Share

Bab 6 ( Aturan Dan Aturan )

“Hei!” panggilan seseorang dari kejauhan memanggil Lana. Kedua mata Lana membulat melihat siapa yang memanggilnya.

Itukan cowok menyebalkan itu,” ucapnya kesal. Lana membuka pintu belakang dan memberitahu mamanya jika dia ingin mengembalikan jaket kepada cowok pemilik jaket itu.

Mama Lana menoleh ke arah jendela belakang dan benar, beliau melihat seorang cowok dengan penampilan yang tidak rapi sedang bersandar di atas motornya.

“Sebentar ya, Ma?” Wanita cantik di dalam mobil itu mengangguk, Lana berjalan mendekat ke arah Noah. “Ini jaket milik kamu, dan aku sudah tidak membutuhkannya lagi.” Lana memberikan jaket itu dengan sedikit kasar dan kesal. Bukan karena suatu hal Lana melakukan hal itu, itu karena Lana teringat dengan benda yang dibawa oleh Noah. Lana menganggap jika Noah bukanlah cowok baik-baik, kalau dia baik-baik dia tidak akan menyimpan benda seperti itu.

“Hei! Apa kamu tidak bisa memberikan jaketku ini dengan baik dan sopan, setidaknya ucapkan terima kasih!” seru Noah dengan suara kesalnya.

Lana yang akan berbalik badan, kembali menoleh kepada Noah. “Apa kamu bilang? Bersikap sopan dan berterima kasih?” Lana melihat tidak percaya pada Noah.

“Iya, karena berkat jaketku kamu tidak sampai sakit.”

“Terima kasih. Berkat jaket kamu, aku mendapat masalah di sekolahku.”

“Masalah? Maksud kamu?” Noah tampak bingung dengan apa yang dikatakan oleh Lana.

“Lana ...! Ayo kita pulang!” teriak mama Lana yang ternyata keluar dari dalam mobil. Lana segera berbalik badan dan pergi dari sana. Lana masuk ke dalam mobil, dan tentu saja Noah merasa sangat heran. Sebenarnya kenapa dengan gadis itu?

Di dalam mobil Lana hanya terdiam. “Lana, mama tidak mau kamu berteman dengan cowok berandalan seperti dia, cukup kamu hanya berkenal saat tadi pagi saja, mama tidak mau kamu lebih mengenalnya. Lihat saja penampilannya yang tidak karuan seperti itu, apalagi dia suka membawa benda seperti tadi.” Lana hanya menganggukkan kepalanya dan sekarang dia melihat ke arah luar jendela mobilnya.

“Lana, kamu kenapa?” tanya pria kecil di samping Lana. Iya, Lana sudah sampai di rumahnya dan dia duduk bersandar santai pada sofa panjang di ruang tamunya.

“Aku tidak apa-apa, Leon,” jawab Nala malas.

“Tidak apa-apa, jangan berbohong padaku. Mama dan papi kenapa tadi dipanggil ke ruang guru? Apa yang sudah kamu perbuat di sekolah? Aku benar-benar kaget saat tau akan hal itu. Si Lana yang lugu dan anak kesayangan mama dan papi di panggil ke ruang guru,” suara Leon seolah meledek kakaknya itu.

Lana melihat malas pada adiknya yang memang suka sekali usil itu. Lana membawa tasnya, dan berjalan malas naik ke lantai atas. “Nala, kamu makan siang dulu!” perintah mamanya.

“Nanti saja, Ma. Aku mau berbaring sebentar di kamarku,” jawab Lana tanpa menoleh ke arah mamanya, dia naik ke lantai atas kamarnya. “Huft!” Lana dengan enaknya membanting tubuhnya di atas kasur empuk miliknya. “Semua tidak boleh berteman. Lalu aku harus berteman dengan siapa? Dengan bintang di langit?” gerutu Lana sendirian di dalam kamarnya.

Tidak lama ponsel Lana berdering, dia merogoh tas miliknya dan mengambil ponselnya. Nala melihat ada nama sahabatnya itu. “Si rambut keriting, ada apa dia menghubungiku?”

“Lana!” serunya dengan cepat.

“Ada apa?” jawab Nala malas.

“Kamu baik-baik saja, Kan? Apa kamu dimarahi habis-habisan sama mama dan papi kamu? Mereka itu keterlaluan sekali, itukan hal kecil, kenapa mereka seperti itu?”

“Aku baik-baik saja, hanya saja mulai sekarang aku tidak boleh berteman sama kamu dan pria pemilik jaket itu.”

“Apa?! Pria pemilik jaket itu? Memangnya kamu bertemu sama dia?”

“Iya, tadi dia ada di depan sekolah dan aku sudah mengembalikan jaket miliknya beserta benda aneh miliknya.”

“Ya ...! Aku tadi kenapa tidak kamu beritahu?” ucapnya kesal.

“Untuk apa? Sudahlah! Ada apa, sih? Kenapa kamu menghubungiku?”

“Begini, Lana. Apa besok malam kamu bisa ikut denganku ke acara ulang tahun adik dari kekasihku? Aku yakin kamu pasti suka datang ke acara itu, acaranya menyenangkan.”

“Datang ke acara pesta? Kamu sudah gila mau menawariku datang ke acara pesta?”

“Kenapa? Takut tidak akan diizinkan sama orang tua kamu? Lana, kamu sudah dewasa, sebentar lagi kita juga akan lulus sekolah, mau sampai kapan kamu akan disimpan di dalam rumah seperti manekin hidup. Lagian ini hanya pesta ulang tahun, dan acaranya tidak akan sampai malam. Ayolah! Cobalah bersenang-senang sebentar.”

“Aku tidak bisa ikut, dan kamu pergi saja sendiri.”

“Kamu harus ikut, dan aku akan menyusul kamu ke rumah kamu bila perlu,” ancamnya.

“Kamu benar-benar gila! Apa mau kamu malah diusir oleh mamaku, dan akhirnya mamaku benar-benar tidak memperbolehkan aku berteman, bahkan dekat-dekat sama kamu meskipun itu jaraknya 1 meter?”

“Lana, aku itu kasihan sama kamu, sebagai sahabat yang baik, aku ingin kamu juga bahagia. Tidak terkekang terus seperti ini.”

“Aku tidak bisa ikut.” Lana lalu memutus panggilan teleponnya.

Lana menghela napasnya lega. Dia pergi ke pesta? Apalagi dengan si rambut keriting itu? Mimpi yang tidak akan menjadi kenyataan.

“Lana.” Tiba-tiba nongol dari balik pintu kepala adik laki-laki Lana. “Apa kamu tidak mau turun makan? Mama menyuruh aku memanggil kamu untuk makan.” Pria kecil itu masuk ke dalam kamar Lana.

“Aku nanti saja makannya. Aku sedang tidak lapar.”

“Kamu kenapa?”

“Aku lelah, dan bosan.”

“Aku juga bosan dengan kehidupan keluarga kita.”Leon berbaring di samping Lana.

“Tadi si kering menghubungiku, dia ingin mengajakku ke acara pesta ulang tahun adik kekasihnya.” Lana tertawa kecil. “Dia gila, Leon.”

“Kenapa kamu malah mengatakan dia gila? Dia kan memang sahabat baik kamu, wajar saja dia ingin mengajak kamu supaya bisa bersenang-senang.”

“Pesta. Kamu kira mama dan papi akan mengizinkannya? Mimpi,” Lana menekankan kata-katanya pada bagian itu.

Leon tampak berpikir sejenak. “Aku punya ide. Kamu tidak perlu meminta izin, kamu kan pasti tidak mau berbohong sama mama dan papi, biar aku yang mengurusnya.” Leon dengan cepat beranjak dari tempat tidurnya dan dia keluar dari dalam kamar Lana.

Lana tampak bingung dengan sikap adik laki-lakinya itu. Sebenarnya apa yang sedang dia rencanakan? Lana takut dia akan dapat masalah lagi karena ulah adiknya itu.

Lana segera menyusul ke lantai bawah, dia langsung menuju ke ruang makan. Lana melihat Leon sudah berdiri di depan meja makan. “Ma, apa aku boleh meminta sesuatu?” tanyanya cepat.

"Leon!" Lana menarik lengan tangan adiknya, Lana tidak mau Leon berbuat hal yang akan membawa mereka dalam masalah. Lana sangat mengetahui sifat mamanya itu.

"Ayolah, Lana! Kita berdua bosan terus-terusan seperti ini," rengek Leon. Wanita cantik yang duduk di meja makan itu melihat Lana dan Leon dengan tatapan bingung.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status