Share

BAB 4

last update Last Updated: 2023-11-12 20:51:42

"Tidak! Aku tidak mau mendengar penjelasan kamu lagi. Semua sudah jelas, kamu selingkuh di belakangku.” Kini Mas Arman berulah lagi layaknya orang kesurupan

“Mas, ini tidak seperti yang kamu pikirkan, tolong dengarkan aku dulu Mas!" Aku yang berusaha menenangkannya lalu dihalangi oleh Ibu mertuaku.

“Sudahlah! Tak ada gunanya kami mendengar penjelasan kamu lagi. Sekarang sudah jelas tujuan kamu, mau menikah dengan Arman hanya butuh harta kami kan?” lagi – lagi kalimat hinaan yang dilontarkan Ibu membuat aku sakit hati.

“Ma-maaf ini tidak seperti yang kalian bayangkan! Kami... kami hanya berteman. Lagi pula, hari ini hari ulang tahun Sinta, seharusnya dirimu sebagai suamilah yang lebih dulu tahu.” Mas Heri yang berusaha membelaku kemudian melirik ke kue ulang tahun yang ada di atas meja kemudian menatap wajah Mas Arman.

“Mas, jangan turuti emosi kamu tanpa mencari tahu lebih dulu! Seharusnya, sebagai suami Kamulah yang lebih peka,” Aku yang berusaha menenangkan Mas Arman.

“Ha! Terserah kamulah aku pusing. Sekarang aku mau tanya kamu mau pulang ikut aku ke rumah atau kamu bertahan di rumah lelaki selingkuhanmu ini.” Mas Arman mulai lagi.

Entah sampai kapan diriku dituduh selingkuh olehnya. Untuk mempertahankan pernikahanku kali ini aku mencoba untuk mengalah. Asalkan uang milikku yang diambil Ibu sudah dikembalikan langsung oleh Mas Arman. Kenapa tidak aku mencoba memperbaiki hubunganku dengannya lagi.

“I-Iya, Mas, aku mau pulang. Aku mau kumpul baju aku dulu ya.” Segera kumasuk ke kamar mengemasi barang-barangku kemudian aku keluar.

Tak lupa pula aku pamit ke Mbak Novita agar menjaga diri dengan baik selama aku tinggal. Kemudian, aku pamit juga ke Mas Heri yang masih setia duduk ditemani Mbak Novita hingga aku beranjak pergi.

Selama di perjalanan pulang aku lebih banyak memilih diam. Ibu dan Mas Arman juga memilih diam hingga beberapa saat kemudian mobil Mas Arman sampai di halaman rumah. Aku segera turun dari mobil kemudian menuju masuk ke rumah.

“Eits! Siapa yang izinkan kamu masuk?" Lagi – lagi Ibu mencoba menghalangiku.

“Ma-maksud Ibu apa?” tanyaku dengan heran.

“Sebelum kamu masuk, aku harus introgasi kamu dulu. Enak saja main masuk ke rumah tanpa menjawab pertanyaanku dulu.” Kulirik wajah jutek mertuaku tampak seperti Ibu tiri yang di TV.

Kali ini aku harus kuatkan hati untuk menghadapinya jangan sampai aku terlihat lemah di matanya.

“ Maaf Bu, introgasi apalagi. Bukankah tujuan kalian ke sana mau aku pulang kan?" jawabku sedikit membantah.

“ Siapa laki – laki itu. Apa hubunganmu dengan dia?” Terasa sakit pergelangan tangan ini di pegang paksa oleh Ibu mertua. Namun, tetap kutahan agar aku tidak kelihatan lemah di matanya.

“Teman, dia itu teman aku waktu SMA. Kenapa Bu?” Kuhempaskan tangannya yang menahanku.

“Plug!" Suara dorongan kepalaku memantul di dinding. Rasanya sakit sampai ke ubun -ubun. Rasa sakit ini tetap aku tahan, namun kali ini ingin rasanya melawan Ibu Mertuaku di hadapan Mas Arman.

“Menantu seperti kamu ini, tidak pantas aku diamkan. Baru berapa hari keluar dari rumah sudah beralih ke pria lain.” Wajah garangnya tampak kelihatan ingin menyakitiku.

“ Ibu, sudahlah! Sampai kapan Ibu membenci istriku. Kami baru saja sampai, kenapa sudah keterlaluan seperti ini.” Lagi – lagi Mas Arman berusaha membelaku.

“ Mas, aku lelah jadi istri kamu. Ingin rasanya aku pulang ke rumah orang tuaku. Rasanya, sangat tak adil jika Ibu terus menyalahkanku.” Segera kuambil tas koper kemudian masuk ke kamar disusul Mas Arman.

Di kamar Mas Arman berusaha membujukku. Bagiku Mas Arman adalah pria baik.Tapi, kebaikannya selalu dimanfaatkan Ibu mertuaku.

“Sin, maafkan aku ya. Aku janji aku akan melindungi kamu dari keluargaku," bujuk Mas Arman.

“ Mas! Harusnya sebelum kamu menikah denganku, alangkah baiknya aku mendengar perkataan orang tuaku. Aku harus mengenal keluargamu lebih jauh dulu. Kamu terlalu cepat mengambil keputusan untuk melamar ku Mas," ucapku sambil menahan emosi.

"Inikah yang harus aku dapatkan dari keluarga kamu? Setelah aku menikah denganmu, rasa penyesalan di dalam diriku tak ada duanya. Jika aku terus-terusan dihina dan disakiti oleh Ibumu Mas," lanjutkan sambil menyeka air mata yang mulai jatuh bercucuran.

"Sin! Mohon, maafkan Mas ya."

"Di keluargaku dirimu Sangat di sanjungi dan di banggakan, sementara diriku dalam keluargamu bagai Upik Abu. Apa salahku Mas? ” air mata ini terus saja mengalir, jatuh ke pipi namun dihapus oleh Mas Arman.

Amarah yang selama ini ku tahan kini telah memuncak. Mas Arman memeluk diriku berusaha mengerti apa yang aku rasakan selama ini.

“ Besok, Mas janji akan mencari kontrakan buat kita, Sin! Biarlah, Mas yang mengalah nantinya, aku harus bagi waktu juga agar bisa mengunjungi ibu di sini."

“Maafkan Mas, ya! Mas akan berusaha menjadi suami yang baik dan tidak curiga dengan kamu lagi," lanjut Mas Arman.

***

Seperti biasa aku bangun subuh menunaikan ibadah dua rakaat kemudian segera menyiapkan sarapan pagi.

Tak lupa pula aku segera mengemas barang milikku dan Mas Arman bersiap untuk mencari kontrakan baru.

Seperti biasa aku, Ibu dan Mas Arman sarapan bertiga sebelum berangkat ke tempat kerja . Kali ini Ibu mertuaku masih saja malas bertegur sapa denganku di meja makan. Namun, aku sebagai menantu tak mau pedulikan ulahnya.

Lagi pula sebentar lagi aku dan Mas Arman akan pergi cari kontrakan baru.

“ Arman, sebentar sebelum ke tempat kerja kamu harus antar istrimu ini. Jangan sampai dia bertemu dengan lelaki selingkuhannya lagi.” Rupanya Ibu mulai mengungkit kejadian semalam lagi.

“I-iya Bu. Pagi ini aku memang mau mengantar Sinta ke tempat kerjanya. Sekalian kita mau cari kontrakan baru buat tempat tinggal kami," jawab Mas Arman sambil menikmati hidangan di meja.

“ Kontrakan?Apa kalian sudah tidak suka tinggal sama Ibu ya sampai kalian mau cari kontrakan lagi?” celoteh Ibu mertuaku sambil mengayunkan sendoknya kemudian dimasukkan ke mulut bersama makanan.

“Bukan begitu Bu! Maksud Mas Arman biar kami lebih mandiri. Kami cuma cari kontrakan dekat tempat kerjaku, Bu," jawabku biar Ibu lebih paham.

“Halaa! Pasti kamu ya, yang berusaha mempengaruhi Arman. Sampai dia mau mengikuti apa yang kamu mau.” Ibu mertua mulai menuduhku lagi.

“ Bu-bukan begitu maksud saya Bu. Tapi...,”

“Sudahlah! Ibu sudah paham maksud kalian. Sudah tidak mau tinggal serumah dengan Ibu lagi kan. Silahkan kalian keluar jika kamu mau menuruti kemauan istrimu ini.” Sambil melirik ke arahku.

Selesai sarapan pagi, kami bersiap keluar dari rumah Ibu. Meskipun kali ini, dia tidak begitu setuju mengizinkan kami pergi cari kontrakan untuk tidak tinggal bersamanya lagi, setidaknya aku sedikit lega kini Mas Arman ada dipihakku.

Aku dan Mas Arman segera pergi ke kontrakan baru milik temannya. Kurang lebih tiga puluh menit perjalanan dari rumah Ibu ke sini.

Sampai di sana, aku juga suka dengan tempat kontrakannya. Karena, berbentuk ruko meskipun terlihat sederhana setidaknya bagiku cukup untuk hidup berdua dengan Mas Arman.

Rumah berbentuk ruko dengan kamar tidur satu dan kamar mandi satu bagian depan rasanya pas buatku usaha kecil – kecilan ketika pulang dari kerja. Lumayan, tambah – tambah penghasilan sampingan.

“Bagaimana, apa kamu suka?” tanya Mas Arman padaku.

“Alhamdulillah, aku suka Mas.” Segera kumelangkah menuju kontrakan itu kemudian melihat-lihat isi di dalamnya.

“Sin! Maafkan Mas selama ini kurang peka dengan posisi kamu. Mungkin , dengan kita tinggal di kontrakan perlahan-lahan Ibu mulai sadar dan mulai menerima kamu.”

“Mas, bolehkah aku mau bilang sesuatu?”

“ Bilang apa?”

“ Aku mohon, jangan sampai Ibu mengetahui kalau aku adalah seorang ASN.”

“I- Iya, Mas tidak akan memberitahu Ibu dan keluargaku. Mas janji." Sambil mengacungkan jari telunjuk dan jari tengahnya sebagai tanda bahwa Mas Arman telah berjanji untuk menyimpan rahasia ini.

***

Mulai malam ini aku dan Mas Arman tidur di kontrakan baru. Rasa nyaman tanpa gangguan dari Ibu mertua pasti ada. Namun, entah kenapa tanpa ada sosok Ibu jadi terasa sepi, jika tidak mendengar hinaannya salam sehari.

Saat ini aku sedang baring – baring di hadapan Mas Arman yang sedang sibuk memainkan gawainya. Tiba – tiba ada notifikasi pesan masuk di WA ku. Segera kubuka pesan itu ternyata pesan dari Kesya adik Mas Arman.

“ Sudah pindah di kontrakan baru ya wanita miskin?” Tanyanya dari seberang sana.

“Alhamdulillah, sudah," jawabku.

“Kamu pakai mantra apa sampai Mas Arman menuruti semua kemauanmu ha?"

“Maksud kamu apa,?

“Alaahh tidak usah sok pura – pura polos di mata kami. Nyesal aku Sebagai adik Mas Arman merestui hubunganmu dan menikahi Kakakku,” Jawabannya Sangat tak mengenakkan hati.

“Astaghfirullah , istighfar Key!" balasku.

Beberapa saat kemudian chat dari Kesya masuk berkali – kali namun tak kuhiraukan lagi. Aku malas ribut dengannya, bagiku tinggal di sini berdua dan Mas Arman tanpa saling mendengarkan kabar dari mereka , adalah hal yang paling utama agar aku tetap waras sebagai menantu.

Beberapa saat kemudian terlihat di layar ponselku panggilan masuk dari Kesya. Segera ku menjauh dari Mas Arman kemudian kuangkat teleponnya, dan mulai percakapan antara kami.

“Hei, Wanita miskin! Sudah punya kontrakan baru ya. Sudah tidak mau serumah dengan Ibuku ya, atau kamu sengaja cari kontrakan biar tidak mau merawat Ibu,” Ucap Kesya dari seberang sana.

“Bu, bukan begitu Key. Tapi...,”

“Alah, aku tak perlu mendengar penjelasan kamu! Ibu sudah cerita semuanya ke aku. Tega ya, kamu marahi Ibu. Bahkan kamu memperlakukan dia seperti anak kecil."

“Key, ini tidak seperti yang Ibu katakan, dengarkan aku dulu!” aku berusaha membela diri.

“Asal kamu tau ya, cincin pernikahan kamu dengan Mas Arman aku yang beli. Jika aku tahu sifat aslimu, ingin rasanya ku beli cincin imitasi saja buat cincin pernikahanmu,” rasanya bagai disambar petir mendengar kata-kata dari Kesya.

“ Kesya! Satu kata lagi kau lanjutkan untuk menghina Sinta istriku akan aku blokir semua ATM pemberianku,”

Aku kaget dan menoleh ke asal suara tersebut

Ternyata...

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • Warisan Utang Mertua   BAB 43

    “A-aku kenapa?” tanya Sinta ketika tersadar dari pingsannya. Dilihatnya sekeliling ruangan dengan pandangan liar.“ Bu Sinta pingsan di ruangan. Sepertinya Ibu kelelahan. Sebaiknya Ibu pulang dan istirahat di rumah saja,” ujar salah satu guru wanita yang berdiri di hadapannya.“ Baiklah, sebaiknya mungkin seperti itu. Aku pamit ya Ibu-ibu,” balas Sinta seraya berdiri memakai sepatunya.Kemudian salah satu guru pria memberikan tas dan kunci mobilnya. Dirinya masih dalam keadaan sedikit pusing tetapi tetap berusaha menuju jalan pulang dengan mengendarai mobilnya.***“ Eh, Mbak Sinta! Kok pulang cepat?” tanya Mbak Novita ingin tahu. “Aku lagi kurang enak badan Mbak, jadi...lebih memilih pulang cepat,” ujarnya sambil melangkah ke kamarnya untuk beristirahat.Matanya seketika mulai terlelap ketika menjatuhkan diri di atas pembaringan. Dalam tidurnya sosok gadis kecil yang dilihatnya tadi muncul lagi dalam mimpinya. “ Bu, Ibu ayo ikut aku Bu. Di sini aku kedinginan, di ruangan gelap aku

  • Warisan Utang Mertua   BAB 42

    Hari- hari dilalui Sinta dengan kesendirian rasanya mulai membosankan. Mas Heri yang dulu selalu membantu ketika dirinya mengalami kesusahan saat ini mulai menjauh darinya.Karena sudah menemukan sosok Ibu polwan calon pendamping yang sebentar lagi menikah dengannya. Berulang kali dirinya mencoba berani mengutarakan isi hatinya. Namun, Sinta selalu menolak dengan alasan di hatinya masih membekas sosok Arman. Sosok Arman begitu sulit untuk dilupakannya.Andaikan saja dulu Arman mau mendengarkan keluh kesahnya, mungkin dia tidak akan termakan oleh hasutan Ibu mertuanya yang ingin menguasai harta menantu. Bahkan hutang-hutang keluarga Arman tak perlu ditanggung olehnya.Seperti biasa disaat waktu subuh dirinya bersiap menghadap sang Halik. Ketika selesai sujud terakhir tiba-tiba dirinya dikagetkan dengan teriakan Mbak Novita dari arah depan.“ Aaakkhh! Tolong!” teriak Mbak Novita yang mencari pertolongan dari segala arah.“ Ke-kenapa Mbak Nov? Ada apa? Apa yang terjadi?” Sinta yang

  • Warisan Utang Mertua   BAB 41

    “Hei, bangun! Beraninya sama perempuan.” Serentak ketiga lelaki itu terbangun. Di hadapan mereka Sinta mulai geram atas apa yang mereka lakukan sebelumnya.“Maaf Mbak, kami...,”“Kami apa? Jangan pikir aku akan diam atas apa yang kalian lakukan ya.” “Mbak, kami hanya menuruti apa yang diperintahkan Gayatri,” jawab lelaki yang bertubuh kurus itu.“Diam! Saya tidak tanya. Apa yang ingin kalian harapkan padaku?” “ Hei, kamu banci! Kukira dirimu sudah mati. Ternyata nasibmu masih bisa bertemu lagi denganku ya.” Diangkatnya dagu Gayatri dengan jari telunjuknya itu.“Aku begini karena Anda yang dulunya berani menyiksaku,” bantahnya.“Dulu kamu mencoba bermain-main denganku. Dengan cara merusak rumah tanggaku. Sekarang, maumu apa?” “Aku hanya ingin membalaskan dendamku dan mengambil uangmu.”Tawa Sinta seketika meledak. Kalimat yang dilontarkan Gayatri membuatnya jadi merasa lucu.“ Kali ini kamu menangkap orang yang salah. Aku hanya seorang Sinta yang penghasilan setiap bulannya tidak se

  • Warisan Utang Mertua   BAB 40

    Kini Sinta sudah tersadar kembali setelah beberapa lama dirinya sempat tak sadarkan diri akibat ulah Gayatri. Dilihatnya sekeliling tampak ruangan tertutup yang pengap udara dan sedikit gelap layaknya di dalam sebuah gudang yang sudah lama tidak terpakai .Baru saja mau menggerakkan kakinya namun terasa kaku karena lilitan tali yang mengikatnya.“ Ah! Sialan, berani macam-macam ke aku rupanya,” gumamnya dalam hati.Mulutnya yang ditutup dengan sebuah kain hitam Begitu juga dengan kaki dan tangannya membuat dirinya kesulitan dalam bergerak.“Siapa yang berani macam-macam denganku? Apakah itu memang Gayatri? Kalau memang dia kenapa dia masih hidup?” lanjutnya.Dirinya yang kini masih bertanya dalam hati seakan-akan ini suatu hal yang menjadi teka-teki bagi dirinya yang harus dipecahkan.“Oh Tuhan! Tolong aku. Semoga semuanya akan baik-baik saja,” lanjutnya memohon.Terdengar suara langkah kaki diluar membuat denyut jantungnya semakin kencang. Kini di pura-pura tidur kembali agar bisa

  • Warisan Utang Mertua   BAB 39

    Sesampainya di rumah Sinta segera turun dari mobil tanpa menunggu Heri membukakan pintu.“Mas, aku turun. Maaf karena ulah Mas Arman makan malam kita kali ini jadi kacau.” Kemudian dia melangkah masuk ke rumahnya.“Sinta! Tunggu dulu,” ucapnya sambil menahan lengannya.“ Kenapa Mas?” Rianti berbalik.“Aku...aku...” Namun tak dilanjutkannya lagi.“Kenapa dengan Mas?” tanya Rianti penasaran.“Tidak jadi. Aku takut nanti kamu tersinggung,” balas Heri.“ Ya sudah. Rianti masuk dulu ya Mas.” Dirinya berbalik kemudian segera meninggalkan Dibaringkan tubuhnya di tempat pembaringan kemudian tidur terlelap.Keesokan harinya setelah pulang dari sekolah Sinta segera menuju ke sel tahanan menuju mantan Ibu mertuanya. Meskipun status mereka kini hanya mantan tapi, dirinya masih saja menganggap Ibunya sebagai mertuanya.“Maaf pak polisi kedatangan saya kemari ingin menengok Ibu Mertua saya. Apakah bisa?” tanya Sinta pada salah satu polisi yang kebetulan berjaga.“Atas nama Bu siapa mertua Anda.” po

  • Warisan Utang Mertua   BAB 38

    Malam harinya Heri sudah bersiap menjemput Sinta untuk pergi ke tempat yang sudah mereka sepakati. Dress berwarna pink senada dengan warna jilbab yang dikenakannya membuat penampilan Sinta kali ini semakin cantik mempesona.“Yuk, Sin!” Dipersilahkannya Sinta masuk ke dalam mobilnya. Kali ini Sinta duduk di depan samping Heri mengemudi.Kali ini mobil yang mereka naiki segera melaju ke Cafe. Beberapa saat kemudian mereka telah sampai.Sebuah meja yang dihiasi dengan lilin dan musik yang menambah keindahan suasana Cafe malam itu. Sengaja Heri menyiapkan ini semua, karena dia ingin mengutarakan isi hatinya ke Sinta yang selama ini dipendamnya.“Mau...makan apa Sin?” Diperlihatkan menu yang tersedia.“Aku...mau makan yang seperti Mas Heri pesan,” jawabnya dengan senyum.“Sin, aku...aku mau bilang sesuatu sama kamu!” Dipegangnya hari Sinta yang terasa dingin itu.“Mau bilang apa Mas? Tumben Mas serius seperti ini. Biasanya...Mas Heri kebakaran bercanda.” Sambil sesekali melihat pemandang

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status