau kepala bagian penakut begini, gimana bisa melindungi kami?"

Vito menjawab penuh maksud, "Orang-orang itu jelas sengaja bikin masalah. Kenapa harus ke sini? Kalian sendiri yang harus paham, jangan sampai bawa masalah pribadi ke rumah sakit!"

Usai berkata begitu, dia menyuruh satpam membubarkan kerumunan pasien yang menonton, lalu pergi dengan wajah dingin.

Isyana merasa sangat tertekan. Ketika menoleh, Arlo pun sudah tidak ada di sana. Perasaannya semakin campur aduk.

....

Di parkiran bawah tanah rumah sakit, para pemuda itu bersorak gembira.

"Wanita tadi memang cakep banget! Hampir saja aku benaran buka celana tadi!"

"Hahaha, besok kita datang lagi! Biar dia lihat keperkasaan yang sebenarnya!"

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 100

    "Kamu juga kesurupan?" Conan meraba dahi Sahrul."Serius, Kak!""Lebih hebat daripada instruktur yang dulu pernah kita temui di Pasukan Khusus!"Rasa kagum dan hormat yang terpancar dari mata Sahrul akhirnya membuat Conan percaya. Dia pun mengangkat peluru yang masih hangat itu dan terdiam lama sebelum berkata, "Laporkan ke Pasukan Khusus, orang ini kalau nggak melakukan dosa besar, jangan sekali-kali disentuh. Jangan dimusuhi, sebaiknya dijadikan sekutu!""Habis sudah Pardus kali ini!"Mengingat kejadian hari ini, Conan menggelengkan kepala. Seketika dia teringat pada Santoso, hatinya muncul rasa iri. Dasar si tua bangka itu, benar-benar beruntung bisa berkenalan dengan sosok luar biasa seperti Arlo!Ilmu pengobatan? Ilmu gaib? Seni bela diri? Dengan bakat sehebat itu, asalkan Arlo tidak membuat dosa besar, kelak pasti akan menjadi orang yang sukses besar.Sekarang, Arlo masih belum terlalu terkenal sehingga mereka masih sempat menjalin hubungan. Namun saat kelak Arlo sudah benar-bena

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 99

    Conan berkata canggung, "Ini juga semacam penyakit profesi, pekerjaanku menuntut banyak kerahasiaan! Arlo, tolong maklumi!""Itu bukan urusanku dan aku juga nggak ingin mencampuri. Asal benda-benda ini diurus, masalahmu pun selesai," ujar Arlo sambil menunjuk bungkusan kertas minyak itu.Sahrul tetap sulit percaya. Selama bertugas dia sudah menembak mati lebih dari 20 penjahat yang melawan penangkapan. Kalau memang ada hal-hal gaib, bukankah dia seharusnya sudah lama diganggu arwah mereka?Apa itu minyak mayat, apa itu jimat ... bukankah cuma ulah orang yang sengaja membuat keributan? Siapa tahu malah Arlo sendiri yang membuat semua ini, lalu berpura-pura menyingkapnya? Metode "maling teriak maling" seperti itu sangat sering digunakan oleh para dukun gadungan."Lalu, apa yang harus dilakukan?" tanya Sahrul."Pertama, bakar kertas minyak dan uang arwah ini bersama-sama," jawab Arlo.Begitu dia selesai bicara, Sahrul langsung menyalakan korek api dan mendekatkannya ke kertas minyak. Dia

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 98

    Setelah kejadian itu, Conan dan istrinya menonton rekaman CCTV ruang tamu. Potongan-potongan gambar itu membuat mereka merinding ketakutan.Sahrul menatap pasangan suami-istri itu dengan ekspresi aneh. Dalam hati dia merasa, apakah keduanya terlalu tertekan sampai jadi berhalusinasi? Menurut pikirannya, kemungkinan besar si gadis kecil hanya ingin bermain dengan pedang kayu, tapi Conan tidak mengizinkan.Anak itu pun mengambek, menangis, lalu meniru adegan di televisi dengan berpura-pura mengancam akan lompat dari balkon. Hal itu menakuti Jenifer, hingga membuatnya kehilangan kendali sejenak. Bagi Sahrul, ini bukanlah sesuatu yang luar biasa. Dalam keadaan panik dan ketakutan hebat, wajar saja orang bisa mengalami kekacauan mental."Aku nggak berani lagi tinggal di rumah. Begitu pagi tiba, aku langsung membawa keluargaku, rencananya mau ke tempat Santoso, biar dia yang mengantarku mencarimu!""Di tengah jalan, lalu lintas sangat sepi dan hanya ada sedikit kendaraan. Tiba-tiba ada sebua

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 97

    "Dari semalam sampai sekarang, nyaris separuh nyawaku hilang! Kalau bukan karena khawatir terjadi sesuatu di jalan, aku sudah ingin langsung ke perkebunan mencarimu." Wajah Conan tampak ketakutan, seperti orang yang baru saja lolos dari maut.Sambil bicara, dia menunjuk pada seorang pria dan seorang wanita yang dibawanya, lalu memperkenalkan, "Arlo, ini istriku, Jenifer. Yang satu lagi sahabat lamaku, Sahrul!""Mereka bukan orang luar, jangan khawatir. Kamu harus tolong aku menyelesaikan masalah ini!"Sejak hari pertama masuk ke biro keamanan, Sahrul selalu mengikuti Conan. Selama lebih dari sepuluh tahun bersama, mereka bukan hanya sebatas atasan dan bawahan, tapi juga saudara seperjuangan."Ketua, kenapa aku sama sekali nggak paham sama semua yang kamu katakan hari ini?" tanya Sahrul sambil mengusap dagunya dengan kebingungan.Conan pun segera menceritakan apa yang terjadi selama dua hari ini. Setelah berpisah dengan Arlo dan Santoso kemarin, dia langsung kembali ke biro keamanan.Di

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 96

    Pria berjanggut hanya mengeluarkan beberapa dengusan. Keringat dingin mengalir deras di dahinya, tetapi dia tetap tidak menjerit kesakitan.Arlo masih menginjak tubuh pria itu, lalu menoleh sekilas pada sopir truk. "Kecelakaan ini salahku. Kita selesaikan secara pribadi saja. Aku transfer uang padamu, lalu kamu boleh pergi!""Nggak ... nggak usah!" Wajah sopir itu pucat pasi, dia buru-buru berbalik dan hendak lari."Tunggu!" Suara Arlo terdengar lagi.Sopir itu semakin panik. Di matanya, pemuda ini adalah orang yang bahkan tidak takut menghadapi senjata api! Adegan yang baru dia saksikan itu lebih gila daripada film. Dia pun teringat pada adegan klise di layar lebar. Setelah ini, biasanya saksi akan "dibungkam"."Kasih aku rekeningmu! Aku akan transfer sekarang!" kata Arlo tenang.Dengan tubuh kaku, sopir itu memberikan nomor rekening. Arlo pun segera mentransfer 20 juta. Begitu mendengar bunyi notifikasi uang masuk, sopir itu menatap tak percaya. Namun, dia tidak berani bertanya apa-a

  • Warisan Ilmu Pengobatan Terpendam   Bab 95

    Wajah Arlo sedikit menggelap. Jika tabrakan jip yang pertama tadi masih bisa dianggap satu persen kemungkinan sebagai kecelakaan, maka kali ini sudah jelas benar-benar ditujukan untuk mereka."Ayah, pegang yang kuat!" ucap Arlo dengan suara berat, lalu mengentak pedal gas. Mobil langsung melesat ke depan.Setelah menstabilkan arah, kedua mobil sempat sejajar. Dari kaca jendela, Arlo bisa melihat jelas sopir jip itu adalah seorang pria berjanggut lebat yang berusia lebih dari 40 tahun.Di wajah pria berjanggut itu ada sebuah bekas luka yang panjang dan dalam, membentang dari bawah mata kiri hingga ke sudut mulut kanan, membuat wajahnya tampak garang dan menakutkan.Mata mereka saling bertemu dan memancarkan aura membunuh yang tajam.Victor mencengkeram erat pegangan tangan hingga jemarinya bergetar. Kecepatan mobil begitu tinggi. Di jalan sempit berliku seperti ini, situasinya benar-benar berbahaya.Saat melewati sebuah tikungan tajam lagi, Arlo melihat ada sebuah truk besar melaju dari

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status