Share

EPS 2

Angkot bercat kuning segera berhenti di halte tempat Gadis berdiri, ughhh... sesakkkkk memang ya karena sekarang hari efektif jadi tak heran banyak penumpang yang berada di sini.

Beruntung Gadis mendapat tempat, ia termenung menghadap ke jendela, menarik nafas dan menghapuskannya kembali.  Langit sore memang indah. Perkataan pak Broto terus berputar di pikirannya,  orang tuanya sudah jelas menginginkan Gadis untuk melanjutkan pendidikan bahkan mereka mendukungnya tapi gadis tak sampai hati membebankan biaya kuliah pada mereka.

“2.000  ya neng,” ucap mang angkot.

Gadis menyodorkan selembar uang lima ribu.

“nih neng kemba-“ ucap mang angkot terputus

“kenapa mang? Ada yang salah” tanya Gadis .

“Enggak kenapa-napa sih neng cuman kaget aja langit sorenya kalah cantik sama wajah eneng.” Gombal mang angkot.

“yaa... bisa aja” 

“heheheh... ini neng kembaliannya, tapi-“ 

“tapi apa lagi nih? Mau Ngombal lagi??” sela Gadis.

“Bukan atuh cuman kok lesu sih kenapa?” tanya mang angkot.

“Apa wajahnya terlihat setertekan itu? Tadi Febi sekarang mang angkot astaga.” batin Gadis.

“yee kepo banget ya uda dulan ya mang” ucap Gadis kemudian mengambil uang kembalian dan berjalan pulang menuju rumah.

“Asssalamualaikum,” ucap Gadis sopan.

 

“Waalaikumsalam,” ucap ibu begitu melihat putrinya pulang.

“Ibu aku mau ngomong sesuatu, aku-“ ucap Gadis terputus.

Ibu menatap gadis dengan penuh

Pertanyaan.

“Aku udah mutusin buat ngelanjutin kuliah di-“ belum selesai Gadis berbicara, ibu langsung memeluknya karena senangnya.

“Ya Allah, Nak Alhamdulillah ya ibu seneng banget akhirnya kamu mau kuliah.”

Bertepatan dengan itu, bapak baru saja pulang dari ladang, benar ayah gadis adalah seorang petani kecil.

“Assalamualaikum”

“Pak lihatlah Pak, akhirnya gadis mau kuliah,” ucap ibu dengan wajah sumringah.

“Akhirnya... bapak turut senang mendengarnya,” Ucap bapak sambil tersenyum.

Perasaan Gadis makin tak karuan melihat senyum sumringah yang terpancar di kedua wajah mereka sudah menjadi kebahagiaan tersendiri bagi Gadis tapi..., bagaimana kalau ia melanjutkan kuliah dan senyum orang tuanya lenyap karena pusing memikirkan biayanya. Perasaan gundah itu kembali melanda hati Gadis.

“Sudah bagus itu pilihan mu itu Nak, memang sudah seharusnya kamu melanjutkan pendidikan bukannya bekerja,” Ucap bapak.

Melihat raut wajah Gadis yang  kacau dan bimbang bapak jadi mengerti apa yang sedang putrinya khawatirkan, putrinya yang satu ini memang tak pandai menyembunyikan sesuatu.

“Sudahlah gadis tak perlu dipikirkan soal biaya itu, kamu bersekolah dengan rajin saja sudah cukup membantu kami,” ucap bapak sembari menepuk pelan puncak kepala Gadis.

“Bukannya begitu, seandainya saja aku lulus tes beasiswa pasti-“

“pasti apa Nak? Sudahlah Bapak sudah lihat kamu berusaha kalau itu memang bukan rezeki kamu ya sudah. Sudah ya jangan dipikirkan ini kewajiban kami bukan kamu,” ucap bapak.

Gadis menatap penuh haru ke arah kedua orang tuanya, mereka begitu menyayangi Gadis bahkan rela menderita untuknya, rasa terimakasih pun tak mungkin cukup untuk membalas semuanya.

“Dengar ya Nak jangan lagi kamu pusing soal biayaya, kamu tuh harapan kami yang paling besar, anak pertama kami, putri kami,”ucap ibu.

Di saat itu rasa sedih dan senang bercampur aduk di hati Gadis membuat hatinya yang penuh rasa gundah tersingkirkan dengan sedikit kelegaan dan rasa haru yang memuncak menghasilkan setetes air mata yang turun dari rasa bahagia

Gadis tak lagi mampu membendung air matanya dan segera berlari ke pelukan orang tuanya sembari mengucapkan syukur.

“Terimakasih Tuhan meski dalam kesederhanaan kau memberiku orang tua yang baik sebagai hadiah” ucap Gadis dalam hati.

Pukul sembilan malam semua anggota keluarga dirumahnya sudah pasti terlelap hal ini sudah jadi tradisi turun-menurun di keluarganya untuk tidak tidur terlalu malam, rasanya cukup letih juga menangis sepanjang sore gadis, yakin esok pagi matanya akan bengkak dan yang menyebalkan Febi pasti akan menodongnya dengan berbagai pertanyaan.

Gadis mengambil sebuah notes dengan ukuran sedang dengan sambul hard cover hitam lalu menggambil sebuah bolpain dan mulai mengerakan jemarinya di atas kertas.

Harapan

Sesuatu yang pasti kita miliki,

Menjadi harpan memang terlihat sangat menyenangkan

Namun akan memberatkan dan menjadi Boomerang saat harapan itu tak tergapai

Nasib, mungkin terkadang tak adil

Kita tak bisa memilih untuk lahir, dan menjadi siapa dimana

 

Hanya mampu menjalankan dan mengatasi semuanya

Nasib bisa di ubah? Iya tentunya

Tapi tidak semuanya

Jati yang terus gugur di musim kemarau

atau salju yang mencair ketika terik matahari bersinar

Apapun di manapun 

Siapa aku

Aku hanya ingin berteriak dan mengatakan

Menjadi harapan tanpa kebanggaan

 itu sangat menyakitkan

Gadis, 10/10/2021

Sebuah sajak telah selesai ia tulis, notes ini penuh dengan banyak rangkaian tulisan indahnya 'si punjangga ulung' Febi biasa melebeli Gadis dengan sebutan itu.

Semua sajak yang Gadis tulis di notes ini merupakam bentuk curhatannya. Semacam, ya Diary.

Saat ibu mengatakan bahwa gadis adalah harapan paling besar di keluarga ini hal itu membuat Gadis merasa malu, apa lagi kalau bukan karena Gadis belum memiliki sesuatu yang bisa di banggakan. Itu sebabnya Gadis akan bertekad dalam hati suatu saat nanti gadis akan mampu membuat sebuah sajak yang ia tulis dengan judul sebuah harapan dengan penuh kebanggaan.

Ya semoga dalam waktu dekat.

Gadis menutup notes nya, mematikan lampu kamar, kemudian mulai terlelap dalam hangatnya alam mimpi.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status