Share

Bab 4 

Author: Jasmine
Pada hari syuting acara.

Keduanya duduk mengenakan setelan yang serasi. Ardian menggenggam tangan Alena sepanjang waktu. Ketika pembawa acara bertanya tentang detail hubungan mereka, dia menjawab dengan sempurna. Dia bahkan tidak lupa membetulkan bantal Alena dari waktu ke waktu.

"Dari teman masa kecil hingga pernikahan, hubungan kalian selalu manis seperti ini. Cinta yang kalian miliki benar-benar bisa dijadikan teladan. Ke depannya, kalian pasti akan lebih bahagia lagi ...."

"Brak!"

Sebuah suara keras menginterupsi ucapan pembawa acara. Semua orang segera menoleh.

Larissa berdiri canggung di samping stan bunga yang runtuh. Sang manajer menunjuknya dan menegurnya dengan suara pelan. Hampir dalam seketika, Ardian melepaskan tangan Alena dan melangkah menghampiri mereka.

"Kamu dipecat." Tatapan Ardian tertuju pada lengan Larissa yang bengkak, tetapi kata-katanya ditujukan kepada sang manajer.

"Kelalaian bawahan juga merupakan tanggung jawab atasan." Ardian tidak memberi manajer itu kesempatan untuk membantah. Dia melanjutkan, "Apalagi, kamu yang perlakukan karyawan seperti ini di depan umum sudah merusak citra perusahaan."

Alena tetap duduk di tempat. Dia bisa merasakan tatapan semua orang yang tidak berhenti melirik dirinya dan Larissa. Dia mempertahankan senyum sopan sepanjang wawancara.

Saat wawancara dilanjutkan, Ardian jelas tidak fokus.

Pembawa acara tertegun sejenak dan berkata, "Pak Ardian salah jawab hari peringatan pernikahan, lho."

Genggaman tangan mereka tiba-tiba mengerat. Ardian secara refleks menatap Alena, lalu menjelaskan, "Karena Lena pernah bilang hidup kami sangat bahagia, makanya setiap hari terasa seperti baru nikah."

Penonton di bawah panggung langsung bersorak dengan iri.

Namun, Alena tahu jawaban Ardian tidak salah. Yang Ardian jawab secara tidak sadar adalah hari peringatan pernikahannya dengan Larissa. Dalam cinta yang penuh pilihan ini, Alena hanyalah pilihan yang sudah tidak dipertimbangkan lagi.

Alena tersenyum, lalu menggunakan kesempatan saat mengambil air minum untuk menarik tangannya dari genggaman Ardian. Setelahnya, dia tidak menggenggam tangan Ardian lagi.

Pada kegiatan terakhir, Ardian harus menggendong Alena melewati dinding bunga. Namun, tepat saat dia melingkarkan lengannya di leher Ardian, Larissa yang berdiri di samping tiba-tiba pingsan.

Sebelum sempat bereaksi, Alena merasakan topangannya tiba-tiba hilang. Dia pun jatuh berlutut ke lantai dan sebuah kerikil menggores lututnya. Sementara itu, Ardian telah menggendong Larissa dan berjalan cepat menuju pintu keluar.

Dari layar kamera yang masih lanjut merekam di belakang, hanya tersisa sosok Alena yang menyedihkan. Para staf membantunya berdiri dan membawanya ke rumah sakit.

Di kamar rawat inap, Larissa yang berwajah pucat sedang menangis. "Kamu temani saja Alena. Jangan sampai jadwal syuting film dokumenter cintamu terganggu."

Ardian mengerutkan kening. "Ngambek apa kamu? Aku dan Lena syuting acara ini cuma untuk promosikan perusahaan. Ini semua demi pekerjaan. Perusahaanku punya kerja sama dengan Grup Pradita."

Larissa menangis makin kuat. Dia memeluk pinggang Ardian dan berujar, "Ini semua salahku. Aku nggak bisa membantumu."

"Apa yang kamu katakan? Kamu sudah memberiku segalanya, sedangkan yang bisa kuberikan cuma hubungan rahasia." Ardian membelai rambut Larissa dan melanjutkan dengan suara lembut, "Maaf sudah membuatmu menderita."

Alena berdiri di luar pintu dan merasa mual. Namun, dia mengerti bahwa dilukai oleh kebenaran jauh lebih baik daripada dihibur dengan kebohongan.

Larissa berujar, "Aku paling suka masakan Bi Linda. Andai saja aku bisa makan masakannya setiap hari."

Ardian menangkup wajahnya, lalu menyeka air matanya dan menjawab, "Itu gampang kok."

Malam itu, Linda telah memanaskan makanan tiga kali sebelum Ardian akhirnya pulang. Melihat perban putih di kaki Alena, dia seakan-akan baru menyadari bahwa dirinya telah menyakiti Alena pagi ini. Dia memeluk Alena dan tidak berhenti meminta maaf. Kemudian, dia pergi ke dapur dan memasak beberapa hidangan favorit Alena.

"Sayang, mulai sekarang, aku saja yang masak untuk tebus kesalahanku."

Linda tertawa dan bercanda, "Bukankah itu berarti aku akan kehilangan pekerjaanku?"

Keesokan paginya, Linda datang untuk berpamitan.
Continue to read this book for free
Scan code to download App

Latest chapter

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 25 

    Dua tahun kemudian.Alena berjalan cepat dengan ponsel menempel di telinganya. Tangannya yang lain dengan cepat membolak-balik draf akhir proposal penawaran yang baru saja diserahkan sekretarisnya."Kapan kita kembali ke pulau?" Suara Darian di ujung telepon terdengar diselingi tawa.Bibir Alena tanpa sadar melengkung membentuk senyuman. "Beberapa hari lagi. Aku sibuk banget akhir-akhir ini." Alena melirik kartu pos yang dikirim ibunya di meja. "Sejak ibumu dan ibuku keliling dunia bareng, lalu tinggalkan perusahaan mereka untuk kita kelola, aku nggak pernah tidur nyenyak lagi.""Apa presdir satu ini lagi ngeluh?" Nada menggoda Darian diwarnai rasa sayang. "Seingatku, ada orang yang baru saja dinobatkan sebagai 'Pengusaha Muda Paling Berpengaruh Tahun Ini' bulan lalu.""Itu juga karena kamu nggak kalah unggul," jawab Alena sambil menutup dokumen itu. Tatapan mereka bertemu sejenak, lalu mereka menutup telepon bersamaan.Kedua tim berdiri saling berhadapan. Alena berkata dengan serius

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 24 

    Tiga tahun yang lalu, Alena berjalan melewati jendela ini dengan mengenakan gaun pengantin dan penuh sukacita. Dia percaya bahwa yang menantinya adalah kehidupan bahagia.Kini, jika direnungkan kembali, pernikahan itu terasa bagaikan mimpi. Di mimpi itu, dia mencintai Ardian dengan rendah hati dan menanggung rasa sakit yang luar biasa. Ketika terbangun, yang tersisa hanya kenangan.Melihat Darian berbincang riang dengan ibunya, Alena menghela napas. Takdir benar-benar telah mempermainkannya. Namun, dia segera tersenyum lega. Berhubung telah kembali ke titik awal, dia bertekad untuk memperbaiki keadaan dan memulai lembaran hidup baru. Kali ini, dia akan hidup sepenuhnya hanya demi dirinya sendiri.Tanpa disadari, Alena telah tinggal di rumah lamanya selama seminggu. Berhubung mengkhawatirkan tambak mutiara di pulau, Alena dan Darian memutuskan untuk kembali melihatnya.Dalam beberapa hari yang mereka habiskan bersama, jarak yang memisahkan Alena dengan Anindya selama bertahun-tahun akh

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 23 

    Di rumah lama Keluarga Pradita.Alena duduk di sofa sambil memandangi pemandangan di luar yang buram karena hujan. Tiga tahun telah berlalu. Sejak menikah dengan Ardian, dia hanya pernah mengunjungi rumah orang tuanya beberapa kali. Tadi, dia sudah menceritakan tentang perceraian dan seluruh pengalamannya selama menikah dengan Ardian kepada ibunya."Dasar biadab!" Anindya langsung bangkit dan berjalan menuju meja kerjanya. Dia menelepon seseorang dan memberi perintah, "Segera tarik semua dana investasi kita dari Grup Baskara! Sekarang juga!" Anindya kembali ke sisi Alena dan berujar dengan berlinang air mata, "Lena, Ibu yang bersalah padamu .... Setelah ayahmu meninggal, aku tenggelam dalam kesedihan dan mengabaikanmu. Dulu, aku setuju kamu menikah sama Ardian karena kamu menyukainya. Aku kira ... setidaknya kamu akan bahagia ...." Alena menggeleng dan menggenggam tangan ibunya. "Itu bukan salah Ibu. Aku yang terlalu naif dan mengira cinta bisa menaklukkan segalanya." Tatapan Anindy

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 22 

    Di ruang rapat, Ardian sedang mendengarkan laporan triwulan. Dia membolak-balik dokumen dengan tidak fokus. Matanya sesekali melirik ponselnya.Sejak Alena pergi, Ardian telah mengembangkan kebiasaan ini, seolah-olah dia akan menerima pesan dari Alena kapan saja. Namun, dia selalu kecewa."Selanjutnya ...." Suara asisten Ardian menariknya kembali ke kenyataan. Namun, pintu ruang rapat tiba-tiba dibuka dan terdengar suara nyaring nan kuat dari sepatu hak tinggi yang beradu dengan lantai.Ardian mendongak dan seketika membelalak tidak percaya ketika melihat siapa yang datang.Alena mengenakan setelan jas putih yang berpotongan rapi. Rambut panjangnya disanggul, sedangkan tatapannya terlihat tajam. Di belakangnya, terdapat sebaris penyidik yang mengikutinya datang.Salah satu dari mereka menunjukkan sebuah dokumen dan berujar, "Kami menerima laporan bahwa perusahaan ini terlibat dalam beberapa transaksi bisnis ilegal. Kami perlu selidiki masalah ini dan berharap kalian bisa bekerja sama.

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 21 

    Ardian tentu saja tidak akan menyerah begitu saja. Akan tetapi, dia memilih untuk menghormati keinginan Alena dan akhirnya naik ke kapal yang akan meninggalkan pulau itu.Alena mengira kehidupannya di pulau ini akan kembali damai. Namun, sebelum dia tertidur, Linda bergegas ke atas dengan terengah-engah dan pucat."Gawat! Tambak mutiara ... tambak mutiaranya sudah dirusak!""Apa?" Raut wajah Alena langsung berubah drastis. Dia bergegas berlari ke depan jendela. Dari sudut ini, dia bisa melihat tambak mutiara di teluk. Pada saat ini, permukaan air dipenuhi benda-benda putih yang mengapung. Semuanya adalah jaring tambak yang robek dan kerang mutiara yang berserakan.Hati Alena langsung tenggelam. Tambak mutiara adalah sumber pendapatan utama Pulau Isla. Keluarga-keluarga di pulau ini bergantung pada tambak itu untuk bertahan hidup."Ini ulah siapa?" Di sisi lain, Darian juga sudah mendapat kabar dan bergegas datang.Linda mengikutinya dan menjawab dengan suara gemetar, "Kata penjaga ma

  • ⁠Dari Luka Menuju Kebebasan   Bab 20 

    Namun, sebuah kekuatan yang nyata tiba-tiba mencengkeram pergelangan tangan Ardian dan menariknya ke permukaan dengan kuat.Dalam keadaan linglung, Ardian melihat wajah yang samar. Itu bukan Alena, melainkan wajah yang sama sekali tak dikenal.Byur! Ardian ditarik keluar dari air dan merasa seperti terlahir kembali. Dalam keadaan yang sepenuhnya sadar, Ardian mendapati dirinya berada di ruangan yang tak dikenalnya. Dia turun ke lantai bawah dan melihat sosok Linda di dapur.Linda menatapnya, tetapi hanya menunjuk dingin ke arah makanan di atas meja sebelum berbalik untuk pergi. Ardian memanggilnya, tetapi bukan untuk bertanya kenapa Linda ada di tempat ini."Bi Linda, kamu lihat Lena? Di mana dia?" Linda melepas celemeknya dan menjawab dengan mata penuh keluhan, "Lepaskanlah Lena. Keadaannya sekarang sangat baik. Bertemu denganmu nggak akan baik untuknya." Seusai berbicara, Linda membanting pintu dan pergi."Lena pasti ada di sini! Aku jelas-jelas melihatnya!" Ardian bergegas kelua

More Chapters
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status