Share

7. Aku Akan Melindungimu

"Apa ini?" Clarence mengambil pigura foto dengan latar belakang kebun. Keningnya mengerut. Ini adalah pertama kalinya dia melihat gambar tersebut, tapi rasanya sangat familiar. Deja vu, yang cukup berat.

Seakan-akan... itu adalah benda yang pernah ia lihat sebelumnya.

Dibelakangnya, Erun dalam balutan baju handuk tersenyum. Dia mendekat, dan memeluk pinggang Clarence erat dari arah belakang. "Itu adalah foto yang kau ambil lima bulan yang lalu, Cla."

"Mm-hm." Clarence bergumam tidak jelas. Dia memegang tangan Erun, lantas menjauh dari rengkuhan pria itu. "Aku gerah." Kata Clarence beralasan. Padahal, kenyataannya adalah dia merasa was-was. Ini adalah novel dengan latar kerajaan, dan tentu saja etiket dan adab sangat dijunjung tinggi. Makanya, Clarence ingin meminimalisir kemungkinan ketahuan.

Pokoknya, tidak boleh ada masalah sebelum dia bertindak untuk merubah alur.

Ada perubahan dalam ekspresi Erun——dia kecewa. Tapi, pada akhirnya, Erun tidak memaksa Clarence. Dia menuruti apapun yang diinginkan wanitanya itu.

Clarence berjalan lagi, menyusuri ruang tamu. Kediaman Uli terlalu kontras dibandingkan kerajaan Thaas Rachem. Disini terasa lebih hidup, nyaman dan hangat, sedangkan di aula tadi, Clarence hanya menemukan kemegahan saja.

"Apa kau percaya jika aku bilang, bahwa aku hilang ingatan, Erun?" Tanya Clarence tanpa memberikan muka pada pria itu. Dia gagal membuat pangeran percaya pada fakta ini, jadi dia harus bisa membuat Erun mempercayainya.

Ada jeda cukup lama, hingga jawaban Erun terdengar, "... apa maksudmu, Cla?"

"Aku hilang ingatan, sejak pagi tadi." Clarence mengulang datar.

"..."

Clarence berbalik, dan menatap wajah pias Erun dengan senyuman tipis. "Aku tidak berbohong. Ini kenyataannya. Aku... tidak mengingat apapun, selain namaku sendiri." Suara gemerisik daun yang terkena hembusan angin terdengar, namun tidak ada jawaban dari Erun.

"Aku adalah Clarence Divn Rivas, yang sekarang menjadi Clarence Wilburn. Hanya itu yang kuingat, Erun. Selebihnya, aku mendapat informasi dari percakapan para lady, dan juga ucapanmu saat berada di aula dansa tadi." Tambah Clarence.

Erun meneguk salivanya yang terasa pahit. "Jadi... kau melupakan tentang kita?"

"Ya."

"Termasuk semua janji yang kita buat, Cla?"

Sejujurnya Clarence ingat semua janji antara Clarence asli dan Erun itu, tapi dia memilih untuk berbohong. "Tidak." Jawabnya, lantas memberikan tatapan tajam pada Erun. "Apa kau tidak mempercayaiku, Erun?"

"... aku... kesulitan untuk percaya, Cla."

"Aku tidak peduli." Clarence menyahut ringan. Dia membawa langkahnya untuk duduk di sofa dengan anggun, lantas menatap Erun lagi. Kali ini, sorot mata yang ia berikan tak terbaca.

"Pikirkan mengenai ini, Erun. Saat ini aku adalah istri dari Pangeran Leopold Dale Wilburn, pria tampan yang namanya melegenda. Meski dingin dan memiliki kesan mengerikan, dengan apa-apa yang ia punya, bukan mustahil lagi aku bisa mencintainya. Tak lama lagi, dengan dukungan dari Pamanku, Pangeran Leopold akan dengan mudah menjadi Raja. Kami akan memiliki seorang putra atau putri tampan, dan hidup bahagia hingga maut menjemput." Ia memberi jeda untuk melihat Erun. Pria itu mengepalkan tangan, dan rahangnya mengeras. Dapat Clarence temukan kebencian di matanya.

Sepertinya... Erun Lexion Uli sangat menyukai Clarence asli, hingga bisa merasakan kecemburuan sebesar itu.

Mata Clarence berkilat, dan dia tersenyum puas. Ini bagus. Perasaan menyenangkan ini... Clarence tidak ingin kehilangannya. Asalkan perselingkuhan yang dia dan Erun lakukan tetap diam-diam, Clarence yakin Leopold tidak akan mengetahuinya.

Pria itu memang jauh lebih baik dari segi apapun, jika dibandingkan dengan Erun. Kecuali satu hal, yaitu mengenai kepribadian. Jika diibaratkan air, Clarence yakin bahwa Erun itu air keruh yang memancarkan aroma pekat, dan mampu melenyapkan makhluk hidup dalam hitungan detik. Sedangkan Erun adalah kebalikannya; air susu yang terasa manis saat diminum.

Ya. Meski tahta yang dimiliki Erun sangat menggoda, namun Clarence tidak mungkin mengorbankan nyawanya untuk itu.

Lagipula, jika dia mengubah plot, bukan mustahil lagi bila Erun yang akan menjadi raja. Kekuasaan duke August Rivas, pamannya, akan menjadi dukungan paling besar untuk Erun.

Hanya jeda beberapa detik, dan Erun tiba-tiba bersimpuh di tanah. Dia menunduk. Bahu pria itu bergetar pelan. "Katakan padaku, Cla. Apa yang harus aku lakukan, agar itu semua tidak terjadi?"

"Mengapa kau tidak ingin itu menjadi realita? Lagipula... perselingkuhan kita tidak benar, Erun. Apa yang terjadi jika seseorang mengetahuinya?" Tanya Clarence, sembari mengingat paragraf dimana Clarence mengalami kematian mengerikan. "Kematian. Aku tidak ingin mengalaminya, sama sekali tidak."

"Karena aku mencintaimu." Suara Erun terdengar serak. "Aku sangat mencintaimu, hingga tidak tahu lagi harus melakukan apa jika kau meninggalkanku, Cla. Mungkin... aku akan menjadi gila, dan membunuh semua orang——termasuk suamimu itu."

"Aku tidak yakin kau bisa." Sahut Clarence. "Dan kau egois, Erun. Jika kau menginginkan kebersamaan kita, namun tidak mempedulikan resikonya, maka kau egois. Aku tidak ingin meregang nyawa karena mempertahankan hubungan dengan pria sepertimu."

"Aku akan melindungimu." Erun menyahut tegas. Dia bangkit, dan berjalan pelan mendekati Clarence. Mata merahnya menatap wanita itu dengan sorot layu. "Aku berjanji, akan memastikan kebahagiaan dan keselamatanmu selalu, Cla."

Dia sama sekali tidak mempercayai omong kosong Erun, karena pada akhirnya, dia juga terbunuh bersama Clarence.

Tapi... Clarence sama sekali tidak menunjukkan hal itu. Dia malah mengangguk, dan berujar pelan, "Aku akan mempertimbangkannya."

"Terimakasih, Cla..."

"Tapi mulai saat ini, panggil aku Tuan Putri. Jangan pernah menyebut penggalan nama depan itu lagi, Erun." Kata Clarence, memberi Erun syarat. Entah kenapa, dia merasa tidak suka dengan penggalan namanya disebut oleh Erun.

Terasa aneh.

"Ya. Apapun untukmu, Sayang."

"Bagus." Clarence mengangguk. Matanya beralih, menatap jam pasir yang ada di meja. Untungnya, di kehidupan lalu, Clarence telah belajar membaca jam ini. Paling tidak, dia tidak terlalu terlihat bodoh karena kebingungan lagi.

Dan mata Clarence menggelap begitu mendapati pasir di bagian atas hendak habis. Artinya... ini mendekati pukul dua belas malam.

Seharusnya ini adalah waktu pergantian penjaga gerbang. Jarak antara kediaman Uli dan kerajaan juga tidak jauh, sehingga Clarence mungkin bisa mengejar waktu. Dia harus kembali, sebelum amarah pangeran Leopold semakin besar.

"Pesta pernikahan berakhir beberapa saat lagi, bukan?" Clarence bertanya pada Erun, yang masih nampak kacau disebelahnya.

Pria itu menoleh, dan mengangguk. "Apa yang ingin kau lakukan, Putri?"

Clarence menjawab sembari berdiri. "Kembali ke kerajaan, sebelum Pangeran kutub utara itu semakin marah."

"Kau sendiri yang mengatakan bahwa kau ingin menginap," Erun bergumam dengan suara lemah. Ada kepanikan di sorot matanya, hingga membuat Clarence merasa bersalah.

Dia tidak tahu kalau efek tindakannya tadi akan berakibat separah ini pada Erun.

Tapi alih-alih meminta maaf, ia malah menyahut dengan nada datar, seakan-akan sama sekali tidak menyadari kesalahan. "Aku berubah pikiran."

Rahang Erun mengeras. "Sebentar lagi adalah tradisi malam pertama, Putri. Apakah kau yakin ingin kembali sekarang?" Tanyanya, sambil menatap Clarence dengan kecemburuan yang kental.

"Ya, aku mengetahuinya. Tapi aku tidak akan mengkhianati janjiku padamu tadi, Erun. Aku tidak akan melepas kehormatanku, pada Pangeran tiran itu." Kata Clarence meyakinkan. Dia mengatakan itu tanpa adanya unsur kebohongan sama sekali.

Karena faktanya, Clarence juga takut merasakan sakit. Di kehidupan sebelum-sebelumnya yang masih dia ingat, dia belum pernah melepas keperawanan pada lelaki manapun. Clarence masih gadis, hingga takdir kembali mempermainkannya. Yaitu dengan membawa kematian mengerikan, yang terlalu parah, hingga membuat Clarence kesusahan untuk meregang nyawa.

"Kau bilang kau akan menuruti segala keinginanku, Erun." Ujar Clarence dingin, setelah mendapati keraguan pada diri pria itu. "Untuk menghindari kecurigaan, aku hanya meminjam satu kereta saja darimu. Yang biasa, dan tidak memiliki lambang Marquis Uli di bagian manapun."

Erun pada akhirnya menghela napas, dan mengangguk. "Aku akan memberikan kereta untuk membawamu kembali," katanya dengan berat hati.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status