Semua Bab Suamiku Mencintai Kakakku (INDONESIA): Bab 21 - Bab 30
90 Bab
21. Sebenarnya Apa Yang Terjadi?
“Hey!”Tepukan di pundak Drey membuatnya menoleh seketika lalu menatap ke bawah lagi. Lelaki itu sudah tahu siapa gerangan yang menepuk pundaknya.“Nggak masuk ke ruangan? Bukannya bentar lagi kamu mengisi kelas, Drey?” Drey diam.Wanita itu bernama Anna. Dia memperhatikan Drey tengah asik memandang ke bawah membuatnya semakin penasaran, sebenarnya apa yang Drey lihat? Di bawah, lebih tepatnya di halaman kampus melihat Auryn bersama mahasiswa kedokteran. Anna juga tidak kalah heran lantas mengeryit dahi dan bergumam, “Auryn? Apa yang dia lakukan di sana?” Drey masib diam, matanya terfokus ke arah Auryn berdiri di sana.“Kau cemburu?” duga Anna. Cemburu? Satu kata itu membuat pikiran Drey sadar. Ah, mungkinkah dia cemburu? Cemburu ketika memperhatikan istrinya yang sedang digoda. Itu tidak mungkin!Drey malah pergi dari tempat itu setelah Auryn hilang dari pandangannya. Ya, saat itu juga Auryn pergi meningg
Baca selengkapnya
22. Hancur Secara Perlahan
“Aku telah berbuat salah kepadamu?” Drey masih diam.“Drey?!” Aku terus memaksa Drey untuk berbicara denganku. Aku pusin, kesal dan bingung memikirkan kenapa Drey hanya diam saja. “Jangan membuat aku bingung dong, Drey. Katakan salahku? Apa yang membuat kamu marah?”Kemudian aku memasang wajah cemberut dan memilih berdiri meninggalkan Drey yang tak kunjung mengatakan apapun, saat hendak pergi tanganku tiba-tiba ditarik oleh Drey. Aku kaget setengah mati karena terjatuh di atas tubuh Drey. Itu memalukan! Aku segara bangkit berdiri, tapi tangan Drey memegang menahanku.Suasana mendadak canggung.Aku berusaha untuk berdiri karena jarak wajahku dengan Drey sangat dekat, apalagi posisiku berada di atas tubuhnya. Mataku melotot karena Drey menahan tubuhku semakin kuat.“Lepas—”“Aku marah kepadamu,” bisiknya lirih tepat di telingaku.Tubuhku langsung kaku di tempat mendengar bisikan dari Drey yang membuatku merinding.
Baca selengkapnya
23. Program Hamil
Malam ini aku dan Drey pergi ke rumah Mama Davina, ibu kandung Drey. Aku tahu, Drey sangat menghormati Mama Davina, bahkan Drey sangat penurut. Drey juga anak satu-satunya Mama Davina.“Nanti di depan Mama, panggil aku sebutan seperti biasa. Tapi jangan menunjukkan sikap canggung, aku nggak mau Mama khawatir tentang hubungan kita.”Penjelasan dari Drey membuat aku bingung. Apa maksudnya? Apa Drey ingin menyembunyikan masalah keluarga beberapa hari yang lalu? Maksudnya, Drey tidak ingin Mama Davina tahu bahwa dia mencintai kakakku.“Aku mengerti,” kataku lalu keluar dari mobil dan mengetuk pintu rumah Mama Davina. “Wah mantuku sayang datang ke rumah mama, masuk, Nak," sambut Mama Davina sambil mendekati kami.Drey mencium punggung tangan Mama Davina, begitu juga denganku dan kemudian mama Davina merangkulku membawa ke ruang keluargaAku tersenyum lebar membalas sambutan Mama Davina. “Mama apa kabar?” “Mama baik dan sehat dong!” ja
Baca selengkapnya
24. Hadiah Pernikahan
“Kenapa kamu menjadi cemberut?” tanya Drey setelah kami pulang dari rumah mama Davina.Ya, setelah membicarakan soal anak. Drey langsung berpamitan pulang, padahal Aku ingin bersama dengan mama Davina lebih lama. Tapi Drey memaksa agar pulang cepat.Aku melempar tas ke tempat tidur dan duduk di tepi ranjang dengan muka yang ditekuk.“Kenapa kamu malah marah?”“Kesal!”“Tidak boleh kesal sama suami.”“Habisnya kamu nyebelin. Aku, kan pengen ngobrol banyak sama mama Davina.”“Terus?” “Kamu malah ngajak pulang!” Aku mengecutkan bibir.“Kan sudah malam. Jangan marah lagi, ya.”Drey menggodaku dengan jurus gelitikan.Aku memekik kegelian saat Drey mengelitik pinggangku. “Ah geli!”“Makanya jangan marah dong.”Aku mengangguk pasti, memohon agar Drey menghentikan gelitikan. Drey menurut permohonanku, tiba-tiba dia memberi sesuatu.Aku mengeryit kening ketika Drey menyodorkan benda tipis kepadaku.
Baca selengkapnya
25. Menunda Honeymoon
“Sayang ....”“Hm?” gumamku saat Drey memanggilku. Hari ini aku bersemangat sekali untuk berangkat ke Berlin. Besok kita akan berangkat, jadi aku menyiapkan segala keperluan, termasuk baju—harus di masukan ke dalam koper besar.Uh, rasanya tak sabar.Dia mendekatiku dan duduk di sampingku yang sedang memasukan baju ke dalam koper. “Honeymoon kita tunda dulu, yah,” kata Drey.Aku langsung membeku di tempat, tak mungkin salah mendengar. Aku yang tadinya bersemangat menjadi lemas dan tak berdaya, seolah energi telah terkuras secara mendadak. Drey ingin menunda honeymoon kita? Kenapa?Aku menolehkan kepala, memandang Drey dengan ekspresi kecewa. “Kenapa?” tanyaku. Drey tidak mungkin menunda honeymoon tanpa alasan, pasti dibalik itu ada alasannya.Dia diam, meraih tanganku. “Aku nggak bisa ninggalin pekerjaan gitu aja, Ryn. Aku nggak bisa cuti,” jelas Drey. “Kamu mengerti, 'kan?” Dia memandang wajahku, ada sorot dari
Baca selengkapnya
26. Maaf.........
Keinginanku terkabulkan. Drey menyutujui kita honeymoon ke Berlin. Aku berusaha menyembunyikan rasa takut yang menjalar seluruh tubuh dan detak jantung berdetak tidak normal. Berulang kali aku menarik napas dalam-dalam lalu dihembuskan secara perlahan. Ya, sedikit saja yang terpenting rasa ketakutan menaiki pesawat berkurang.Aku mempunyai phobia pesawat. Aku pernah ikut menjadi korban dalam pesawat jatuh. Dulu sekali. Aku menaiki pesawat bersama Tante Diana, Anna dan suaminya. Seakan ada keajaiban, aku selamat dengan Anna. Namun sayangnya, suami tante Diana tidak bisa terselamatkan. Kejadian itu membuatku harus dirawat rumah sakit hingga sembuh.Demi tiket honeymoon dari Mama Davina dan keinginan honeymoon bersama Drey ke Berlin. Kini aku memberanikah diri menaiki sebuah pesawat yang segara mengangkasa.“Kamu takut?” Drey bertanya kepadaku ketika pesawat akan menaiki ketinggian dan melihat wajahku berubah pusat pasi, kedua tanganku bahkan g
Baca selengkapnya
27. Bulan Madu Yang Sempurna
Perjalanan yang sangat jauh sekali dari kata yang menyenangkan. Selama perjalanan ke kota Berlin, aku mengalami mabuk udara. Aku sama sekali tidak menyangka diriku akan separah ini naik pesawat. Perutku mual hingga tidak terhitung aku bolak-balik ke wc untuk mengeluarkan isi perut. Bahkan pramugari yang tidak dapat diragukan lagi kinerjanya dalam memberikan palayanan kepada penumpang kalah sabar dari Drey. Ya, Drey dengan penuh sabar menemaniku ke wc dan melakukan cara apapun untuk meredakan rasa mualku. Sementara pramugari sudah putus asa menghadapi mabuk udara yang aku alami.Dia memang lelaki idaman wanita, banyak mahasiswa bahkan jatuh cinta dengan sosok Drey. Mereka tahu, Drey sangat humble. Dulu waktu kita pacaran, Drey seperti bayi besar—dia sangat manja, lucu dan kadang memberi kejutan tak terduga. Dia pernah membawakan kepompong mungil untuk bermain, dia pernah membawa spanduk besar diwaktu ulang tahunku dan dia selalu membeli barang-barang unik untukku.
Baca selengkapnya
28. Bandara Udara
Perjalanan menuju Berlin sangat memakan waktu lama, hampir sehari penuh di dalam pesawat. Dan akhirnya sekarang pesawat menuruni ketinggian hingga berhenti di bandara. Aku dan Drey menginjakkan kaki di Bandara Udara Internasional Berlin, terletak di Tegel, Berlin, pada jam 7 pagi waktu setempat, Reinickendorf 8 km (5,0 mi) arah barat laut dari pusat kota.Aku memperlihatkan pemandangan kota Berlin untuk yang pertama kali, sayangnya keadaan masih gelap. Mabuk udara yang sangat menyiksaku telah berlalu.Dengan romantis kita berdua bergandengan tangan keluar dari Bandara.“Langsung ke hotel, ya? Istirahat dulu,” kata Drey menggandengku sambil membawa koper.Drey mengajakku untuk beristirahat di hotel, menggunakan bus yang sudah disediakan di sana. Aku baru ingat, sekarang sedang berada di Berlin, kalau boleh dibilang bus yang aku naiki ke hotel adalah bus paling keren yang pernah aku naiki. “Udah nggak mual lagi, Ryn? Atau pusing?” tanyanya ketik
Baca selengkapnya
29. Restaurant Tim Raue
Setelah turun dari bus, di jalan menuju hotel sambil menyeret koper—aku bertemu dengan salju yang lembut. Bahagia banget! Baru pertama ini aku memegang salju lembut. Berhubung masih jam 7 pagi lebih, kami langsung check-in hotel dan istirahat.Drey memang sudah merencanakan menginap di hotel terdekat tempat wisata agar mudah untuk mengunjungi tempat-tempat di Berlin.Sepanjang koridor hotel sambil mencari nomor kamar di antarkan seorang Bell Boy yang ikut membantu membawa barang-barang kita. Setelah sampai di depan kamar, Drey berucap terima kasih kepada Bell Boy menggunakan bahasa Inggris karena telah membantu membawa barang-barang dan telah mengantarkan.Karena masih gelap, aku dan Drey beristirahat sebentar sembari mencharge ponsel, dan menikmati wiffi gratis. Ketika jam 8, aku dan Drey memutuskan untuk keluar dari hotel. Untuk mengetahui objek wisata apa saja yang akan aku kunjungi, aku mengandalkan peta dari Tripomatic.
Baca selengkapnya
30. Holocaust Memorial
Karena aku dengan Drey bulan madu di Berlin saat musim salju, untunglah aku membawa jaket tebal berbulu dan topi Bobble dari Indonesia, karena aku tahu sekarang Berlin musim dingin dengan turun salju yang lebat. Aku benar-benar mempersiapkan segalanya tanpa barang tertinggal.Selepas makan siang, salju turun cukup banyak. Jadi sempat menghabiskan waktu beberapa saat terlebih dahulu di dalam restourant. “Mau keluar sekarang?”Aku mengangguk antutias. Tidak sabar untuk menginjakkan kaki di atas salju yang baru turun. Ya, salju yang turun telah berhenti, aku dan Drey segara keluar dari restourant Tim Raue. Mataku terbuka lebar—terkagum menyaksikan salju di depanku, jujur baru pertama ini aku melihat salju dengan kepala mataku sendiri.“Drey! Ada salju! Salju!” teriakku bahagia.Drey tersenyum lebar, dia masih berdiri di depan restourant itu, melihatku kegirangan menyentuh s
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
9
DMCA.com Protection Status