“Hei!” panggilan seseorang dari kejauhan memanggil Lana. Kedua mata Lana membulat melihat siapa yang memanggilnya.
“Itukan cowok menyebalkan itu,” ucapnya kesal. Lana membuka pintu belakang dan memberitahu mamanya jika dia ingin mengembalikan jaket kepada cowok pemilik jaket itu.
Mama Lana menoleh ke arah jendela belakang dan benar, beliau melihat seorang cowok dengan penampilan yang tidak rapi sedang bersandar di atas motornya.
“Sebentar ya, Ma?” Wanita cantik di dalam mobil itu mengangguk, Lana berjalan mendekat ke arah Noah. “Ini jaket milik kamu, dan aku sudah tidak membutuhkannya lagi.” Lana memberikan jaket itu dengan sedikit kasar dan kesal. Bukan karena suatu hal Lana melakukan hal itu, itu karena Lana teringat dengan benda yang dibawa oleh Noah. Lana menganggap jika Noah bukanlah cowok baik-baik, kalau dia baik-baik dia tidak akan menyimpan benda seperti itu.
“Hei! Apa kamu tidak bisa memberikan jaketku ini dengan baik dan sopan, setidaknya ucapkan terima kasih!” seru Noah dengan suara kesalnya.
Lana yang akan berbalik badan, kembali menoleh kepada Noah. “Apa kamu bilang? Bersikap sopan dan berterima kasih?” Lana melihat tidak percaya pada Noah.
“Iya, karena berkat jaketku kamu tidak sampai sakit.”
“Terima kasih. Berkat jaket kamu, aku mendapat masalah di sekolahku.”
“Masalah? Maksud kamu?” Noah tampak bingung dengan apa yang dikatakan oleh Lana.
“Lana ...! Ayo kita pulang!” teriak mama Lana yang ternyata keluar dari dalam mobil. Lana segera berbalik badan dan pergi dari sana. Lana masuk ke dalam mobil, dan tentu saja Noah merasa sangat heran. Sebenarnya kenapa dengan gadis itu?
Di dalam mobil Lana hanya terdiam. “Lana, mama tidak mau kamu berteman dengan cowok berandalan seperti dia, cukup kamu hanya berkenal saat tadi pagi saja, mama tidak mau kamu lebih mengenalnya. Lihat saja penampilannya yang tidak karuan seperti itu, apalagi dia suka membawa benda seperti tadi.” Lana hanya menganggukkan kepalanya dan sekarang dia melihat ke arah luar jendela mobilnya.
“Lana, kamu kenapa?” tanya pria kecil di samping Lana. Iya, Lana sudah sampai di rumahnya dan dia duduk bersandar santai pada sofa panjang di ruang tamunya.
“Aku tidak apa-apa, Leon,” jawab Nala malas.
“Tidak apa-apa, jangan berbohong padaku. Mama dan papi kenapa tadi dipanggil ke ruang guru? Apa yang sudah kamu perbuat di sekolah? Aku benar-benar kaget saat tau akan hal itu. Si Lana yang lugu dan anak kesayangan mama dan papi di panggil ke ruang guru,” suara Leon seolah meledek kakaknya itu.
Lana melihat malas pada adiknya yang memang suka sekali usil itu. Lana membawa tasnya, dan berjalan malas naik ke lantai atas. “Nala, kamu makan siang dulu!” perintah mamanya.
“Nanti saja, Ma. Aku mau berbaring sebentar di kamarku,” jawab Lana tanpa menoleh ke arah mamanya, dia naik ke lantai atas kamarnya. “Huft!” Lana dengan enaknya membanting tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. “Semua tidak boleh berteman. Lalu aku harus berteman dengan siapa? Dengan bintang di langit?” gerutu Lana sendirian di dalam kamarnya.
Tidak lama ponsel Lana berdering, dia merogoh tas miliknya dan mengambil ponselnya. Nala melihat ada nama sahabatnya itu. “Si rambut keriting, ada apa dia menghubungiku?”
“Lana!” serunya dengan cepat.
“Ada apa?” jawab Nala malas.
“Kamu baik-baik saja, Kan? Apa kamu dimarahi habis-habisan sama mama dan papi kamu? Mereka itu keterlaluan sekali, itukan hal kecil, kenapa mereka seperti itu?”
“Aku baik-baik saja, hanya saja mulai sekarang aku tidak boleh berteman sama kamu dan pria pemilik jaket itu.”
“Apa?! Pria pemilik jaket itu? Memangnya kamu bertemu sama dia?”
“Iya, tadi dia ada di depan sekolah dan aku sudah mengembalikan jaket miliknya beserta benda aneh miliknya.”
“Ya ...! Aku tadi kenapa tidak kamu beritahu?” ucapnya kesal.
“Untuk apa? Sudahlah! Ada apa, sih? Kenapa kamu menghubungiku?”
“Begini, Lana. Apa besok malam kamu bisa ikut denganku ke acara ulang tahun adik dari kekasihku? Aku yakin kamu pasti suka datang ke acara itu, acaranya menyenangkan.”
“Datang ke acara pesta? Kamu sudah gila mau menawariku datang ke acara pesta?”
“Kenapa? Takut tidak akan diizinkan sama orang tua kamu? Lana, kamu sudah dewasa, sebentar lagi kita juga akan lulus sekolah, mau sampai kapan kamu akan disimpan di dalam rumah seperti manekin hidup. Lagian ini hanya pesta ulang tahun, dan acaranya tidak akan sampai malam. Ayolah! Cobalah bersenang-senang sebentar.”
“Aku tidak bisa ikut, dan kamu pergi saja sendiri.”
“Kamu harus ikut, dan aku akan menyusul kamu ke rumah kamu bila perlu,” ancamnya.
“Kamu benar-benar gila! Apa mau kamu malah diusir oleh mamaku, dan akhirnya mamaku benar-benar tidak memperbolehkan aku berteman, bahkan dekat-dekat sama kamu meskipun itu jaraknya 1 meter?”
“Lana, aku itu kasihan sama kamu, sebagai sahabat yang baik, aku ingin kamu juga bahagia. Tidak terkekang terus seperti ini.”
“Aku tidak bisa ikut.” Lana lalu memutus panggilan teleponnya.
Lana menghela napasnya lega. Dia pergi ke pesta? Apalagi dengan si rambut keriting itu? Mimpi yang tidak akan menjadi kenyataan.
“Lana.” Tiba-tiba nongol dari balik pintu kepala adik laki-laki Lana. “Apa kamu tidak mau turun makan? Mama menyuruh aku memanggil kamu untuk makan.” Pria kecil itu masuk ke dalam kamar Lana.
“Aku nanti saja makannya. Aku sedang tidak lapar.”
“Kamu kenapa?”
“Aku lelah, dan bosan.”
“Aku juga bosan dengan kehidupan keluarga kita.”Leon berbaring di samping Lana.
“Tadi si kering menghubungiku, dia ingin mengajakku ke acara pesta ulang tahun adik kekasihnya.” Lana tertawa kecil. “Dia gila, Leon.”
“Kenapa kamu malah mengatakan dia gila? Dia kan memang sahabat baik kamu, wajar saja dia ingin mengajak kamu supaya bisa bersenang-senang.”
“Pesta. Kamu kira mama dan papi akan mengizinkannya? Mimpi,” Lana menekankan kata-katanya pada bagian itu.
Leon tampak berpikir sejenak. “Aku punya ide. Kamu tidak perlu meminta izin, kamu kan pasti tidak mau berbohong sama mama dan papi, biar aku yang mengurusnya.” Leon dengan cepat beranjak dari tempat tidurnya dan dia keluar dari dalam kamar Lana.
Lana tampak bingung dengan sikap adik laki-lakinya itu. Sebenarnya apa yang sedang dia rencanakan? Lana takut dia akan dapat masalah lagi karena ulah adiknya itu.
Lana segera menyusul ke lantai bawah, dia langsung menuju ke ruang makan. Lana melihat Leon sudah berdiri di depan meja makan. “Ma, apa aku boleh meminta sesuatu?” tanyanya cepat.
"Leon!" Lana menarik lengan tangan adiknya, Lana tidak mau Leon berbuat hal yang akan membawa mereka dalam masalah. Lana sangat mengetahui sifat mamanya itu.
"Ayolah, Lana! Kita berdua bosan terus-terusan seperti ini," rengek Leon. Wanita cantik yang duduk di meja makan itu melihat Lana dan Leon dengan tatapan bingung.
Mama mereka menyuruh Lana dan Leon duduk di depannya. Lana terdiam duduk di tempatnya, Lana agak takut jika nanti apa yang di ucapkan Leon akan membuat mamanya marah. “Kalian mau bicara apa?” Tatapnya tajam. “Ma, apa boleh aku mengajak Lana pergi ke acara pesta ulang tahun temanku besok malam?” “Pesta? Memangnya teman kamu ada yang berulang tahun?” “Ada, Ma, dan aku ingin mengajak Lana. Kasihan Lana, lagian dia, kan, sudah selesai ujian sekolahnya, dan liburan yang Mama dan Papi janjikan juga tidak tau kapan akan terlaksana?” Leon memutar bola matanya jengah. “Sudahlah, Leon! Aku juga tidak apa di rumah saja, aku bisa membaca buku seperti biasanya?” Lana tidak mau sampai Leon mendapat masalah nantinya. “Membaca buku terus, apa yang menyenangkan dengan membaca buku? Lagian kamu itu sudah dewasa, Lana, dan sudah saatnya merasakan bersenang-senang sedikit. Boleh, ya, Ma?” tanyanya lagi. “Kamu tumben sekali mau mengajak Lana? Memangn
Noah berjalan masuk ke gedung itu, sebelahnya Daniel sedang mengamati setiap sudut bangunan itu."Noah, untuk apa kita kemari? Tempat ini lebih mirip rumah sakit tua, tapi menyeramkan sekali.""Ini memang rumah sakit yang di bangun untuk merawat pasien dengan gangguan kejiwaan.""Apa?!" Kedua mata Daniel membulat sempurna."Kamu mau apa ke sini?""Aku mau menemui seseorang.Tidak lama dari arah berlawanan datang seorang laki-laki paruh baya dengan baju putih dan ada taq name sebelah kirinya."Halo, Dok.""Noah, kamu ke sini lagi? Lalu ini siapa?" Dokter itu melihat ke arah Daniel."Aku Daniel, sahabat Noah. Anda dokter?" tanya Daniel."Saya dokter Steve, saya dokter yang merawat kakak Noah." Dokter itu menjabat tangan Daniel, dan Daniel membalasnya."Noah memangnya kakak kamu sakit apa? Bukannya kamu bilang dulu kalau kakak kamu bersama dengan ayah kamu? Lalu kenapa sekarang kakak kamu ada di rumah sakit ini?"
Noah menatap tidak suka pada supir Lana. Dia malah dengan muka marahnya mendorong tubuh supir itu."Jangan ikut campur! Aku cuma ingin bicara dengan nona kamu.""Tapi kamu orang asing dan aku tidak akan membiarkan kamu mendekati Nona Lana." Supir itu sebenarnya takut, tapi dia harus melindungi majikannya sesuai dengan yang di pesankan oleh mamanya Lana."Aku hanya ingin bicara!" Noah mulai memperlihatkan sifat kasarnya. Dia mencengkeram kra baju supir Lana."Berhenti! Lepaskan supirku." Lana mencoba melepaskan tangan Noah. "Pak, aku tidak apa-apa, aku akan bicara sebentar dengan cowok ini." Lana berjalan agak jauh dari mobilnya, Noah malah memberi seringai pada supir Lana."Kamu mau bicara apa lagi? Bukannya jaket kamu sudah aku kembalikan?" Bentak Lana kasar pada Noah yang sudah berdiri di depannya."Bukan masalah jaket itu, tapi kamu masalahnya.""Aku?" Lana tampak bingung, kenapa Noah malah menyebut Lana yang menjadi masalahnya.
Lana menyuruh adiknya keluar dari kamarnya setelah memberikan Leon uang yang dia inginkan dari tabungannya. Lana benar-benar kesal dan tidak menyangka dia akan kehilangan buku yang menjadi buku kesayangannya."Pria itu benar-benar menyebalkan! Kenapa aku bisa sampai bertemu dan berurusan dengan dia." Lana menutup kepalanya dengan bantal.Di tempatnya, Noah sedang berbaring di atas ranjangnya, dan tangannya menengadah ke atas sedang membaca buku yang tadi dia ambil dari Lana. "Gadis ini bacaannya sangat membosankan, kenapa dia malah membaca buku tentang kisah sedih begini? Dia harusnya membaca tentang bagaimana cara seorang gadis bercinta dan mengenal tentang sex di usianya yang sekarang." Noah tertawa dengan puasnya."Kamu baca apa, Noah?" Dan yang tiba-tiba datang dan mengambil buku milik Lana dari tangan Noah. "Andai Aku Bisa Terbang." Daniel membaca judul buku yang di bawa Noah. "Kenapa kamu membaca buku seperti ini? Tumben juga kamu membaca buku? Kamu
Daniel dan Noah menikmati pesta itu, walaupu mereka tidak ada yang kenal. Daniel berjelajah ke setiap ruangan mencari gadis-gadis yang mau dia ajak kenalan. Salah satu gadis yang ada di sana dari tadi memperhatikan Noah. Dia sepertinya tertarik pada Noah. "Jill, pria itu siapa? Apa dia teman kakak kamu?" tanya seorang gadis dengan rok mininya dan minuman di tangannya bertanya pada Jill adik dari Chris. "Aku tidak kenal dia, aku saja baru melihatnya, tapi dia terlihat sangat tampan. Bagaimana jika kita berkenalan dengan dia?" tanya gadis yang berulang tahun itu. Gayung pun bersambut. Belum dua gadis itu menemui Noah. Noah sudah berjalan ke arah mereka berdua. "Hai, selamat ulang tahun ya buat kamu." Noah mengangkat gelas minumannya. Sontak kedua gadis itu tersenyum bahagia pada Noah. "Hai, terima kasih. Apa kami boleh tau siapa nama kamu? Apa kamu salah satu teman dari kakak aku?" Noah tampak bingung, dia saja tidak kenal siapa kakak gadi
Brak ...Terdengar suara pintu di dobrak dari luar. Dan samar, Lana melihat pria yang bernama Chris yang ada di atasnya tadi ditarik dengan keras dan Lana tidak tau apalagi yang terjadi. Lana masih terdiam di tempatnya, tenaga Lana sudah terkuras, dia lemas."Berengsek! Bisa-bisanya kamu berbuat seperti ini terhadap seoranggadis lugu dan polos seperti dia. Kalau kamu mau terpenuhi hasrat kamu itu carilah gadis yang dengan senang hati kamu ajak bercinta."Chris tidak menjawab, dia sudah jatuh tersungkur di bawah lantai. Cowok yang menolong Lana ternyata Noah. Dia mendekat ke arah Lana yang masih terbaring diam dengan air mata yang sudah bercucuran."Hai! Kamu tidak apa-apa, Kan?" Wajah Noah berada tepat di atas wajah Lana. Lana tidak menjawab, dia hanya bisa sesenggukan.Noah melihat bagian bawah Lana, dan Noah menaikkan kembali celana dalam Lana yang tadi sempat di turunkan oleh Chris."Ka-kamu mau apa?" Lana akhirnya membuka mulutnya.
Motor Noah tepat di samping rumah Lana. Dia berpikir bagaimana cara menemui Lana di kamarnya. "Kamu tau kamar gadis itu, Noah? Rumahnya besar sekali, dan kamarnya juga ada banyak." Daniel memegangi kepalanya. Noah sedang berpikir bagaimana dia mengetahui di mana kamar Lana. Apalagi di depan ada penjaga juga. "Daniel, apa kamu bisa membuat penjaga itu sibuk? Aku akan coba mencari di mana kamar Lana berada." "Hah? Kamu gila?" Daniel melihat Noah dengan tidak percaya. "Ayolah! Kamu kan sahabat aku yang sangat cerdas, kamu pasti punya cara untuk mengalihkan penjaga itu" "Kamu itu, selalu saja yang tidak enak kamu suruh aku yang melakukannya." Daniel berjalan mendekat ke arah penjaga. Daniel berpura-pura tersesat dan mencari alamat, dia bertanya ke penjaga rumah Lana. "Maaf, saya tidak tau alamat yang kamu maksud." "Aduh saya harus cari ke mana lagi? Perut saya lapar lagi, sudah seharian ini saya belum makan, karena mencari alamat i
Kedua sahabat itu berbaring terlentang di atas ranjang mereka. Wajah Noah tampak berseri menatap langit-langit kamarnya."Noah, bagaimana kamu dengan gadis itu? Siapa namanya?""Lana." Wajah Noah tampak tersenyum.Daniel yang melihatnya tampak merasa aneh dengan temannya satu ini. "Kamu itu kenapa? Wajah kamu senang sekali seperti itu? Kamu jatuh cinta sama dia?""Sok tau, apa itu jatuh cinta?" Noah sekarang tidur membelakangi Daniel.""Noah, ceritakan, apa yang kamu tadi katakan sama dia?" Daniel menarik baju Noah agar mau menoleh ke arahnya, tapi Noah tidak mau, dia malah memilih pura-pura tidur.Daniel yang tidak kehabisan akal malah berpindah tempat tidur di depan Noah dengan muka yang di dekatkan ke arah Noah. Noah yang risih lantas bangun dan menepuk muka Daniel."Kamu apa-apan, Sih?" Noah menjauhkan mukanya."Aku cemburu kalau kamu dekat dengan seseorang, nanti kamu melupakan aku," ucap Daneil menggoda."Menjijika