Perintah ini nyaris membuat Ming Lan muntah darah. Entah mimpi atau nyata, dia pernah mengalami kehidupan di masa depan. Saat itu, orang-orang sudah menjunjung tinggi kesetaraan gender. Tak ada paksaan bagi perempuan untuk hidup dalam kepatuhan yang menyesakkan.
Buku yang dibicarakan Fei Yang barusan adalah empat kitab yang memang diperuntukkan untuk mengekang kehidupan wanita di zaman feodal. Sebutlah misalnya mengenai Tiga Kepatuhan dan Empat Kebajikan. Seorang wanita harus mematuhi ayah mereka saat masih gadis, patuh pada suami ketika sudah menikah, dan pada putra waktu sudah janda. Selain itu, ada juga aturan yang membuat seorang wanita bisa diceraikan. Beberapa diantaranya bila tidak berbakti pada mertua, tak bisa melahirkan anak lelaki atau tidak mengizinkan suami mereka mengambil selir. Lucunya, hal ini tak akan pernah menimpa kaum lelaki. Kalau bukan ingin menindas wanita, apa lagi namanya? "Bagaimana? Furen tak setuju?" Suara suaminya menarik Ming Lan kembali ke dunia nyata. Buru-buru dia tersenyum manis. "Tentu saja tidak. Saya yakin semua ini dilakukan xiangye demi kebaikan saya." "Bagus kalau kau paham. Sekarang giliran Tao yiniang." Kembali Fei Yang menoleh ke arah pintu, menyampaikan titah yang baru. "Tao yiniang telah bertindak menyalahi wewenang sebagai seorang selir kediaman. Sebab itu, dia akan dikurung satu minggu dan tak mendapat gaji selama tiga bulan." Usai memberi perintah, perdana menteri bergegas pergi diiringi orang kepercayaannya, Nan Feng. Tinggallah para wanita, saling tatap dengan pikiran berkecamuk. Bila Ming Lan bersikap biasa, lain lagi dengan Kecubung yang diberi gelar sebagai Tao yiniang. Lemas seluruh persendiannya ketika mendengar keputusan perdana menteri. Gajinya sebagai seorang selir kediaman adalah satu tahil emas setiap bulan, ditambah makanan, satu set pakaian baru untuk setiap musim, serta hadiah atau pemberian dari tuan lain di kediaman, cukup membuatnya hidup pas-pasan. Tetapi sekarang, tanpa gaji selama tiga bulan, sementara uang yang tersedia dalam kotak perhiasannya tidak sampai dua tahil emas, dia bingung bagaimana cara bertahan. Satu-satunya harapan yang tersisa agar nyonta tua tidak menyia-nyiakan niat baiknya. "Bawa aku pergi," lirihnya pada pelayannya setelah Ming Lan meninggalkan ruangan. Jaraknya dengan bekas nyonya hanya beberapa langkah. Kesempatan ini tak disia-siakan Kecubung. Setahunya Ming Lan adalah perempuan berhati lemah. Jika dia pura-pura menyedihkan sekarang, mungkin saja akan mendapat sedikit bantuan. "Furen, tunggu." Dia berjalan lebih cepat saat mereka sudah berada dibalik bukit buatan. "Maaf soal yang tadi. Hamba benar-benar tak punya pilihan." Langkah Ming Lan berhenti. Rupanya si pengkhianat masih punya nyali untuk mendatanginya. "Tak punya pilihan, ya?" ujarnya sambil tersenyum dingin. "Apakah kau tak punya pilihan juga saat membuat xiangye mabuk hingga tidur denganmu?" Seolah belum cukup, Ming Lan mendekat hingga bibirnya nyaris menyentuh telinga Kecubung. "Lalu... tak punya pilihan juga saat memasukkan Tian Hua Fen dalam sayur sop yang kusantap?" Kecubung yang lihai berusaha untuk terlihat tenang. "Furen, apa yang anda bicarakan? Saya bahkan tak pernah mendengar tanaman yang Anda sebutkan." "Dari mana kau tahu itu tanaman?" "Te--tentu saja dari namanya." Sekali lagi, Ming Lan hanya tersenyum kecil. "Kalau begitu, aku yang salah sangka," pungkasnya seraya menjauhkan diri. "Saranku, jangan membiarkan dirimu hangus terbakar hanya karena berebut kasih sayang seorang pria." Seperti seorang dewi, Ming Lan melangkah anggun meninggalkan bekas pelayannya. Saat dia berjalan, Anggrek menyusul cepat dari belakang. "Furen, apakah Kecubung ada hubungannya dengan keguguran yang pernah anda alami?" "Kita lihat saja nanti." Ming Lan belum berani bicara terlalu banyak pada Anggrek. Barusan dia cuma memancing Kecubung terkait kejadian yang menimpanya dulu. Dia pernah hamil anak ketiga, namun gugur saat usia kandungan menginjak tiga bulan. Seingatnya, dia minum sop sayuran yang dibawakan oleh Kecubung. Waktu itu, dia belum curiga pada mantan pelayannya meski sudah diangkat jadi selir. Kelakuan busuk Kecubung baru terbongkar beberapa minggu jelang dia koma. Kalau bukan karena itu, sekarang tentu dia masih berhubungan baik dengan si pengkhianat. "Segera keluar lewat pintu belakang dan kirimkan surat ini ke kediaman keluarga Xie," bisiknya pada Anggrek sebelum berbelok ke sayap kanan bangunan, dimana aula leluhur berada. Begitu sampai di sana, Ming Lan mulai menekuni buku dan kuas yang sudah diletakkan di atas meja, menulis karakter demi karakter, dengan tekun. Sementara itu di paviliun Feng Yue, tempat dimana selir Yan tinggal, terdengar bunyi berderak serta teriakan tertahan. Sikap ramah dan baik hati yang sudah jadi ciri khasnya, sedikit pun tak terlihat. Muka Yan Yan tak ubahnya siluman penguasa neraka. "Katakan, apa yang dikirim bibiku ke paviliun He Xiang?" Pelayan utama Yan Yan yang bernama Chun Tao menjawab takut-takut. "Sebuah gelang giok berwarna hijau lumut, yiniang." Perasaan Yan Yan membaik sedikit. Benda yang diberi nyonya tua bukan barang mahal, yang berarti beliau menganggap pengorbanan Kecubung biasa saja. Sampai sekarang, dia masih kesal karena dimarahi nyonya tua juga memikirkan kuasa atas keuangan kediaman (xiangfu) harus diserahkan ke tangan Ming Lan kembali. "Dasar perempuan jalang!" makinya penuh benci. "Beraninya dia memanfaatkan situasi untuk cari muka." Chun Tao hanya menunduk, membiarkan Yan Yan memuntahkan unek-uneknya. Nasib budak memang begini. Kalau pekerjaan bagus, tuan tak memuji. Tapi kalau gagal, maka bersiaplah untuk segala kemungkinan. Mulai dari makian, pukulan fisik, bahkan nyawa. Pekerjaan beresiko ini dilakoni karena tak punya pilihan. Terlahir dari orang tua miskin, dia sudah dijual jadi budak sejak kecil. Seluruh tubuh bahkan nyawa, adalah milik majikannya. "Bagaimana kalau anda juga mengirimkan sesuatu ke paviliun He Xiang?" tanya Chun Tao meminta pendapat. "Kalau kita diam saja, nyonya tua akan curiga." Yan Yan mulai berpikir keras. Dalam penglihatan orang-orang, nyonya tua memang sangat sayang padanya. Akan tetapi, dia lebih tahu apa yang terjadi sesungguhnya. Setiap bulan, ayahnya akan mengirim banyak barang ke xiangfu. Sebagian besar, masuk dalam perbendaharaan nyonya tua. Selain itu, bibinya juga memerlukan pendukung untuk menghadapi menantunya yang bangsawan. Hubungan mereka lebih kepada timbal-balik dari pada kerabat. "Kau benar," sahut Yan Yan sebelum membuka kotak perhiasan dan memilih tusuk konde perak dengan hiasan peoni. "Kirimkan ini ke paviliun He Xiang. Katakan pada Kecubung agar lebih sering mampir kemari." Setelah berjalan menyusuri taman buatan yang sangat indah, Chun Tao akhirnya sampai di paviliun He Xiang. Sejak awal didirikan, paviliun berisi tiga ruangan ini memang diperuntukkan untuk tempat tinggal para selir. Setelah Ming Lan di usir ke paviliun Fu Yun yang letaknya paling ujung, Yan Yan membujuk perdana menteri dengan berbagai cara hingga berhasil dipindahkan ke paviliun Feng Yue, yang awalnya tempat tinggal seorang furen. "Selamat siang Tao yiniang." Chun Tao menyapa Kecubung yang kebetulan sedang menyulam di teras. "Wah, ada apa gerangan mengunjungiku siang-siang begini?" Chun Tao memutar bola matanya, muak. Kalau bukan karena tugas, mana sudi dia berurusan dengan orang rendahan seperti Kecubung. Kesadaran bahwa selir di depannya juga berasal dari golongan yang sama, membuat keberanian Chun Tao timbul. Sebuah muslihat timbul dalam pikirannya. "Majikanku mengirimkan benda ini untuk anda." Pelayan pribadi Kecubung yang bernama Fei hendak mengambil kotak dari tangan Chun Tao. Namun belum sempat dia menyentuh, kotak tersebut jatuh ke tanah, hingga jepit rambut yang di dalamnya keluar, dan patah. "Lancang! Beraninya pelayan sepertimu menghina pemberian majikanku!Mendapat pujian sedemikian, semua orang pasti merasa senang, tetapi Ming Lan justru waspada. Seingatnya, kakak ipar ini sangat dekat dengan Yan Yan. Siapa yang tahu ada bahaya terselubung dalam kalimatnya. "Terima kasih atas pujiannya, tetapi anda juga terlihat semakin muda."Pandai sekali Ming Lan berkelit. Alih-alih bilang cantik -yang mana memang tidak--, dia malah memujinya bertambah muda. Senyum Ming Wei lebih tulus dari sebelumnya. "Kudengar, adik ipar juga makin hebat membantu ibu di xiangfu. Rasanya bebanku berkurang mengetahui anda begitu mampu sekarang."Min Lan tersenyum dibalik sapu tangannya. Ternyata nyonya tua sudah mengadu tentang banyak hal, besar mau pun kecil. Dari seberang, Yan Yan ikut meramaikan suasana. "Kita semua mana bisa dibandingkan dengan furen. Beliau dari keluarga besar dan punya pengetahuan luas."Lihatlah si kunyuk satu ini. Tak berhenti menyerang di semua kesempatan. Masa hukumannya bahkan bel
Tiga hari berselang, acara pemasangan jepit rambut Lin Yue akhirnya diadakan secara sederhana. Bibinya yang sudah menikah ke tempat jauh, berperan jadi tetua yang memasang jepit rambut tersebut. Dalam satu ruangan yang hanya diisi oleh kaum wanita, bibinya mencuci dan mengeringkan rambut Lin Yue sampai bersih. Setelah itu memberi beberapa nasihat sebelum membentuk rambutnya jadi sanggul, dan memasang tusuk rambut (Ji) untuk menahannya. "Sekarang kau adalah gadis dewasa. Selalu berhati-hati dalam bicara dan bersikap.""Mulai saat ini, semua tindak-tandukmu akan jadi perhatian. Pastikan tidak mencoreng nama baik keluarga Chu.""Semoga jadi gadis dewasa yang bijaksana sehingga kelak mendapatkan jodoh yang baik."Berbagai macam nasihat diucapkan para kerabat perempuan selama rangkaian acara. Meski hatinya tak begitu senang dengan acara sederhana, Lin Yue berusaha tampil tenang dan murah hati. Selama kegiatan berlangsung, senyum tak lepas da
"An'er, sapalah furen. Mulai sekarang, beliau adalah ibumu yang sesungguhnya."Seorang bocah perempuan berusia sekitar enam tahun, melangkah ragu. Matanya yang polos tampak berkaca-kaca, menatap Ming Lan penuh harap. Hari ini dia mendengar bahwa ibunya telah diusir dari xiangfu. Sebagai putri yang lahir dan besar di sini, sudah lama dia tahu bahwa ikatan dengan ibunya hanyalah sebatas darah dan daging. Suatu saat, bila pemilik kediaman menginginkan ibunya pergi, maka tak ada yang bisa dia lakukan selain pasrah. "Chu Yi An menyapa furen. Semoga anda hidup damai dan berumur panjang."Tangan kecilnya menyodorkan secangkir teh ke hadapan Ming Lan. Permukaan air nampak bergetar oleh gerakannya yang kaku. Ming Lan mengamati pasangan ibu dan anak dalam diam. Selayaknya putri Shu (anak tidak sah) yang lahir dari rahim seorang selir, Yi An agak pemalu. Meski begitu, postur tubuh dan pakaiannya nampak bagus. Sepertinya, selir Tao sungguh menghab
Kalau tadi dia tak melihat bahwa pelayan ini berbisik di telinga Chun Tao, mungkin Ming Lan masih bertanya-tanya kenapa pula ada manusia kurang kerjaan, sengaja lalu-lalang di tempat bermasalah. "Kau pergi ke bagian disiplin. Terima hukumanmu di sana."Pelayan yang ketakutan itu mengucapkan terima kasib sebelum beranjak pergi.Setelah episode kecil ini selesai, wajah Chun Tao sudah seputih kertas. Pelayan tadi berbisik jelas ditelinganya agar mengingat ibu dan kedua adiknya. Andai bicara jujur, dia yakin kehidupan ketiga orang yang dikasihinya akan ada dalam bahaya. Yan Yan selalu punya banyak cara untuk membuat para pembangkang mengalami kehidupan yang lebih buruk dari kematian. Menarik nafas dalam-dalam, dia pun bersiap menjemput takdirnya. "Furen, hamba mengerjakan semuanya sendiri tetapi atas inisiatif dari Tao yiniang.""Tutup mulutmu!" Kecubung berseru tak terima. "Aku bahkan bukan majikanmu, kenapa pula kau mau mengerja
Saat namanya disebut, Chun Tao langsung membantah keras. "Fei, aku tahu kau mau menyelamatkan diri. Tapi jangan sampai mengorbankan orang lain." Bersujud di tanah yang dingin, dia menoleh pada Ming Lan. "Furen, anda harus memberi hamba keadilan. Masalah ini sama sekali tak ada hubungannya dengan saya."Alih-alih menanggapi keluhannya, Ming Lan justru memberi isyarat, dan Shi Tao yang entah sejak kapan sudah di sini, langsung meringkus pendeta. "Langit menentang! Langit akan murka. Kalian berani memperlakukan seorang pendeta seperti ini!"Pria tersebut meraung sekuat tenaga, namun itu tak menghentikan Shi Tao dari menggeledah pakaiannya. Sejurus kemudian, buntalan koin perak disertai satu set perhiasan emas, terjatuh. "Bagaimana anda akan menjelaskan ini?" Ekspresi Ming Lan tetap datar saat dia memungut perhiasan. "Anda punya pekerjaan sampingan makanya sampai menyimpan aksesoris wanita?""Lancang! Itu perhiasan yang kubeli unt
Perintah Fei Yang membuat ketegangan Yan Yan memuncak. Kedua tangannya mengepal dalam lengan baju. Firasat jelek mulai menghampiri akibat perubahan dadakan ini. Bukankah kemarin benda tersebut sudah ditanam di halaman paviliun Feng Yue, kenapa sekarang tak ada di sana? Dia tak percaya ada benda mati yang bisa pindah sendiri. "Xiangye, bukankah ini tak adil juga terhadap ibu? Hal seperti memeriksa halaman, hanya akan mempermalukan beliau."Pada masa ini, para nyonya tinggal tersembunyi di kediaman dalam. Kaum pria yang bisa bertemu, selain suami dan anak, hanya kerabat dekat. Kalau sampai orang asing memeriksa setiap halaman, maka halaman dalam jadi terbuka ke dunia luar. "Segel xiangfu." perintah Fei Yang. "Berita hari ini tak boleh tersebar keluar."Dengan perkataan ini, tak ada lagi bantahan yang bisa diucapkan Yan Yan. Diliputi rasa cemas, dia hanya bisa menyaksikan para pelayan menggali halaman setiap paviliun. Menjelang