Romeo Azka Syahputra putra kembar dari pasangan Arbima Putra Syahputra dengan Sovia Jelita, Azka sendiri mempunyai saudara kembar perempuan bernama Primadona Edelweiss Syahputra. Kedua orang tua Azka dan Dona berada di Singapore untuk mengurus perusahaan keluarga yang mengembangkan sayap ke pasar internasional, dari kecil mereka sudah tinggal di Singapore. Keluarga ayah Azka sudah tidak ada yang tertinggal hanya keluarga sang bunda yang mengunjungi apabila sedang liburan atau menghabiskan waktu di negara ini.
Azka dan keluarga juga beberapa kali pulang ke Indonesia untuk melepas kangen dengan keluarga yang lain serta berlibur, bunda Azka lebih suka berada di Bali untuk menenangkan diri dan Azka merasa bahwa Bali adalah tempat yang tepat untuk menenangkan diri. Biasanya Via menghabiskan waktu berbulan – bulan selama di Bali bersama Azka dan Dona tidak tertinggal Billy dan Endi yang merupakan anak dari Bima sang ayah meskipun bukan darah daging sendiri tapi tetap menjadi anak Bima dan Via. Azka dan Dona selalu mempunyai teman bermain ketika kecil karena mereka memiliki saudara yang masih satu usia dan setiap ke Indonesia akan menjadi kesenangan bagi Dona dan Azka.
Menjelang remaja Azka diminta oleh Bima sang ayah untuk mempelajari bisnis, sayangnya Azka tidak tertarik sama sekali dan Dona selaku kembarannya seakan tidak peduli dengan bisnis yang dimiliki keluarga ini. Bima tidak pernah memaksa sang anak terjun di bidang yang sama seperti dirinya, tapi tidak adanya orang yang menangani perusahaan sedikit membuat Bima terbebani. Azka tetap dengan tujuannya untuk menjadi produser musik, kecintaan Azka pada musik sudah terlihat dari awal dan sebenarnya Wijaya sang kakek sangat mendukung apa yang Azka lakukan. Keinginan Azka tidak dapat dicegah berkali – kali Via merayu Azka tetap tidak meruntuhkan keinginan Azka.
“Apa tidak ada perubahan?” tanya Via menatap Azka dengan memohon.
Azka menggeleng lemah “bunda tahu bagaimana aku cinta dengan musik jadi jangan paksa.”
Via menghembuskan nafas panjang “ayah kamu sebenarnya tidak masalah hanya saja bunda tidak tega melihat ayah kamu kelelahan.”
“Dona apa tidak bisa, bun?” Azka menatap Via lembut yang hanya dijawab dengan gelengan kepala “Endi atau Billy?”
“Bunda belum bicara sama mereka tapi jika Billy kita masih belum berani memberikan kamu tahu latar belakangnya,” jawab Via yang hanya mendapatkan anggukan dari Azka “nanti bunda bicara dengan ayah siapa tahu bisa Endi.”
Azka menghembuskan nafas panjang terhadap apa yang dibicarakan Via baru saja, impian Azka hanya menjadi seorang produser untuk musisi dan sebenarnya Azka sudah mendapatkan tawaran dari salah satu agensi untuk terlibat dalam musik dari penyanyi mereka. Kegemaran Azka pada musik sudah terlihat ketika kecil tapi saat itu hanya menganggap sebagai hobi saja dan semenjak sudah beranjak dewasa barulah Azka ingin mendalaminya. Azka sepertinya sudah menganggap musik adalah bagian dari hidupnya, bahkan lingkungan pergaulan Azka adalah orang – orang yang terlibat dalam musik. Azka berencana untuk membicarakan ini pada Bima sang ayah yang biasanya bisa berpikir bijaksana sama seperti sang kakek, bagi Azka daripada tidak sama sekali berusaha untuk mendapatkan ijin dari sang ayah.
“Kamu akan tetap dengan keputusan di dunia musik?” tanya Bima ketika akan sarapan bersama “ayah gak pernah larang sama sekali hanya satu pinta ayah fokuslah pada apa yang sudah kamu pilih.”
“Kemungkinan yang lain adalah Azka akan keluar dari rumah,” jawab Azka yang membuat Via menghentikan kegiatan dan menatap Azka tajam “aku hanya ingin mandiri tanpa bantuan dari bunda dan ayah serta keluarga lain, kapan itu aku mendapatkan tempat tinggal yang sangat nyaman ya meski tidak sebesar sini.”
“Keputusan kamu sangat berani dan sepertinya kami harus berdiskusi terlebih dahulu,” ucap Bima membuat Azka menatap kedua orang tuanya lalu mengangguk paham.
Keputusan Azka untuk mandiri membuat suasana rumah berbeda karena Via tampak sedih, berkali – kali Azka merayu sang bunda agar membiarkannya tinggal seorang diri dan itu semua karena Azka memang ingin mandiri juga letak apartemen yang berdekatan dengan tempat kerjanya menjadi pertimbangan utama.
“Bunda hanya takut terjadi sesuatu denganmu,” ucap Via sambil membelai pipi Azka “tapi bunda sadar kalau kamu sudah besar.”
“Kita harus percaya kalau Azka bisa jaga diri,” ucap Bima menatap Via “kalau Azka berjalan di luar konteks mungkin kita bisa melakukan sesuatu pada dirinya.”
“Aku yakin kalau ayah gak akan tega apa lagi ada kakek yang akan membela aku,” ucap Azka bangga membuat Bima memutar bola matanya malas “aku janji akan makan teratur, hidup bersih dan ingat kesehatan,” lanjut Azka memegang tangan Via erat.
Azka dapat mendengar helaan nafas panjang yang keluar dari hidung sang bunda yang tampak memikirkan semuanya, bagaimanapun Azka ingin hidup mandiri tanpa ada gangguan dari kedua orang tuanya. Azka bukan tidak bebas berada di rumah hanya saja di usia yang sudah dewasa ini setidaknya Azka bisa melatih diri untuk bisa lepas dari bayangan kedua orang tua dan keluarga besar dari sang bunda.
“Bunda bisa apa selain menyetujui permintaan kamu,” ucap Azka menatap tidak percaya dengan seketika memeluk Via erat “janji sama bunda untuk baik – baik di sana dan membiarkan bunda datang kapan pun.”
Azka mengangguk “asal tidak setiap hari karena anak bunda bukan hanya aku masih ada Dona yang perlu perhatian ekstra.”
Keputusan untuk tinggal mandiri sudah di dapatkan dan saat ini Azka akan membuktikan bahwa keputusannya ini tidak pernah salah, keputusan lain yang Azka ambil adalah meminta kedua orang tuanya menghentikan aliran dana masuk ke rekening miliknya. Keputusan ini membuat Bima terkejut namun akhirnya tetap menyetujui permintaan Azka yang sedikit membuatnya berpikir keras.
“Jangan khawatir bagaimana Azka di luar sana karena Azka tahu jika Tuhan akan selalu membimbing umatnya agar tetap berada di jalan yang mereka ambil dan bukankah Tuhan memberikan cobaan pada kita sesuai dengan kemampuan kita,” ucap Azka yang membuat Bima akhirnya mengangguk lemah “Bun, tolong aku ingin mandiri lagian aku masih bisa menggunakan tabungan yang ada.”
“Kami tidak bisa berkata banyak dan semuanya kembali pada dirimu karena sepertinya sudah kamu rencanakan dengan matang,” ucap Bima lelah.
“Buah tidak jauh dari pohonnya,” sindir Via membuat Bima cemberut.
Momen kebersamaan ini nantinya akan membuat Azka kangen karena bagaimanapun di keluarga ini adalah dukungan satu sama lain, bahkan ketika terpuruk sekalipun mereka akan tetap hadir memberikan semangat. Keluarga ini tidak pernah menilai negatif atas apa yang dilakukan bahkan jika pilihannya tidak sesuai dengan latar belakang keluarga selama ini, sejauh ini bidang yang keluarga ini pilih bisa dipertanggung jawab kan dan itu membuat Azka harus tanggung jawab dengan kebebasan yang diberikan kedua orang tuanya juga keluarga ini.
Azka benar-benar tidak membayangkan kehidupannya sekarang menjadi seperti sekarang, hidup bersama dengan kedua wanita dan juga anak-anak yang lucu. Rena mengikuti semua perkataan Azka, tidak bisa membohonginya dengan bertemu diam-diam. Azka bahkan sudah memberikan ancaman juga pada orang tua Rena agar tidak memudahkan pria itu dekat dengan putrinya.Azka tahu secara nasab putrinya ini tidak pada dirinya, dimana hanya pada Rena nasabnya jatuh. Awalnya terjadi perdebatan dan akhirnya dengan terpaksa menggunakan namamya untuk akta, bagaimanapun ini semua demi ke depan sang anak.“Kamu nggak ke Wulan?” tanya Rena sambil menggendong putrinya.“Nanti.” Azka menjawab singkat.“Wulan pasti butuh bantuan apalagi anak kalian baru beberapa bulan.” Rena mengingatkan Azka.“Kamu tenang saja Wulan bisa mengatasinya.” Azka menjawab singkat.Tidak ada suara diantara mereka kembali, Azka sendiri tidak ped
Azka tahu dan sadar jika anak yang dilahirkan Rena bukan darah dagingnya, tapi tidak membuat perasaan cemas dan takutnya hilang. Azka takut terjadi sesuatu pada Rena saat melahirkan, ketakutan yang sama saat Wulan berada didalam walaupun pastinya berbeda.“Rena kuat, jadi tenang saja.” Bima menepuk bahu Azka pelan agar tidak terlalu cemas.“Kamu doakan saja, kalau Rena tahu kamu begini pasti kepikiran,” tambah Via membuat Azka akhirnya duduk disamping Via.Tidak ada yang tahu masalah rumah tangganya, kecuali Rifat dan orang tua bundanya. Azka meminta mereka untuk merahasiakan semuanya, tidak mau kedua orang tuanya tahu dan biarkan tetap menganggap anak Rena adalah cucunya. Orang tua Rena sendiri tidak banyak berubah dalam bersikap, tidak mau ambil pusing dengan apa yang dilakukan mereka karena bagi Azka adalah rumah tangganya. Tidak lama pintu terbuka membuat semua berdiri termasuk Azka, mendatangi dokter yang menatap mereka dengan senyum lebarnya.
Proses Josh keluar tidak membutuhkan waktu lama, Azka tidak mau membuang waktu menjemput pria itu, cukup sudah dirinya memberikan kebaikan dengan menarik laporan bersama dengan Wulan. Rena terkejut dengan keputusan yang Azka buat dengan Wulan, tapi sekali lagi tidak bisa berbuat banyak. Kehamilan Wulan sudah diketahui banyak orang, tidak kecuali orang tua Rena. Sikap mereka pada Wulan tidak banyak berubah, tapi Azka tidak peduli dan setiap keluarga Rena datang ke rumah itu artinya pintu penghubung akan dikunci dan kunci ada di Azka. Orang tua Rena sendiri tidak meminta maaf atas apa yang telah mereka lakukan pada anaknya, sedangkan Azka berusaha untuk membuat Rena nyaman bersamanya dan juga perasaan Azka tidak bisa lepas dari Rena, meskipun wanita itu telah menyakitinya. Rena sendiri juga tidak merubah sikapnya, masih perhatian dengan Azka dalam hal apapun seperti biasa.“Wulan kerja?” tanya Rena yang hanya diangguki Azka. “Minta dia temani aku, takut tiba-tib
“Aku menarik gugatan pada Josh.” Azka mengatakan dengan nada datar dan sikap dinginnya.Rifat mengangkat alisnya mendengar perkataan Azka, “sudah kamu pikirkan dengan benar dan dalam?”Azka mengangguk “Menarik gugatan bukan karena aku masih memiliki perasaan sama dia, tapi aku merasa salah memasukkan orang yang tidak bersalah.”Rifat menganggukkan kepalanya mendengar penjelasan Azka, “alasan masuk akal, lalu bagaimana dengan rumah tanggamu? Orang tua kalian sudah tahu?”“Oma opa sudah tahu?” tanya Azka tanpa menjawab pertanyaan Rifat.Memutar bola matanya malas mendengar pertanyaan Azka, tanpa ada niat pria itu menjawab pertanyaannya. “Menurut kamu mereka sudah tahu? Nggak mungkin aku nggak melaporkan semua perkembangan kasusmu sama mereka.” Rifat menjawabnya malas. “Kamu nggak ada niatan berbicara sama kedua orang tuamu itu?”“Nanti kalau semua selesai.” Rifat memutar bola matanya malas “Lagian Endi pasti
“Itu kata-kata Rena?” tanya Rifat yang diangguki Azka.Pagi-pagi setelah sarapan, langsung menuju rumah Rifat menceritakan semuanya. Kedatangannya membuat Rifat mengerutkan keningnya, tidak menunggu waktu lama langsung menceritakan semua yang Rena katakan.“Lantas bagaimana? Semua terserah sama kamu.” Rifat melanjutkan kata-katanya.“Pantas saja Brian diminta menjadi saksi kunci, pada saat itu memang berbicara dengan Josh.” Azka berkata sambil memikirkan semuanya.“Itu tidak penting, sekarang apa yang akan kamu lakukan? Josh nggak mungkin didalam sana dengan tuduhan yang tidak dilakukannya, tapi kalau Josh bebas kamu bisa kembali menjadi yang dulu.” Rifat memandang penuh selidik pada Azka yang hanya diam.“Aku nggak akan tergoda sama dia.” Azka mengatakan dengan penuh keyakinan.“Lalu kemarin?” Rifat memberikan tatapan penuh selidik membuat Azka terdiam “Terpaksa demi sebuah rahasia.”“Memang itu.” Azka men
“Bukannya sekarang kamu seharusnya ada di Rena?” Wulan menatap Azka bingung.Azka menarik Wulan kedalam pelukannya, membuat dirinya terkejut atas apa yang Azka lakukan tiba-tiba. Membelai punggungnya perlahan membuat pelukannya semakin erat, perasaannya saat ini tidak bisa dinilai oleh apapun, lebih pada perasaan bersalah saat memeluk Wulan. Azka juga sebenarnya tahu kalau Wulan terlibat didalamnya hanya saja anaknya yang tidak berdosa harus hilang tiba-tiba karena apa yang mereka lakukan, terutama dirinya dan itu semakin membuat hatinya sesak..“Lebih baik selesaikan dengan Rena, tidak baik sebelum tidur masalah belum selesai.” Wulan berkata lembut membuat Azka terdiam “Kesanalah pasti Rena membutuhkanmu.”Wulan melepaskan pelukan Azka darinya, memegang kedua pipi Azka membuat mereka saling menatap satu sama lain. Membelai kedua pipi Azka tanpa melepaskan tatapan mereka, membuat Azka menyadari satu hal Wulan mencintai dirinya dengan tulus. Perasaan
Memasuki rumah langsung disambut Rena yang mendatanginya dan mencium punggung tangannya, melihat ini semua membuat Azka tidak percaya pada apa yang dikatakan Rifat dan juga Josh. Sudah membuat keputusan untuk menerima Rena apapun kondisinya, kecuali ayah sebenarnya dari bayi ini meminta hal yang tidak bisa Azka hentikan.“Aku mau mandi dan langsung tidur,” ucap Azka saat memasuki kamar.“Aku akan siapkan bajumu.” Rena mengatakan dengan lembut yang hanya diangguki Azka.Memikirkan banyak hal dalam kamar mandi, membuat Azka tidak tahu harus bersikap seperti apa dihadapan Rena. Azka sangat tahu jika Rena cukup cerdas dalam menilai sesuatu, setidaknya berbicara dengan Rena adalah hal utama. Memilih untuk mempercepat mandinya agar bisa berbicara langsung dengan Rena, keluar dari kamar mandi hanya menggunakan handuk untuk menutupi bagian bawahnya.“Kamu lagi banyak beban pikiran.” Rena membuka suara pertama kali membuat Azka menatap sekilas kear
Wanita yang dicintainya bisa melakukan hal gila, tidak bisa menyalahkan karena posisinya jauh lebih salah. Membuat Rena menjadi kedua meskipun menikahinya secara sah di agama dan negara, hanya saja sebagai wanita Rena tidak terima dengan apa yang Azka lakukan.Semua kata-kata yang Rifat katakan membuatnya terkejut, selama ini Josh membantunya dalam menemukan cinta sebenarnya. Wulan yang dianggap hanya sebagai pelarian dirinya dan pemuas ranjang, tidak lebih dari wanita yang sebenarnya memiliki peran penting dalam kehidupan Azka. Perasaan bersalah kembali hadir ketika mengingat anaknya tidak bisa diselamatkan, tapi tetap tidak bisa menyalahkan siapapun.“Kamu sudah tahu semuanya, sekarang keputusan ada di tanganmu.” Rifat membuyarkan lamunan Azka.Menghembuskan nafas kasar dengan memejamkan matanya, Rifat hanya diam memandang apa yang Azka lakukan. Suasana diantara mereka menjadi sunyi, tidak ada yang membuka suara sama sekali setelah Rifat mengataka
“Apa yang dikatakan dia tidak benar.” Rifat berkata singkat.“Opa aja tahu kalau apa yang dia katakan nggak benar, kamu masih aja bisa masuk dalam jebakannya.” Wjjaya memutar bola matanya malas pada Azka.“Kamu akan mempertahankan mereka berdua?” Azka mengalihkan pandangan pada Tania yang menatapnya lembut.“Nggak mungkin aku melepaskan salah satu diantara mereka berdua.” Azka mengatakan dengan tegas.“Segala resiko harus kamu hadapi dan kami tidak akan ikut lagi.” Tania mengatakan dengan suara tegasnya.Diam, mencerna kata-kata Tania. Perkataan yang memang benar adanya, tapi dirinya masih terbayangkan kata-kata yang keluar dari bibir Josh. Tidak tahu dan seharusnya tidak terjadi sama sekali Azka mencurigai Rena, wanita yang membuatnya jatuh cinta pada pandangan pertama.“Apa nggak bisa kamu memilih salah satu diantara mereka berdua?” pertanyaan Wijaya membuat Azka mengerutkan keningnya “keluarga kita hanya setia pada