All Chapters of Tentang Rasa: Chapter 21 - Chapter 30
40 Chapters
Bab 21 Sebuah Kecupan
Rinjani yang baru saja kembali dari kamarnya, merasa aneh saat melihat wajah Agam dan ibunya terlihat sangat serius. Keduanya terlihat tegang seperti baru saja membahas hal yang penting. “Kalian kenapa? Kok wajah Mama sama Agam serius banget?” tanya Rinjani sambil duduk di dekat sang ibu. Wajah Hanna melunak dan tersenyum kepada putrinya seraya berkata, “Nggak apa, kok. Kamu kenapa lama ke kamarnya?” “Rin abis mandi tadi,” sahut Rinjani singkat sambil terus menatap selikid ke arah Agam. “Emang mau kemana, Rin?” Rinjani menoleh malas pada sang ibu yang sedang berusaha menggodanya. “Rin mandi karena udah sore, Ma ….” “Ya sudah, kalian lanjut ngobrol berdua, ya. Mama mau masak,” pamit Hanna seraya berlalu ke dapur. Keheningan tercipta setelah Hanna pergi, hingga akhirnya Rinjani angkat bicara. “Tadi mama ngomong apa aja ke kamu, Gam?” “Bukan apa-apa kok. Cuma pembahasan ringan sama camer,” elak Agam disertai senyum nakal.
Read more
Bab 22 Kejadian di Vila
Kian hari, Rinjani semakin terbuka dengan Agam. Dinding pertahanan yang gadis itu bangun telah roboh. Traumanya, perlahan pulih. Agam berhasil membawa cahaya kembali ke dalam hidup Rinjani. Layaknya bintang yang menghiasi gelapnya langit malam, begitu pula Agam mewarnai kehidupan Rinjani. Libur panjang sekitar empat hari, dimanfaatkan oleh dua pasang kekasih untuk berkemah. Arsha, Samir, Agam, dan tentu saja Rinjani. Mereka berempat sedang melakukan perjalanan menuju sebuah bukit yang berada di puncak. Kesibukan dengan dunia perkuliahan cukup membuat pikiran mereka lelah. Jadi, saat ada kesempatan libur meski hanya empat hari, Agam mengajak teman-temannya untuk berlibur. “Nanti kalian bagian mendirikan tenda, ya. Biar aku dan Rinjani yang menyiapkan makan,” ucap Arsha kepada dua pria yang berada di kursi depan. Samir yang sedang mengendarai hanya melirik sekilas pada kekasihnya sambil tersenyum. “Kamu atur saja, Bee.” Suara gelak tawa
Read more
Bab 23 Makam Sang Mantan
Arsha segera mendorong Samir menjauh. Napas keduanya terlihat putus-putus seperti baru saja lari marathon. Wajah Arsha sangat merah antara malu dan sedang meredam nafsunya. Samir tidak jauh berbeda, tetapi dia bisa lebih baik menyembunyikan hal itu. Tanpa berucap satu kata pun, Samir bangkit dan berlalu ke dapur. Pria itu tidak tahu harus berkata apa, karena sekarang kekesalan tengah menguasai dirinya. Sedangkan Rinjani bangkit dari duduknya seraya berkata, “Seharusnya kamu berterima kasih padaku karena sudah menyelamatkanmu dari penyesalan tak berujung.” Setelah berkata demikian, Rinjani berjalan keluar vila. Gadis itu duduk termenung di kursi depan vila. Matanya melihat rintikan hujan, tetapi tatapannya kosong. Dia sadar benar apa yang dilakukan tadi terlalu ikut campur. Namun, dia tidak bisa diam saja jika sahabatnya masuk lingkaran setan itu. “Rin,” panggil Agam seraya duduk di  dekat gadis itu. Gadis itu masih tetap di posisinya, tan
Read more
Bab 24 Kenikmatan Sesaat
Agam mendekat pada Rinjani dan memeluknya dari sambaing sambil mengusap-usap pundak gadis yang sedang menangis itu. “Dava, aku tidak berniat merebut posisimu di hari Rin, karena aku sadar itu tidak mungkin. Tapi aku berjanji, selama aku hidup Rin akan bahagia bersamaku.” Rinjani menoleh dan melihat Agam yang sedang mengucap sebuah janji sambil tangannya memegang batu nisan Dava. Hati Rinjani menghangat melihat ketulusan yang terpancar dari kedua bola mata Agam. Kepala gadis itu disandarkan pada pundak Agam. Dia dapat merasakan usapan lembut penuh kasih di kepala yang membuatnya semakin bahagia. Bahagia karena Agam berhasil mengentaskan dirinya dari belenggu lumpur penghisap, berupa trauma masa lalu. “Sudah? Jika sudah mari kita pulang.” Agam menoleh dan menatap Rinjani yang juga sedang mendongak melihat pria itu. “Sebentar, aku mau berpamitan pada Dava,” ucap Rinjani seraya melepaskan diri dari dekapan Agam. Jari lentik itu terulur, me
Read more
Bab 25 Agam Sakit
Malam itu juga, Rinjani dan keluarganya bergegas menuju ke rumah sakit, sesuai dengan apa yang diberitakan di televise. Gadis itu tidak henti-hentinya menangis dalam dekapan sang ibu. Pikiran Rinjani sangat kacau. Dia tidak sanggup jika harus mengulang kembai apa yang terjadi di masa lalu. hatinya tidak sekuat itu. Dalam mobil abu-abu yang melaju dengan kecepatan cukup tinggi, hanya suara isak tangis yang mendominasi. Rinjani terus menggeleng, berusaha mengusir pikiran buruk yang seperti monster dalam kepalanya. Suara sang ibu yang memberitahu berita tentang Agam terngiang terus terulang di telinganya. Hal itu sudah mengambil kewarasannya cukup banyak. Siksaan batin setelah hari ini dia baru saja merasakan bahagia, sungguh teramat menyakitkan. Memori indah tentang betapa dekatnya Rinjani dan Agam hari ini, seolah menjadi belati yang turut mencabik-cabik hatinya. “Ma, Rin takut. Rin nggak mau kaya dulu lagi, Rin nggak akan sanggup,” gumam Rinja
Read more
Bab 26 Kemesraan Tidak Tahu Tempat
Selama Rinjani mengambil cuti kuliah, dia tidak meninggalkan Agam sedetik pun kecuali untuk mandi. Gadis itu benar-benar bertanggungjawab dengan ucapannya yang akan menjaga Agam.Terbukti kini tubuh Agam tidak selemah sebelumnya. Setiap harinya, Rinjani akan menyuapi pria itu agar makanan yang disediakan oleh rumah sakit habis dilahap Agam. Selain itu, Rinjani juga selalu memberikan buah sebagai vitamin alami.Seperti pagi ini, tepat hari ke dua Agam berada di rumah sakit. Rinjani sedang terduduk di samping ranjang sambil sesekali jari lentiknya menyodorkan potongan buah pir.“Bagaimana pir ini? Kamu suka?” tanya Rinjani.Senyuman terukir di wajah Agam, lalu pria itu berkata, “Manis, seperti kamu. Aku suka. Tapi aku lebih suka kamu.”“Ck! Masih sakit juga, udah gombal aja,” sahut Rinjani tak acuh.“Beneran, loh. Kamu manis …,” jawab Agam setengah berbisik.Rinjani berusaha tidak t
Read more
Bab 27 Cinta atau Obsesi?
Dering ponsel mengalihkan perhatian Rinjani yang sedang menyuapi Agam. Gadis itu meletakkan piring yang dipegangnya di nakas, lalu mengambil ponsel miliknya.“Arsha. Sebentar, ya,” ujar Rinjani yang dijawab anggukan oleh Agam.“Halo, Sha. Gimana?”Halo, Rin. Bu Meggy minta aku kabarin kamu, kalau besok ada ujian dan nggak bakal ada susulan. Jadi, besok kamu harus datang.”Mendengar ucapan Arsha, Rinjani diam sejenak. Mata gadis itu melihat Agam dengan sorot bimbang.Karena tak kunjung ada jawaban, Arsha kembali memastikan jika sambungan telepon masih terhubung. Rin? Kamu masih di sana, ‘kan?
Read more
Bab 28 Akan Dipisahkan?
Agam yang sedang memeluk Rinjani menatap aneh kepada sepupunya. Kerutan di dahi pria itu menandakan bahwa dia sedang berpikir apa yang sebenarnya terjadi.“Sha! Kenapa melamun?” tanya Agam yang sudah kelewat penasaran.Terlihat jika Arsha terkejut dengan pertanyaan Agam. Gadis istu sedikit gelagapan saat menjawab, “A-nggak papa, kok.” Arsha menjada ucapannya sambil berusaha menormalkan suaranya. “Ini, aku bawakan buah untukmu, dimakan, ya.”Agam sebenarnya masih curiga dengan tingkah aneh Arsha. Karena, tatapan gadis itu terlihat tidak suka dengan hubungan dia dan Rinjani.Memang, sih, sejak awal Arsha tidak setuju. Tapi, bukankah akhirnya dia turut senang? Kenapa sekarang terlihat tidak suka? Tidak mungkin ‘kan, kalau Arsha cemburu? Konyol!“Hei, kenapa kamu menatapku begitu? Dasar sepupu tidak tau adab!” maki Arsha yang mendapati Agam terus menatapnya aneh sambil tersenyum.&ld
Read more
Bab 29 Agam Menghilang
“Agam, dokter sudah mengizinkan kamu pulang. Besok pagi kita akan pulang. Tapi, bunda minta satu hal ke kamu,” ujar Eisha dengan nada serius. Agam yang tengah bermain ponsel menoleh. “Apa, Bund?” “Jangan kasih tau Rinjani soal kepulanganmu. Dan kita juga nggak akan pulang ke rumah, tapi ke vila,” jelas Eisha tak mau menatap putranya, karena dia tidak akan sanggup melihat kekecewaan di mata Agam. “Tapi kenapa?” Agam bertanya dengan nada sendu. Eisha menggenggam tangan putranya seraya berkata, “Kamu tau, ‘kan, bagaimana kondisi mental Rinjani?” “Justru itu, Bunda. Agam nggak mau sampai Rinjani sakit. Apalagi gara-gara Agam.” Eisha menghela napas lelah. “Dengarkan bunda. Kita h
Read more
Bab 30 Curiga
Dengan menggandeng Rinjani, Arsha membawa sahabatnya itu menuju parkiran rumah sakit. Keduanya bergegas masuk ke dalam mobil dan Arsha segera melajukan mobilnya dengan kecepatan sedang.“Sudah, Rin, jangan menangis. Agam baik-baik saja,” ujar Arsha berusaha menenangkan Rinjani.“Tapi kenapa dia nggak ngabarin aku, Sha? Apa aku setidak penting itu?”Ucapan Rinjani seolah menampar Arsha. Namun, mau bagaimana lagi. Semua yang Arsha dan Eisha lakukan adalah agar Rinjani tidak terlalu bergantung kepada Agam. Meski sayangnya itu semua berakhir sia-sia.Arsha berusaha untuk tetap fokus mengendarai, meski pikirannya berkecambuk. Melihat reaksi Rinjani yang begini membuat gadis itu semakin ketakutan. Arsha takut jika hal buruk terjadi pada Agam maka Rinjan
Read more
PREV
1234
DMCA.com Protection Status