Noah sang pemuda berandal yang hidupnya tidak suka diatur karena dia merasa hidup ini sudah kejam padanya. Dia habiskan hidupnya dengan balapan motor dan berbuat sesuka hatinya. Namun, takdir malah mempertemukan dia dengan Lana--seorang gadis dengan kehidupan sempurna, tapi sayangnya Noah tidak pernah melihat Lana tersenyum, dan hal itu juga yang membuat hati Noah ingin dekat dengannya, bahkan Noah merasakan hal yang tidak pernah dia rasakan, yaitu cinta. Hanya saja jalan untuk mencintai Lana tidak semudah Noah menjalani hidupnya. Masa lalu Noah yang begitu kelam dibuat kedua orang tua Lana sebagai senjata untuk memisahkan kedua insan yang memiliki cinta yang tulus itu. Dapatkan Noah mempertahankan gadis yang bisa mengubah hidupnya menjadi lebih baik, atau dia sekali lagi harus merasakan jika dunia ini memang kejam padanya?
View MoreAbbey's point of view.
"Wake up, Abbey," someone called as I slowly returned to consciousness. "They are coming." Blinking away the haze of sleep, I found myself in the same uncomfortable position as the night before: my back pressed against the cold concrete floor, my knees tucked up. The cramped cell offered little space to move, making it impossible to straighten my leg forward.
I offered Charity a small smile in gratitude for waking me. "Of course," she replied, assuming the same uncomfortable position as she stood up. I knew I couldn't survive without her. I had met Charity three weeks ago when the Red Moon's pack took over our own. She had been kind and gentle to me, especially considering I had just lost both my parents to this terror. My father had been the beta of our pack before it was taken over, while Charity's father had been an Alpha. She was supposed to be the first female Alpha after him, but their pack fell to the notorious Red Moon pack.
The scent of approaching werewolves preceded their arrival, a mixture of blood and sheer masculinity filling the air. The cell, which usually smelled of hay used to feed horses, now reeked of something far more sinister. As the guards approached, we all knew what was coming. Some of the prisoners, typically male werewolves, would move to the front of the cell bars to yell at them, while others, like Charity and me, tried to remain invisible.
We, being superior werewolves, found it particularly challenging to blend in. Charity especially struggled, having been trained all her life to be an Alpha, now reduced to living in filth with guards who were complicit in her parents' deaths. If given the opportunity, she would tear the nearest wolf's head from their shoulders with ease, given her strength as an Alpha's daughter.
"Look at them, dirty little animals in the cage," one guard remarked as they made their way down the cell. They weren't entirely wrong; we were werewolves, after all. However, a smirk crossed my face as I thought " See the kettle calling the pot black. We are all animals".
"Why do we even keep them around?" the second guard pondered aloud as he tossed a loaf of bread into the cell. I wondered how they expected us to share it. To my surprise, they threw two loaves into our cell that day, and Charity, seizing the opportunity, grabbed one and generously shared it with a girl named Titi and her brother Kane, who shared the adjacent cell. Titi rarely spoke, but her gratitude was evident.
Watching Charity divide the bread and offer me a portion, I squeezed her hand in gratitude as she returned to her spot beside me. The first guard then explained, "Alpha Jeremy loves his toys. They're his trophies" . The second guard agreed, "Living in the cell is a better punishment he'll generously give." With that, they moved on to other cells, throwing bread haphazardly.
Talk of Alpha Jeremy made my blood boil. His cruelty and brutality were infamous, and everyone feared him. It reminded me of the night my parents died, their heads ripped from their shoulders. Though I hadn't witnessed their deaths firsthand, I felt their last breaths as if they were my own. I swore revenge that night, vowing to take what was dearest to Alpha Jeremy.
"Alpha Jeremy a towering figure strides with arrogant confidence, his every movement exuding dominance and aggression. His eyes, cold and calculating, survey his domain with a sense of entitlement. Muscles ripple beneath his fur as he prowls, his presence commanding fear and submission from those around him.
With a snarl, he asserts his authority, enforcing his will with brute force and intimidation. He shows no mercy, exploiting his power to maintain control over his pack, leaving a trail of broken spirits and shattered dreams in his wake.
His actions are driven by a primal desire for supremacy, his every decision calculated to ensure his reign remains unchallenged. He thrives on the suffering of others, reveling in their fear and anguish as he asserts his dominance over them. To him, compassion is a weakness to be exploited, and kindness is a foreign concept in his ruthless pursuit of power. " Charity described him
I could not help but think about seeing him in real life. "What was your pack like?" Charity asked as we lay on our backs, staring at the concrete ceiling as if it were the moon. I smiled softly, reminiscing about the fond memories. "It was nice," I began. "You know, I always wanted to travel the world and experience life beyond the confines of werewolf society. I wanted to see the human world and live among them, even if it wasn't allowed.""Why would you want to leave your peaceful pack?" Charity inquired. "Your pack, the Victory Pack, is one of the most peaceful I've heard of." I explained my desire to explore, and she listened intently.
As we shared stories of our childhoods and Pack traditions, we found solace in each other's company. These moments of quiet reminiscence were our escape from the harsh reality of our current situation. I wrapped my arms around Charity, offering what comfort I could, knowing that together, we would endure.
We often talked late into the night, like friends at a sleepover, sharing stories and laughter. I imagined, In the soft glow of fairy lights, as both of us giggle and chatter, surrounded by a cozy nest of blankets and pillows. Our faces lit with joy as we shared secrets under the blanket fort we built together. Outside, the stars twinkle, mirroring the sparkle in our eyes as we bond over late-night snacks and dreams of adventures yet to come. I smiled as i came back to reality.
It was the only way to maintain some semblance of sanity amidst the chaos. Instead of the cold, hard concrete, I imagined Charity and me cuddled up, reading stories and laughing. It helped me cope with the nightmare we were living.
Exhausted, we bid each other good night, hoping to wake up to a better reality the next day.
Noah yang mencoba menghapus air matanya datang ke kamar Daniel dan melihat sahabatnya itu membuka mata. Tangan Noah memegang erat tangan sahabatnya itu dan duduk di sebelah Daniel. “Hai, Dan, kenapa kamu sangat ceroboh dan bodoh mengikuti balapan motor itu?”“Maafkan aku, Noah,” suara Daniel terdengar lirih dan terbata.“Tidak apa-apa, aku memaafkan kamu. Daniel apa kamu sudah tau jika Mara sedang mengandung bayi kalian?”“Benarkah?” tampak air mata Daniel keluar dari tepi matanya. “Noah aku minta tolong sama kamu untuk menjaga Mara dan bayiku, mungkin aku tidak bisa menjaganya, aku sudah tidak kuat.”Seketika Noah menangis mendengar apa yang dikatakan oleh sahabatnya itu. “Aku tidak mau, kamu yang akan menjaga Mara dan bayi kalian, Dan.”Daniel tersenyum kemudian dia menutup kedua matanya rapat dan tangannya terlepas dari genggaman Noah. Tangis Noah langsung pecah di sana, bah
Malam itu di arena balap motor terdengar suara yang sangat ramai, bahkan lebih ramai melebihi hari biasanya karena banyak sekali orang dari kota lain datang untuk memeberi dukungan kepada pembala motor idolanya. Di area itu sudah benar-benar dinyatakan aman dan tidak akan ada petugas yang akan membubarkan acara balap motor itu karena mereka telah memberi uang kepada beberapa petugas agar acara mereka bisa berlangsung dengan baik.Mara dan Cilla berada di rumah sakit untuk menjaga Daniel, dan Noah tidak mau kalau mereka berdua ada di sana. “Balapan motor kali ini agak berbeda dengan balapan motor seperti biasanya. Noah akan mendapatkan lawan yang sangat kuat, aku dengar orang yang di minta Bruno untuk mengikuti balap motor kali ini adalah pembalap motor yang tidak pernah kalah di kotanya, bahkan dia sering menjadi juara di kota lain. Dia juga terkenal kejam pada lawannya saat mereka bertanding,” jelas Cilla.Mara yang mendengarnya tampak sangat khawatir pada
Malam ini Noah dan Cilla menginap di rumah sakit karena malam ini juga dokter akan melakukan tindakan operasi pada Daniel. Beberapa jam mereka menunggu, tapi belum ada pemberitahuan tentang keadaan Daniel.“Noah, apa kamu tidak mau menghubungi Mara dan memberitahu tentang keadaan Daniel? Kamu harus memebritahunya bagaimanapun juga.”“Iya, aku akan segera menghubunginya.” Noah segera mengambil ponselnya. Mara tampak kaget dan shock mendengar apa yang terjadi dengan kekasihnya. Mara bergegas berangkat ke rumah sakit.Tidak lama dokter keluar dari dalam ruang operasi. Noah segera menemui dokter itu dan terlihat dari raut wajahnya tampak menyiratkan suatu kabar yang tidak baik.“Dok, bagaimana keadaannya?”Dokter itu menepuk pundak Noah. “Teman kalian mengalami koma, dan semoga saja dia bisa melewati masa kritisnya.Seketika tubuh Noah tampak gontai, dia hampir saja jatuh mendengar apa yang barusan dikat
“Halo, apa benar ini Noah?” suara seorang wanita yang terdengar sedih.“Iya, aku Noah. Ini siapa?”“Noah, perkenalkan aku Martha orang yang menjaga mama kamu selama ini. Mungkin kamu tidak mengenali, tapi mama kamu menyuruhku untuk meghubungin nomor kamu.”“Marta? Mamaku? Maaf, aku sudah tidak mau mengetahui hal apapun tentang mamaku.”“Jangan menutup teleponnya dulum Noah! Ada hal penting yang ingin aku bicarakan sama kamu.”“Aku sudah mengatakan jika aku tidak mau mendengkan hal apapun tentang mamaku. Aku sudah tidak peduli dengan apa yang dia lakukan.”“Mama kamu sedang sakit parah, Noah, dan dia dirawat di rumah sakit sudah beberapa bulan yang lalu,” ucap wanita itu cepat.Noah terdiam di tempatnya setelah mendengar apa yang dikatakan oleh wanita diseberang telepon itu. “Terima kasih sudah memberitahuku.” Noah langsung menutup panggilan
“Dia mengajak kamu bermain di mansionya?” Mara mengangguk perlahan dengan ragu-ragu. Lana menepuk jidatnya dengan malas.Mara memegang tangan Lana dengan menatapnya penuh harap. “Aku awalnya tidak menyerahkan diriku dengan begitu saja, Lana. Dia memaksaku dan ---.” Mara tertunduk diam.”“Dan apa, Mara?”“Dia orang pertama kali yang sudah mengambil hal berharga dalam hidupku, dan dari situlah aku merasa diriku sudah tidak berharga lagi. Kamu tidak tau betapa terpukulnya aku waktu itu, Lana, tapi aku tidak mau terpuruk terlalu lama. Om Max mengatakan akan mengatakan jika sebenarnya dia mencintaiku, dengan mamaku dia hanya kasihan dengan semua yang diceritakan oleh mamaku.”“Lalu dia memberitahu mama kamu?”“Awalnya aku melarangnya karena aku tidak mau membuat aku dan mamaku yang semula memiliki hubungan tidak baik menjadi tambah parah, jadi kita sembunyikan masalah ini.”
Acara pesta kelulusan malam itupun selesai. Kedua orang tua Lana pulang lebih dulu, di sana Noah dan Lana serta Mara dan kekasihnya Daniel masih berada di satu meja, mereka sedang saling bercerita satu sama lainnya.“Lana, kamu sendiri, setelah lulus ini mau kuliah atau akan menikah juga dengan Noah?” Mara menggoda Lana.Lana melihat ke arah kekasihnya yang tengah menghabiskan minumannya. “Aku sebenarnya ingin menikah dengan Noah, tapi sepertinya aku akan bersabar menunggu sampai Noah benar-benar siap segalanya untuk menikah denganku. Kamu tau sendiri, kan, jika Noah baru saja bekerja dan dia baru merintisnya, jadi kita tidak terlalu terburu-buru.” Lana memegang tangan Noah, Noah tersenyum pada kekasihnya itu.“Kalian mau minum lagi? Akan aku ambilkan minuman di sana. Dan, ayo ikut denganku mengambil minuman untuk para gadis kita.” Noah beranjak dan mengajak Daniel pergi ke stand minuman meninggalkan kedua gadis itu dudu
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments