Share

DINA

Author: Siti Auliya
last update Huling Na-update: 2021-09-21 22:35:53

XL terkekeh ingat dulu masa kecilnya, biarpun gendut tapi pemberani. Itu karena didikan almarhum ibunya yang mengajarkan kalau orang lain bisa, mengapa kita tidak. Kalau orang lain bisa merundung kita, mengapa kita tidak bisa melawan. XL ingat-ingat itu sampai dirinya beranjak dewasa.

"Lalu, Lo kenal dengan Dina di mana?" tanya Farah. Bahasanya sudah amburadul, kadang kamu, kadang lo gue, mereka happy saja.

"Di tengah jalan raya," jawab XL. Sontak gadis di depannya kaget.

"Lho, kok bisa? Mana ada seperti itu. " Farah memandang XL keheranan.

"Bisa lah, kita berkenalan sama orang kan bisa di mana saja," jelas Xl. Dia tetap membuat Farah penasaran.

"Masa iya di tengah jalan raya? Aneh aja, ceritakan dong!" pinta Farah.

"Oke ... baiklah, tapi aku ngantuk ini, mungkin efek dari obat," keluh XL. Matanya tiba-tiba terasa berat, kepala terkulai karena rasa kantuk yang menyerang.

"Baiklah tidur saja, bercerita bisa kapan saja," sahut Farah. Gadis itu membenarkan letak selimut Xl. "Aku tungguin sambil baca novel digital kesayanganku, IPRIT," imbuhnya.

Ardhia hanya menganggukkan kepala, karena ucapan Farah semakin lama semakin samar. Dia tertidur dengan cerita Farah yang masih terdengar tentang novel kesayangannya.

Lamat-lamat XL mendengar Farah tengah asyik bercerita tentang seorang pendekar bernama Wisaka, tokoh dari novelnya tersebut. Namun, XL lebih tertarik dengan seorang bayangan yang berdiri di dekat jendela kamar rumah sakit ini. “Ibu ... benarkah itu Ibu?” tanya batinnya.

Silau sekali sinar lampu kamar ini. Tunggu, bukan sinar dari lampu yang menyamarkan wajah ibunya, tapi sinar dari wajahnya sendiri. Perempuan itu terlihat tersenyum ke arahnya. XL mengangkat tangan ke atas dahi, melindungi matanya dari cahaya yang menyilaukan itu.

Perlahan-lahan bayangan itu melangkah mendekati ranjangnya, semakin jelas wajahnya terlihat. Wajah yang begitu cantik dan bersih.

"Ibu ... Ibu," bisiknya. XL melirik Farah yang tertidur di sofa satu-satunya di ruangan ini. Rupanya dia tertidur setelah membaca novel.

Ibu tersenyum, kemudian menyentuh dan membelai rambut XL. Gadis itu ingat kalau ibu sudah meninggalkan dirinya. Tak sanggup lagi dia menahan air mata, XL menangis sambil memeluk tangan ibunya.

"Mengapa Ibu baru menengok aku sekarang?" tanyanya XL. Matanya tak lepas dari wajah yang sangat dirindukannya selama ini.

Ibu tidak menjawab, dia memberi isyarat kepada XL untuk mengikutinya. Lho, bagaimana bisa mengikutinya, bukankah di tangannya masih tertancap selang infus. Namun, sepertinya ibunya tetap ingin agar XL ikut, ibunya menuntunnya.

Ajaib, Xl melangkah mengikuti ibunya, tetapi dia masih bisa melihat badannya yang terbujur di ranjang tengah tertidur pulas.

"Mau ke mana, Bu?"

"Ikutlah, Ibu tunjukkan suatu tempat yang indah," jawabnya ibunya.

Tidak lama kemudian, Ardhia sampai di tengah padang rumput yang sangat luas. Banyak orang yang duduk-duduk di sana, bergerombol dan bercengkrama. Ada juga taman dengan bunga-bunga yang sedang mekar. Harum sekali udara di sekitarnya, menyegarkan. Dada XL terasa plong. Di bawah rimbunan pohon bunga terdapat kolam yang airnya begitu jernih. Ibu mendekat dan menciduknya memakai tangan, kemudian memberikannya kepada gadis itu. Rasanya manis sekali. Aneh, perut yang sakit sembuh seketika.

"Hai, berani sekali kau memberikan air itu kepada orang asing!" Tiba-tiba seseorang menghardik ibu XL. Nampak laki-laki itu sangat marah.

"Dia bukan orang asing, dia anakku sedang sakit," jawab ibu XL sengit. Dia berdiri melindungi putrinya.

"Tetapi dia bukan warga sini, suruh pulang atau kau bawa dia masuk!" Laki-laki itu masih membentak-bentak ibu XL.

Tentu saja XL tidak terima ibunya dibentak-bentak seperti itu. Dia berjalan ke depan ibunya untuk membelanya.

"Hei, kamu siapa? Berani-beraninya kamu membentak-bentak Ibuku!" teriak XL marah. Dia pasang badan sambil bertolak pinggang.

Ibunya meraih bahu gadis itu, mencoba menenangkan tetapi gadis itu tetap ingin menonjok mulut orang itu. Tiba-tiba ibunya mendorong XL dengan keras, gadis itu seperti melayang, terhempas dari ketinggian. Tangannya menggapai- gapai, tak menemukan pegangan.

"Ibu ... Ibu!" jerit XL. Dia memejamkan matanya karena takut, tangan yang sedang menggapai itu tiba-tiba ada yang menggenggam. Tangan yang begitu halus menariknya. Perlahan-lahan XL membuka matanya untuk melihat siapa pemilik tangan halus itu.

"Dina," seru XL tertahan. Dina tersenyum memandangnya. "Kapan datang?" tanyanya lagi.

"Aku khawatir melihat keadaanmu yang begitu pulas tertidur, tidak biasanya seperti itu. Aku berinisiatif menelpon Dina dan dia ada di hadapanmu sekarang," jelas Farah panjang lebar. Rupanya gadis itu sangat cemas melihat keadaan XL tadi.

"Aku mimpi bertemu Ibu," keluh XL. Tidak terasa dirinya menangis lagi, gadis itu sangat terpukul dengan mimpinya tadi.

"Sudahlah, menangis akan membuat perutmu sakit lagi," bujuk Dina.

"Tunggu ... tunggu, perutku ... perutk--"

"Kenapa, apakah sakit lagi?" Farah memotong ucapan XL, dia bergerak cepat membantu XL duduk.

"Perutku tidak sakit lagi, tadi aku dikasih minum air kolam yang rasanya manis sekali oleh Ibu, tetapi ada seseorang yang membentak Ibu gara-gara memberi air itu. Aku sudah bersiap menonjoknya, tetapi Ibu malah mendorongku dari ketinggian.” XL menceritakan mimpinya itu.

"Hahaha. Di mimpi juga masih mau nonjok orang? Benar-benar biang kerusuhan," ejek Dina sambil tertawa.

"Hush ... pelankan tawamu, ini rumah sakit!" sentak Farah.

"Hihihi, lupa." Cepat-cepat Dina menutup mulutnya. "Aku jadi keingetan saat dulu kenal sama XL ini. Hihihi," kata Dina sambil tetap cekikikan.

"Eh, aku jadi penasaran. Ayo dong cerita ... cerita!" seru Farah.

"Alkisah--"

"Hihihi, lucu mimikmu itu." Farah berkata sambil memukul paha Dina.

"Apa sih, Lo? Sakit tahu, jadi gak nih ceritanya?" tanya Dina pura-pura marah. Dia diam sambil cemberut.

"Maaf ... maaf, lanjuut," kata Farah sambil mengusap paha Dina.

"Hihihi, geli ih usap paha segala ... nanti dikira lesbong pula," sergah Dina. "Diam, aku mulai nih."

"Alkisah di tahun lalu, motorku keserempet mobil. Terjatuhlah aku, pipiku yang mulus mencium aspal saat itu. Namun, kesialanku tidak sampai di situ, pemilik mobil itu malah mencak-mencak memarahiku. Bukannya minta maaf, apes kan namanya?" Dina mulai bercerita.

"Oh iya, bener … apes sekali," tukas Farah menggoda Dina.

Dina mendelik, tadi nanya giliran dijawab hatinya mangkel. XL tersenyum mendengarnya, lucu kalau mereka sudah bercerita. Termasuk XL juga, kadang suka berkelakar. Menambah imun kalau istilah mereka.

"Terusin nih! Ternyata orang yang nabrak aku itu seorang aparat, aku yang baru bisa naik motor, jalannya masih suka ragu-ragu. Orang yang dibelakangku itu merasa kesal, terjadilah insiden itu."

"Aparat, bawa senjata dong?" tanya Farah.

"Justru itu karena ada senjata di pinggangnya, aku takut. Ia marah-marah kepadaku karena mobilnya lecet. Bukannya nolongin aku. Eh, malah sibuk minta ganti. Untung XL mau nolongin aku," kata Dina. "XL turun dari angkot dan membantuku berdiri. Dia berkacak pinggang memarahi orang yang menyerempet. Malu dia akhirnya.

Waktu itu XL berkata, "Hey, orang ganteng tapi hatinya tidak ganteng, tolonglah dulu korbanmu, baru bicara ganti rugi! Kalau perlu kita ke kantor polisi, biar jelas siapa yang salah antara kita, aku sanggup jadi saksinya."

"Lalu ...." ujar Farah tak sabar.

"Sudahlah, aku tak mau berurusan sama wanita, gak bakalan bisa menang, kamu sama saja seperti istriku. Tidak mau disalahkan. Sudah sana pergi! Ini buat kamu berobat!"

Laki-laki penabrak itu memberiku uang seratus ribu rupiah. XL masih sempat berteriak, "Jangan coba-coba melawan mahluk yang bernama wanita, dia akan mematahkan semua idealismemu!" Dina mengakhiri ceritanya sambil tertawa kecil.

"Bener banget itu, mana bisa wanita dilawan. Mahluk unik macam kita ini, seseorang yang selalu benar. Ehh selalu benar apa ingin benar ya?" tanya Farah menimpali.

"Mana kutahu, kok nanya aku?" kelakar XL

"Itu sih, istilah Pakde," gerutu Dina.

Merekai semua tertawa, kalau sudah berkumpul memang tidak ada kisah sedih di antara mereka. Bukan tidak pernah bertemu kesedihan, tetapi berusaha menyikapi kesedihan itu dengan suka cita.

Malam semakin larut, ngobrol ngalor ngidul membuat mereka tidak merasakan kantuk. Padahal hari sudah lewat tengah malam. Tiba-tiba XL melihat bayangan putih di kaca jendela dekat pintu.

Tak lama kemudian terdengar suara pintu yang diketuk. Mereka berpandangan, siapa yang datang tengah malam begini?

Patuloy na basahin ang aklat na ito nang libre
I-scan ang code upang i-download ang App
Mga Comments (1)
goodnovel comment avatar
Kinan Thi
ibunya katanya lemah lembut tapi malah nyuruh balas, melintir tangan. ibu yang tegas dan kuat kayaknya, Kak
Tignan lahat ng Komento

Pinakabagong kabanata

  • XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing    Bab 36. PERJANJIAN

    Mendengar keributan yang terjadi antara Yudha dengan ibunya membuat Ardhia bangun. Dia mengendap-ngendap keluar dari kamarnya dan mendengar percakapan mereka.Ardhia sedih mendengar kata-kata mamanya alias mertuanya, tidak menyangka sebegitu bencinya mertuanya itu kepadanya.Masih beruntung Yudha membelanya walau tidak sepenuhnya. Ardhia dengan cepat balik lagi ke kamar setelah mendengar Yudha menaiki tangga. Namun, masih terdengar olehnya Wina mengumpat Yudha“Astaga Ibu macam apa seperti itu. Kamu beruntung Nak, mempunyai Ibu seperti aku. Ibu tidak akan berlaku seperti itu kepadamu, kamu baik-baik, ya di dalam perut Ibu,” bisik Ardhia sambil mengusap perutnya.Ardhia memasang telinganya baik-baik, mendengar ada suara mendatangi kamarnya. “Apakah itu Yudha?” tanyanya dalam hati. “Mau apa dia ke sini? Sial pintunya belum dikunci lagi tadi,” gumam Ardhia sambil membetulkan selimutnya, pura-pura tertidur pulasKlotak! Terdengar pintu dibuka, Yudha melongokkan kepalanya ke kamar Ardhia

  • XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing    Bab 35. HAMIL ANAK SIAPA?

    Hari demi hari dijalani Ardhia dengan bimbang. Sementara Yudha belum berubah dan Wina bertambah tidak menyukainya. Hanya Seno yang selalu memperhatikannya dan itu membuat Wina cemburu.“Papa … Mama nggak suka ya, kalau Papa terlalu memperhatikan Ardhia! Apakah Papa suka sama dia?” tanya Wina tanpa tedeng aling-aling. Tentu saja Seno terkejut mendapat pertanyaan dari Wina seperti itu. Matanya melotot, hampir melompat dari tempatnya.“Suka bagaimana? Fari dulu juga Papa suka sama Ardhia. Makanya dia Papa jadikan menantu, aneh-aneh aja,” jawab Seno sambil memandang istrinya tajam. Tidak suka sama sekali dengan ucapan istrinya.“Maksud Mama bukan itu. Papa suka sama dia?” tanya Wina lagi semakin kurang ajar. Wanita itu memandang penulis selidik.“Jaga ucapanu! Mama tidak pantas berbicara seperti itu. Ardhia itu menantuku dan dia sekarang sedang mengandung anak Yudha!” ujar Seno keras karena emosi. Dia keceplosan dan berbicara tentang kehamilan Ardhia.“Apa hamil? tanya Wina gak kalah kag

  • XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing    Bab 34. DIKETAHUI SENO

    Perlahan-lahan tangan keriput itu menyentuh perut Ardhia, rupanya butuh tenaga ekstra agar bisa mendapatkan apa yang dimaksud. Soalnya perut ardia sedikit gendut walaupun dia sudah berkurang beberapa kilogram tapi perutnya masih besar.Dengan harap-harap cemas Ardhia memegang perut dan tangan nenek parah. Dia terkikik sendiri.“Kamu diam tangannya! Jangan dipegang tangan Nenek,” ujar nenek sambil tersenyum. Dia maklum jika Ardhia belum pernah diurut.“Geli Nek … geli, hihi hihihi,” kata ardia sambil cekikikan lagi. Dia merasa tidak tahan saat tangan neneknya Farah menjelajahi perutnya.“Tahan sedikit, kamu mau tahu nggak, hamil atau tidaknya?” tanya neneknya Farah. Tangannya tetap menelusuri perut Ardhia yang sudah licin berminyak. Tiba-tiba nenek itu terdiam saat merasakan sesuatu, ditekannya lagi berkali-kali untuk memastikan perasaannya.Farah tahu apa yang ditemukan neneknya itu, dia memandang tegang ke arah neneknya. Ardhia juga memandang ke wajah nenek dan Farah dengan bingung

  • XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing    Bab. 33 ALTERNATIF

    Ardia dan Farah duduk menghadapi masing-masing semangkuk mie ayam. Ardhia menunduk setelah mendengar perkataan dokter tadi.“Negatif.”Kata-kata dokter tadi membuatnya sedikit kecewa. Sesungguhnya dia berharap keajaiban terjadi. Dia ingin hamil dan mengandung anak Yudha. Seandainya mereka pisah nanti ada kesibukan mengurus anak.“Baguslah kamu nggak hamil,” kata Farah. Dia melihat ke arah sahabatnya itu, hatinya ikut merasakan sakit mendengar penuturan Ardhia yang tidak diperbolehkan mertuanya untuk satu kamar dengan Yuda.“Eh buset, harusnya aku hamil ini,” tukas Ardhia sambil mengaduk-aduk mie.“Lho, gimana sih, tadi katanya masih perawan, hamil anak siapa jadinya?” Ardhia tertawa mendengar perkataan sahabatnya itu. Kelebihan Ardhia adalah, mampu menyembunyikan rasa sakit dalam senyuman.“Tapi kok aku seperti orang hamil, ya? Ini aja mual-mual tiap pagi. Sebenarnya aku punya rahasia, tapi ini cuma kamu dan aku saja ya.” Ardhia berbisik sambil memandang Farah.Terlihat keraguan dari

  • XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing    Bab 32. HAMIL

    Esok harinya mereka pulang kembali ke Jakarta. Wina masih tetap ketakutan dengan boneka hantu tersebut, dirinya tetap mengira jika kamar Ardhia ada hantunya.“Pokoknya aku mau pulang hari ini,” kata Wina. Dia membereskan kopernya, tanpa jalan-jalan ke pantai ataupun belanja oleh-oleh. Pokoknya harus pulang hari ini, begitu pikirnya“Ya, udah Mama saja yang pulang. Aku masih seminggu di sini,” kata Ardhia dia tidak mau mengikuti kata mertuanya itu. “Salah sendiri ikut-ikutan bulan madu, pengantin juga bukan,” pikir Ardhia.“Ya udah, kalau kita mau pulang,” kata Seno. “Biarkan Yudha dan Ardhia tetap di sini.”“Tidak bisa … tidak bisa, Yudha harus pulang juga. Ardhia cepat bereskan bajumu!” suruh mertuanya itu.Ardhia memanyunkan bibirnya, dia kesal dengan campur tangan mertuanya itu. Urusannya apa dia ikut-ikutan ke Bali. “Huh ngapain, sih? Dia sekarang ngerecokin lagi. Sudah jauh-jauh malah ikut-ikutan datang ke sini. Bulan maduku jadi gagal,” gerutu Ardhia dalam hati. Kemarin digang

  • XL, Kubalas Bullyanmu Saat Aku Langsing    Bab 31. BIKIN KAPOK MERTUA

    Ardhia yang tengah tertidur pulas terganggu dengan dinyalakannya lampu oleh Seno. Dia terkejut saat bapak mertuanya ada di kamarnya. Tidak sadar kapan masuknya. “Papa sedang apa?” tanya Ardhia. Gadis itu cepat bangkit dari tidurnya. Merasa curiga dengan mertuanya diam-diam dirinya memeriksa tubuhnya. Tidak ada yang mencurigakan.“Mamamu bilang ada boneka hantu di sini?” kata Seno. Terbungkuk-bungkuk lelaki itu mencari boneka yang dimaksud.“Mana ada boneka hantu … tidak ada,” kata Ardhia. “Ayo lihat, kita periksa bareng-bareng!” ajak Ardhia sambil berdiri. Wanita itu mengawasi sekitar, tidak terlihat ada yang aneh dan mencurigakan“Dasar mamakmu, ada-ada saja,” sahut Seno kesal. Lelaki itu juga mencari-cari tidak ada boneka apalagi boneka hantuTidak lama kemudian datang Yudha bersama Wina, rupanya pemuda itu terganggu tidurnya karena kegaduhan mereka.“Ada apa sih selalu ribut-ribut … dari tadi ribut sekarang ribut,” gerutu Yudha. “Mama kamu nih, selalu bikin onar, sekarang dia bi

Higit pang Kabanata
Galugarin at basahin ang magagandang nobela
Libreng basahin ang magagandang nobela sa GoodNovel app. I-download ang mga librong gusto mo at basahin kahit saan at anumang oras.
Libreng basahin ang mga aklat sa app
I-scan ang code para mabasa sa App
DMCA.com Protection Status