Share

3: AKAD NIKAH

Mendengar jawaban Isha, Rosminah terkejut. Bagaimana mungkin anak gadisnya yang terkenal keras kepala itu begitu saja menerima pernikahan yang ditawarkan Malik? Meskipun ini mungkin hanya untuk menghindari rasa malu yang jelas akan terjadi jika memang benar-benar gagal, tapi Rosminah benar-benar tak menyangka Isha akan semudah itu bilang setuju.

Rosminah menatap Malik yang sepertinya juga shock dengan jawaban Isha. Namun demikian, Malik kemudian mengangguk tipis pada Rosminah untuk menegaskan bahwa mereka berdua benar-benar sepakat untuk menikah. Meskipun sejujurnya belum terlalu sepakat karena jelas Isha terpaksa menjalani pernikahan ini.

Rosminah tersenyum lega. Tangisnya seketika luruh melihat kesanggupan Isha menikah dengan Malik, meskipun Rosminah tahu bahwa Isha tak menyukai Malik. Setidaknya Isha menyelamatkan keluarga ini dari rasa malu karena kegagalan pernikahan yang perhelatannya sudah akan digelar itu.

“Segeralah bersiap, Nak. Penghulu sudah menunggu terlalu lama,” ujar Rosminah dengan suara sarat tangis. Antara lega dan juga ragu dengan arah pernikahan mereka nantinya.

Isha mengangguk. Rosminah kemudian kembali ke ruang tengah, sementara Isha membalikkan badannya menghadap Malik.

“Kita akan menikah segera. Tapi aku tak yakin bahwa pernikahan ini akan berlangsung selamanya. Hanya saja aku berterima kasih karena kamu sudah menolong aku, menolong keluarga ini dari rasa malu,” ucap Isha dengan menundukkan wajahnya yang mendung itu.

“Ya, aku tahu. Kamu tak perlu berterima kasih. Aku hanya melakukan apa yang bisa aku lakukan,” jawab Malik dengan nada rendah.

Malik kemudian berjalan menuju pintu, hendak keluar karena pintu kembali diketuk. Dan ketika dia memuka pintu itu, di sana sudah ada Ridwan, Aiman dan juga Aminah yang menatap Malik dengan tatapan gelisah.

“Mal? Apakah … apakah benar kalian akan menikah?” tanya Rodwan dengan suara yang gemetar menahan berbagai rasa yang menumpuk jadi satu kali ini. Antara marah karena merasa dipermainkan Murad, sekaligus penuh harap akan persetujuan Malik dan Isha.

Malik menatap ketiga orang tua yang berharap jawabannya itu kemudian mengangguk mantap.

“Iya, Om. Isha sudah setuju untuk menikah dengan saya,” jawab Malik dengan santun.

Ridwan lega luar biasa, tapi tidak demikian dengan Aiman dan Aminah. Kedua orang tua Malik itu masih ragu.

“Kamu sudah yakin dengan langkah yang kamu ambil ini, Mal?” tanya Aiman dengan serius, sementara Aminah hanya menunggu jawaban Malik.

“Saya yakin, Yah. Untuk itu, saya mohon doa dan restunya,” jawab Malik yang kemudian berlutut di depan Aiman dan Aminah.

Aminah tak bisa menahan rasa haru dengan keteguhan Malik ketika mengambil keputusan ini.  Aiman segera meraih bahu Malik dan membawanya berdiri.

“Berdirilah. Ayah yakin kamu sudah memikirkannya masak-masak. Apapun itu, Ayah dan ibu pasti akan merestui dan mendoakan yang terbaik buat kamu,” ujar Aiman yang kemudian memeluk Malik.

Dalam pelukan Aiman, Malik mengangguk.

“Terima kasih doa dan restunya, Yah,” ucap Malik dengan suara lirih.

Laki-laki tampan itu kemudian beralih pada Aminah kemudian memeluk perempuan yang menangis itu.

“Malik mohon doa restunya, Bu,” ujar Malik lirih ketika pelukan ibunya melingkupinya dengan hangat.

Aminah mengangguk. “Pasti! Ibu pasti merestui apapun langkah yang kamu ambil, Mal. Doa Ibu akan selalu bersamamu, Nak,” ucap Aminah dengan air mata yang mengalir.

“Terima kasih, Bu,” ucap Malik dengan dada mengambang oleh rasa haru kemudian melerai pelukan mereka.

Tiba-tiba dari luar datang salah seorang tetangga mereka.

“Bagaimana ini, Pak Ridwan? Pengantin prianya belum datang juga? Penghulu sudah menunggu.” Dadang, salah seorang tetangga Ridwan bertanya dengan panik.

Ridwan tersenyum, tapi masih ada sisa air mata yang tadi sempat merebak melihat ketulusan Malik.

“Kamu tenang saja, Dang. Pernikahan akan tetap dilaksanakan,” ujar Ridwan menenangkan Dadang.

“Lho, pengantin prianya mana, Pak Ridwan?” tanya Dadang heran.

“Saya yang akan menjadi mempelai prianya, Pak Dadang,” sela Malik dengan mantap.

“Lho? Pak Guru Malik akan menggantikan mempelai prianya?” Dadang bertanya setengah tak percaya.

Namun, anggukan semua orang yang ada di depannya itu membuat Dadang tidak ragu lagi. Meski tentu saja banyak keheranan yang di hatinya.

‘Nah, Dadang, sekarang kamu ke depan, dan katakan pada penghulu dan semua pegawai pencatat pernikahan bahwa pernikahan akan berlangsung sebentar lagi. Kami sedang bersiap saat ini,” perintah Ridwan pada Dadang.

“Baik, Pak. Saya akan ke depan kalau begitu,” ujar Dadang yang kemudian undur diri dan bergegas ke depan.

“Malik, Pak Aiman, dan Ibu Aminah … saya tak tahu lagi harus bilang apa untuk semua hal yang kalian niatkan kali ini. Tapi saya sungguh berterima kasih yang setulus-tulusnya karena kalian menyelamatkan keluargaku dari rasa malu yang disebabkan ketidakhadiran calon menantuku. Terima kasih sekali lagi,” ucap Ridwan dengan mata berkaca-kaca dan senyum yang canggung.

Aiman mengangguk.

“Ini semua murni keinginan Malik, Pak Ridwan. Dan kami sebagai orang tua hanya bisa mendukung apapun keputusan Malik. Mari sama-sama berdoa agar semuanya berjalan lancar,” ujar Aiman.

Ridwan mengangguk.

“Bersiaplah, Mal. Tak enak membiarkan penghulu menunggu lebih lama lagi,” ujar Ridwan pada Malik yang dijawab anggukan oleh lelaki tampan berkacamata itu.

Ridwan kemudian melongok ke dalam kamar ketika Malik dan keluarganya berjalan menuju ke ruang tengah untuk bersiap. Laki-laki itu kemudian mendekati Isha yang sejak tadi hanya berdiri menyaksikan drama di depan pintu kamarnya dengan wajah datar.

“Maaf jika Bapak tadi bersikap kasar padamu, Sha. Bapak panik karena ini di luar dugaan. Bapak harap kali ini kamu tidak keras kepala atas apa yang sudah Malik lakukan untuk keluarga kita.” Ridwan berkata dengan nada rendah.

Isha hanya bisa mengangguk. Karena hanya ini yang bisa dilakukannya. Dia tak punya senjata apapun untuk berdiri tegak mengedepankan keinginannya. Karena Murad sudah menghancurkan semuanya, menghancurkan perjuangannya agar Murad diterima di dalam keluarga ini. Perjuangannya yang mengagungkan cinta di atas segalanya.

Tiba-tiba Rosminah masuk.

“Pak? Isha? Bagaimana? Acara akan segera dimulai,” ujar Rosminah.

Ridwan mengangguk menatap Isha dan Rosminah bergantian.

***

Semua orang sudah berkumpul di sini, di depan pelaminan yang tertata dengan demikian megah dan indah. Tamu-tamu dan kerabat yang hadir juga sudah berkumpul dengan tak sabar. Sebagian mereka ada yang kasak kusuk mengenai pergantian mempelai laki-laki ini. Sebagian besar memaklumi dan salut dengan langkah yang diambil Malik untuk menyelamatkan keluarga ini. Akan tetapi tidak sedikit yang mengejek Malik bodoh karena mau saja menggantikan mempelai laki-laki.

Terlepas dari  banyaknya hal pro dan kontra yang muncul di kalangan para tamu undangan, Dadang sudah berhasil memberi keterangan kepada pak penghulu mengenai kerumitan yang terjadi. Dadang meminta agar urusan surat menyurat menyusul kemudian karena yang penting pernikahan ini dilangsungkan. Pak penghulu akhirnya memaklumi dan setuju dengan situasi di luar dugaan ini.

Dan kini, semuanya sudah siap dilaksanakan. Isha sudah duduk menunduk di belakang Ridwan yang berhadapan dengan Malik dan juga penghulu. Aiman dan Aminah duduk di belakang Malik, demikian juga dengan Rosminah yang duduk di samping Isha bersama dengan Dewi, sebagai pendamping pengantin. Ketika penghulu membuka acara, sesekali Malik menatap ke arah Isha yang menunduk dan sesekali menyeka air matanya.

Hati Malik tercubit melihatnya. Malik tahu ini bukan pernikahan yang diinginkan Isha. Namun, Malik juga tak akan membiarkan Isha dipermalukan dengan cara seperti ini. Hingga akhirnya tiba saat ijab qabul, dan Malik sudah memantapkan hatinya. Ini bukan tentang dirinya yang mencintai Isha dengan sembunyi-sembunyi, akan tetapi ini tentang menyelamatkan orang yang Malik cintai agar tidak menjadi bahan ejekan karena batal menikah.

“Saya nikahkan dan saya kawinkan engkau, Ananda Arash Al Malik bin Aiman Alaydrus dengan anak saya yang bernama Syalaisha Ghazali dengan maskawinnya berupa mushaf Al-Qur’an, tunai.” Ridwan yang menjabat tangan Malik mengucap kalimat ijab untuk putrinya itu.

"Saya terima nikahnya dan kawinnya Syalaisha Ghazali binti Ridwan Ghazali dengan mas kawinnya yang tersebut, tunai.” Malik yang menjabat tangan Ridwan menjawab ijab qabul itu dalam satu tarikan nafas.

“Bagaimana saksi? Sah?” tanya penghulu pada dua orang saksi yang ada di kiri dan kanan Malik.

“Sah!” Kedua saksi itu menjawab bersamaan.

“Alhamdulillah.” Terdengar kalimat-kalimat lega dari semua yang hadir di tempat itu.

Namun, di saat yang sama, Isha tak lagi bisa menahan suasana hatinya yang memburuk. Sekuat apapun dia berusaha untuk tegar, nyatanya emosinya lebih berkuasa dan dia tak bisa lagi menahannya, sehingga akhirnya gelap menghampirinya.

Bruk!! Isha pingsan tepat setelah para saksi mengucapkan kata sah.

“Isha?!” Malik bergegas berdiri untuk menolong istrinya dan beberapa orang yang ada di dekat Isha.

***

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status