Steven baru saja keluar dari ruang kerja Aditya Saloka untuk mengambil kunci mobilnya, ternyata ia tidak sengaja berpapasan dengan Louis yang baru saja keluar dari kamarnya.
“Kebetulan, aku tidak perlu mencarimu ke apartemen.”
“Benar begitu Louis?” tanya Aditya Saloka dengan tatapan tajam seperti pisau. Laki-laki berusia separuh abad itu tidak pernah menaruh kepercayaan kepada putranya sendiri, ia justru lebih menyukai karakter Steven yang penurut dan pekerja keras seperti dirinya di masa muda, namun Louis justru oposisi dari mereka berdua, lebih menyukai dunia luar yang bebas. Louis hanya mengangguk lemah sambil merintih kesakitan. “Awas saja kalau kamu terbukti bersalah dan menyinggung seseorang, Papi tidak akan segan untuk menghukummu lagi,” tegas Aditya. “Pi, aku yakin Louis kali ini adalah korban, percayalah!” Aditya Saloka hanya mengangkat alisnya lalu keluar dari kamar Louis bersama aura dingin dan ketegasannya. Barulah Louis seakan bisa merasakan kembali udara bebas, terbukti ia langsung menghela nafas lega. Ia lalu mencari ponselnya dan menjawab pesan dari Renata. 'Aku tidak menemui Jeni, percayalah. Pergilah ke rumahku besok kalau kamu tida
Steven tiba lima menit kemudian, beruntung saat mobilnya hendak memasuki area kos, ia sempat menangkap mobil Renata dari kejauhan. Maka Steven langsung mengurungkan niatnya untuk masuk ke kos itu dan justru mengejar mobil yang ia curigai, Steven yakin semua ini pasti ada sangkut-pautnya dengan Renata, mengingat Renata pernah seperti seorang psikopat saat di London dulu.Dengan kakinya menginjak pedal gas, mobil itu pada dasarnya melayang, Steven tak peduli, yang terpenting baginya adalah keselamatan Jeni dan janinnya. Ia bahkan bersumpah tidak akan mengampuni Renata jika Jeni terluka sedikit saja.Merasa diikuti oleh seseorang, Renata menyuruh pengawalnya untuk mempercepat laju mobilnya, tapi mobil Steven semakin dekat, membuat Renata ketakutan dan menyuruh pengawal lainnya untuk mengeluarkan Jeni dari mobilnya begitu saja.“Apa Bos yakin? Itu sangat berbahaya, bagaimana kalau...”“Diam! Pelankan mobilnya dan buang dia ke jalan secepat m
Di Presidential Residence, Louis yang masih terbatas geraknya karena luka lebam yang masih menunjukkan efek sakit, hanya bisa meraung marah melihat video yang dikirim Renata padanya.“Jadi ini alasan dia memutus hubungan denganku?” ujar Louis dengan senyum dingin dan sorot mencibir di matanya.“Baiklah Jeni, aku turuti kemauanmu, tapi aku tidak akan sudi melihatmu hamil anak Steven. Janin itu tidak seharusnya hidup,” lanjutnya dipenuhi kebencian dan kebengisan.Ya, Louis bersumpah dalam hati akan membuat janin itu lenyap, entah bagaimanapun caranya. Hatinya sudah dirasuki oleh hawa amarah dan dendam, maka selepas ia sehat nanti apapun akan dilakukannya agar Jeni tidak lagi mengandung anak Steven.Memikirkan rencana jahatnya, Louis tersenyum sinis, ia lalu mematikan lampu meja di sampingnya dan menarik selimut untuk bergegas tidur.Di tempat yang berbeda, Grande Apartment, Jeni tidak bisa sedikitpun terlelap, meski ia sudah m
***Di ruang presiden Axel Corp, Steven sedang duduk dengan begitu serius bersama tumpukan dokumen yang harus ia periksa dan tanda tangani, ia selalu serius dalam bekerja, tak heran meski Axel Corp merupakan anak perusahaan Saloka Group, tapi belakangan ini sejak Steven yang memimpin semuanya, prestasi dan pencapaian Axel Corp bahkan melampaui ekspektasi Aditya Saloka, proyek-proyek besar dengan perusahaan dalam dan luar negeri selalu selesai dengan baik dan rapi di tangan Steven.Tepat pada saat Steven akan menandatangani surat kerja sama proyek perhotelan dengan Rena Group, Felix datang dan melaporkan bahwa ia sudah mengetahui latar belakang penculikan Jeni yang semuanya adalah murni rencana Renata dan pemilik kos terlibat membantu proses penculikan itu.Aura Steven berubah gelap saat mendengar semua itu, sudah ia duga bahwa sifat buruk Renata pada beberapa tahun lalu di London akan ia ulangi juga pada Jeni.“Tapi saya sudah memanggil polisi untuk
Lama tak membalas, membuat Steven langsung menelfon Jeni, entah kenapa Jeni jadi mendadak gugup, ia jadi menimbang-nimbang terlebih dulu sebelum menjawab.Pasalnya, semakin hari Steven semakin menunjukkan rasa peduli dan perasaannya padanya, Jeni jadi merasa tidak enak hati padanya, ia belum bisa membalas apapun itu terutama perasaannya.Ponselnya kemudian mati, namun detik berikutnya Steven kembali memanggilnya, Jeni meghela nafas lalu menerimanya.“Lama sekali Jeni, kamu sibuk?”“Emm, aku mengerjakan skripsiku,” kilah Jeni.“Aku hanya ingin tanya, kamu mau makan apa? Aku sedang istirahat makan siang sekarang.”“Tidak Stev, aku tidak ingin apapun, terimakasih, lagipula makanan yang kamu sediakan masih sangat banyak,” tolaknya lagi.“Jeni, aku memang belum lama mengenalmu, tapi aku bisa merasakan kalau kamu sedang mengidam sesuatu.”“Tidak Stev, lanjutkan saja pe
Felix mengangguk patuh, ia lalu membawa Renata keluar dari ruangan Steven, tapi Renata memberontak seraya berkata, “Lepaskan! Aku bisa keluar sendiri.”Felix menurut, Renata menghentakkan satu kakinya karena kesal dan ia pergi keluar dari ruangan Steven.Sekeluarnya ia dari kantor Axel Corp, Renata meminta sopirnya untuk menuju kediaman Louis, tentu ia akan mengadukan semua perlakukan Steven padanya, namun tidak tentang penculikan Jeni, ia tidak mungkin mengatakan itu juga pada Louis.Di dalam mobil yang full ac, wajah Renata masih terlihat merah padam, ia seakan baru saja kehilangan harga dirinya, maka ia tak berhenti mengumpat Steven tak terkecuali Jeni.“Steven, aku tidak akan pernah terima dengan perlakuanmu seperti itu tadi, aku tidak akan tinggal diam, dan kamu Jeni, akan kupastikan hidupmu akan selalu menderita setelah ini,” ucapnya dengan seringai jahat di wajah cantiknya.Setelah mengucap itu, Renata tiba-tiba terin
Ekpresi Jeni berubah takut, alih-alih membukakan pintu untuk Louis, ia justru menghubungi Steven.“Halo Stev, aku minta maaf telah mengganggumu.”“Ada apa Jeni? Kenapa kamu terdengar sangat panik?”“Louis berusaha menemuiku, dia ada di depan kamar sekarang, maafkan aku Stev tapi entah kenapa aku sangat takut.”“Kamu tidak usah panik atau apapun itu, aku akan meminta keamanan untuk menyuruh Louis keluar dari Grande.”“Baik, thank you Stev, i'm sory.”“It's okey.”Sambungan telepon berakhir, Jeni lalu menghela nafas lega sembari mengelus lembut perutnya yang sedikit sakit kalau ia panik sedikit saja, tak lama makhluk kecil di perutnya itu juga tenang.“Apa kamu tahu kalau yang datang itu papamu? Maafkan Mama ya nak, Mama hanya tidak mau dia menyakitimu. Dia tidak peduli dengan kita, untuk apa lagi kita menemuinya?” gumam Jeni begitu sedih.
“Lihat ini!” Renata menunjukkan foto Jeni yang ia curi dari ponsel Louis, kepada Selena.Selena mengernyitkan kening, ia tidak tahu maksud Renata.“Dia mantan kekasih Louis, dia menipu Louis dengan pura-pura hamil, tapi karena Louis tidak bodoh, perempuan itu menyerah akhirnya dia sekarang mencoba menggoda Steven.”Ekpresi Selena berubah, ia tampak tidak senang dengan cerita Renata.“Kamu tentu tidak mau kan kalau Steven jatuh cinta pada perempuan seperti dia?” lanjut Renata.Selena menggeleng, wajahnya merah padam karena menahan amarah.“Dimana dia sekarang? Aku ingin menemuinya,” ujar Selena bersungut-sungut.Renata diam-diam menarik sudut bibirnya membentuk senyum sarkastik.“Dia bahkan sekarang tinggal di apartemen Steven, dan apartemen itu dijaga ketat oleh seluruh anak buah Steven, tapi kamu tenang saja Selena, aku bisa mengatasi itu.”“Aku harus ber