Farhan menghela napasnya kasar. Kepalanya menunduk dan aku tak mampu menangkap bagaimana ekspresinya saat ini. Sikapnya masih tenang, meski sebelah tangan kini memijit tengkuknya.
“Maafkan aku,” ujar pria itu sesaat kemudian. “Seharusnya aku lebih gigih menolak permintaan Nayla untuk menikahimu. Seharusnya kamu bisa menikah dengan pria yang lebih baik dan menjadi satu-satunya. Maafkan aku.”
Aku turut menghela napas panjang. Tak ada yang perlu disesali, jadikan masa lalu sebagai pelajaran agar hidup bisa lebih baik di kemudian hari. Itulah prinsipku dan sampai kapan pun tak akan berubah. Menyesal tak akan memperbaiki keadaan bukan?
“Setidaknya aku tak akan dicap sebagai gadis rasa janda setelah berpisah darimu nanti,” balasku ringan.
Statusku akan menjadi janda, jadi pria yang akan menjadi suamiku nanti tak akan merasa tertipu saat mendapati diri ini sudah tak lagi suci. Berbeda jika statusku masih gadis, tapi ternyata s
Setelah menyesuaikan semua jadwal, hari yang kutunggu-tunggu pun tiba. Sekitar pukul sepuluh pagi, kami bertiga telah sampai di sebuah rumah sakit ibu dan anak swasta bertaraf internasional.Melihat dari kelasnya, aku bisa memastikan jika tempat ini akan mengeruk kantong cukup dalam. Bahkan di tempat yang biasa-biasa saja, proses bayi tabung bisa memakan biaya dari delapan hingga sembilan digit angka dalam rupiah.Kukedikkan bahu tak acuh. Biaya bukanlah sebuah masalah, karena aku tak ikut membayar. Semua ditanggung oleh Farhan dan Nayla sebagai pemilik embrio, aku hanya penyedia tempat tumbuh kembang. Bahkan harusnya akulah yang dibayar. Setidaknya itulah yang kuketahui tentang skema ibu pengganti di luar negeri sana."Apakah Anda memiliki penyakit bawaan?" tanya dokter yang bertugas padaku setelah melalui serangkaian pemeriksaan dasar."Apa jantung lemah bisa menurun? Ayah saya menderita penyakit itu, tapi selama ini saya tidak pernah mengal
Sejak pemeriksaan pertama di obgyn waktu itu, aku sudah mengonsumsi vitamin yang katanya bisa menguatkan rahim. Ada juga suntikan khusus yang diinjeksikan beberapa kali pada bagian perutku. Istimewa sekali rasa nyerinya, apalagi aku sendiri yang menyuntikkan ke perutku.Awalnya dokter hendak mengajari Farhan sebagai suamiku, supaya dia yang melakukan injeksi. Namun, sudah pasti Nayla mencegah. Ia tak ingin melihat suaminya menyentuhku, meski itu untuk kepentingan mereka.Wanita itu pun menawarkan diri untuk menyuntikku. Kali ini akulah yang menolak. Bukan apa-apa, aku hanya takut dia sedang emosi, lalu sengaja menyuntik bagian yang salah. Jantung misalnya. Bisa-bisa sebelum menjadi janda, aku sudah lebih dulu jadi almarhum.“Sakit?” tanya Farhan sambil meringis, seolah ikut merasakan nyeri saat proses injeksi sedang kulakukan di kamar.Pria itu serta maduku datang. Katanya menemani dan memberikan dukungan, tapi mungkin juga hanya s
“Sudah lama Dokter menjalani pekerjaan ini?”“Tidak akan tertukar dengan ovum Saya ‘kan, Dok, yang dibuahi?”“Dokter Dion kenapa memilih spesialis obgyn dan secara spesifik mendalami ilmu kesuburan?”“Apa yang Dokter rasakan saat harus melihat organ pribadi pasien-pasien Dokter?”“Suami pasien ada yang pernah protes gak, Dok?”“Kalau pacar atau istri Dokter keberatan, gak, Dokter kerja begini?”Rentetan pertanyaan itu kulontarkan saat tubuh ini sudah berbaring di atas brankar. Obat bius diinjeksikan dalam dosis kecil, supaya aku tidak mengalami kesakitan, meski setiap sentuhan masih bisa kurasakan.Di bawah sana lututku ditekuk dengan posisi lebar, sehingga organ pribadiku terekspos sempurna untuk proses transfer embrio. Sebenarnya malu, tapi begitulah prosedurnya.Dokter Dion sibuk memindahkan embrio tersebut menggunakan kateter, sementara asistennya
Sepulang dari rumah sakit, pola hidupku benar-benar harus dijaga. Kuakui pasangan itu menunjukkan dedikasinya untuk merawatku, meski jelas terlihat Nayla melakukannya sembari menekuk wajah dan cemberut. Semua karena maduku itu tidak bisa melarang Farhan untuk ikut memperhatikan kondisiku. Apalagi selama dua minggu krusial ini Farhan menegaskan bahwa ia akan lebih banyak memberikan waktunya untuk menjagaku. “Kita ingin semua ini segera selesai ‘kan, Dek? Biarkan aku menjaga Ira,” ujar Farhan kala itu yang tak sengaja kudengar, karena ia mengucapkannya saat kami tengah makan malam bersama, sepulang dari rumah sakit kala itu. “Aku saja, Mas, aku juga bisa kalau sekedar menjaga Mbak Zahira,” sahut Nayla yang membuat senyum tipis di bibir ini terbit. “Yakin tidak akan saling sindir dan adu mulut?” tanya Farhan sangsi. “Sudahlah, Dek, hanya dua minggu, kok! Demi anak kita juga.” Tumben sekali Farhan mau membujuk istri kesayangannya itu. Bukann
Dua minggu ini mungkin adalah dua minggu terberat dalam hidupku. Bukannya aku yang manja, tapi perempuan yang menjalani kehamilan normal saja bisa merasakan kepayahan, apalagi aku?Meskipun belum benar-benar dinyatakan hamil, karena harus menunggu embrio menempel terlebih dahulu. Syukurlah kesulitan itu tidak berlaku setiap saat, sehingga aku masih bisa melakukan kegiatan lain.Pekerjaan yang kubawa ke rumah tak bisa diabaikan. Setiap kali ada kesempatan, selalu kugunakan untuk mencicilnya. Menjalani pekerjaan yang serupa, terkadang Farhan juga ikut membantu jika nyeri ini tiba-tiba datang dan menyita konsentrasi. Aku cukup berterima kasih pada hal itu.Karena itulah Farhan dan Nayla begitu mengawasi setiap hal yang kukerjakan. Mereka khawatir aku terlalu larut hingga lupa dan membahayakan embrio dalam rahimku. Siang hari saat keduanya harus bekerja, ibu datang atas permintaan mereka untuk menjagaku.Tak ada asisten rumah tangga yang bisa dipasrahi, karen
Hari terus berganti, tak terasa dua minggu telah berlalu. Kini saatnya kami kembali ke rumah sakit untuk memastikan keberhasilan program bayi tabung ini.Besar harapan kami supaya embrio ini berhasil menempel pada rahimku. Selain telah mengeluarkan biaya yang sangat besar, butuh waktu berbulan-bulan supaya bisa melakukan promil serupa seandainya yang pertama ini gagal. Semoga saja tidak.Kali ini kami bertiga masuk ke ruang periksa bersamaan. Asisten dokter Dion telah melakukan pemeriksaan dasar yang hasilnya cukup membuat kami lega.“Semuanya tanda vital tercatat normal,” lapor asisten itu. “Nyonya silakan berbaring untuk pemeriksaan selanjutnya!”Aku pun segera naik ke atas brankar. Pakaianku dibuka sebagian, sehingga bagian perut terekspos. Gel telah dioleskan dan tranduser mulai bergerak. Jemari dokter Dion bergerak aktif, mencari keberadaan embrio yang pernah ditanamnya.Keheningan ini menghadirkan keteganga
Kandunganku memang masih muda, sangat muda malah, harus dijaga dengan baik. Namun, bukan berarti aku harus selalu berdiam diri jika fisikku masih merasa kuat. Lagipula, masih ada tanggung jawab yang perlu kuselesaikan.Berbekal peringatan dokter yang berakhir pada bermacam resep vitamin, aku tetap berangkat ke Lombok bersama Farhan dan juga tim kami.Nayla jangankan ikut ke lokasi, mengantar masuk ke bandara yang berpotensi mempertemukan dirinya dengan kolega Farhan pun enggan. Ia hanya berhenti di tempatdropoff penumpang, menunggu kami menurunkan bagasi, lalu berpamitan.“Jangan macam-macam di sana, telepon aku tiap satu jam, gak peduli lagi sibuk atau enggak, dan mintatwin roomkalau terpaksa harus sekamar! Cukup dua minggu aku izinin kalian seranjang,” peringat wanita yang rambutnya dicatash brownitu.Mana mungkin kami macam-macam kalau kandunganku saja masih belum benar-benar st
“Kamu bahkan belum lihat bener-bener, sudah harus dibersihkan?” protes Farhan.Kakiku berhenti di depan pintu kamar mandi lalu berbalik dan menatap ke arah ranjang selama beberapa detik. Setelah itu kembali kuarahkan pandangan pada Farhan yang tampak mengernyit.“Aku sudah lihat, jadi sudah bisa dibersihkan ‘kan?” tanyaku.“Gitu doang?”“Terus?”Pria itu berdecak seraya berjalan ke arah ranjang dan duduk di pinggirnya tanpa menyentuh dekorasi yang pihakresortbuat.“Dasar gak romantis,” keluh Farhan terdengar kesal.“Kamu kira ini beneran bulan madu?” tanyaku tak percaya.“Iyalah, dari awal sudah aku kasih tahu ‘kan?” Farhan balik bertanya dan kini giliranku yang berdecak.“Nikah ada batas waktunya aja sok-sokan pakai bulan madu segala,” gerutuku tanpa menimpali seraya bergegas masuk ke