Semua Bab Semalam Bersamamu: Bab 21 - Bab 30
120 Bab
Tawaran Paman
Di lain waktu, Sara mengajakku berkunjung ke rumah pamannya. Iya, paman yang menjadi imam di paroki yang kami kunjungi saat ibadah.   Aku mengendus 'niat baik' yang berbahaya. Apa mungkin dia punya niat mengembalikanku ke 'jalan yang benar'?   "Wah, kirain Sara datang bareng Mbak Indar."   Sapaan itu terdengar dari tempatku memarkir motor, hanya sekitar dua meter dari pintu rumah yang baru kuketahui merupakan fasilitas yang diberikan pihak gereja pada para pelayan Tuhan. Dia menyebutkan nama yang bisa kukorelasikan. Mamanya Sara.   "Mama keluar kota, Paman."   Benar? Aku menertawakan sendiri tebakan yang memenuhi kepala. Enggak biasa aku bisa mengingat para manusia selain orang tertentu yang sering dijumpai.   "Tugas kantor?"   "Iya."   Sambil menggantungkan kedua helm di samping jok, aku menyimak pembicaraan mereka.
Baca selengkapnya
Cowok Bayaran
"Kak Aksa ...."   Kebiasaanku melanglang ke seantero sekolah ternyata bisa menjadi jebakan. Saat mencari kesunyian di antara bangunan belum jadi setelah istirahat selesai, suara lemah menggoda itu mampir.   Bukan Sara, aku mengenalinya. Cewek rese lain yang pernah kupermalukan.   Abai, aku memilih mengisap bakaran dalam selipan jemariku seraya melihat langit yang semakin menggelap. Punggungku bersandar pada bagian dinding yang belum diplester, kasar oleh batu-bata dan semen. Namun, tarikan di bagian depan celana kelabuku mengejutkan.   "Apa maksudnya ini?" Aku bergeser selangkah menjauh, berusaha menepis tangannya dan menjatuhkan sisa batang bara di tangan.   "Masa enggak tahu?" Gadis itu, yang pernah memergokiku 'kerja' berjongkok di depan ritsleting dan membuka sisanya. "Apa gue perlu bayar kayak Sara biar enggak penasaran?"   "Gue enggak tau." Aku bergeser
Baca selengkapnya
Romantisme Pekerjaan
Cie ... yang jadian sama junior." Itu suara Kea, pacar Nabas. Atau kalau boleh ditegaskan, saudariku beda ibu.   Tentu dia belum tahu. Itu masih rahasia antara aku dan Abah sampai beliau berani ambil keputusan.   "Jadian?" Aku mempertanyakan maksudnya karena putrinya Abah itu ternyata melangkah di sisiku saat menuju area parkir seolah begitu akrab. Padahal, kami baru beberapa kali ketemu di luar sekolah.   "Lo sama anak kelas sepuluh, yang—"   "Info dari mana, Ke?" Nabas menengahi kami, turut berjalan sambil merentangkan lengannya dan berlabuh di bahuku dan Kea. "Aksa emang gitu dia. Ada aja yang naksir, tapi dianya milih anteng ke mana-mana sendiri."   Enggak salah. Dia juga bilang gitu ke para tante yang sering menggunakan jasa kami saat berpergian. Ralat. Hanya Nabas. Lebih mudah memanfaatkan dia buat urusan sarang yang perlu diisi.   "Oh ... kirain anak k
Baca selengkapnya
Pesta Kolam Renang
Aku dan Nabas diarahkan menuju suit yang lebih luas. Kutebak, ini ruangan penyewa jasa kami.    Masuk ke dalam, kami disambut deretan sofa krem yang tampak sangat empuk. Tanpa sekat, lebih jauh lagi bertemu bar mini dengan sederet botol minuman dan camilan.   Tidak berhenti, pramukamar mengajak kami menyusuri tangga naik dan menemukan wanita muda duduk di atas sofa besar menghadap dinding kaca yang menampakkan batas langit dan lautan sambil menyilangkan kaki.   Bingung yang kurasa ketika pramukamar menunduk, berpamitan pada si penyewa.   Pemuda lain mungkin akan terpesona dengan wajah putih bersih dan lekuk tubuh menggoda si wanita muda, tapi aku masih belum bisa menemukan ketertarikan selain dari aroma manis Sara.   "Buka?" pinta wanita itu ketika aku dan Nabas berjarak satu meter di hadapannya. Cara dia bergerak dan penampilan yang terlihat berbeda dari penyewa kami sebelu
Baca selengkapnya
Pernyataan
"Hei! Apa coba yang gue liat?" Teriakan yang menggema dalam suite yang kutempati menyadarkan keberadaan Nabas. Dia pasti melihatku dan ... Sara.   Bergegas kutarik selimut dari lantai untuk menutupi tubuh Sara yang telungkup di sisiku baru menanggapi tatapan bertanya dari pemuda sipit itu. "Yo, Bas." Telapak tangan kananku refleks naik ke udara, menyapa sebelum mengambil celana pendek yang ternyata menutupi lampu di nakas dan mengenakannya di samping Sara.   "Lo bilang enggak jadian sama dia." Nabas masih melongo, menunjuk ke arahku seraya berjalan mendekat.   Kudengarkan gumaman di sisi. Sara menggeliat, melotot ketika mendapati kakak kelasnya itu menempati kasur lain dalam ruangan yang sama.   Jemariku menyisir helaian rambut Sara yang berantakan, lalu bertanya, "Kapan kita jadian?"   Rengutannya semakin menggemaskan. Aku bahkan enggak perlu lagi meminta izin mendaratkan kecupa
Baca selengkapnya
Dia Cemburu
Semalam, aku menginap di kamar Sara. Enggak jauh beda dengan suit yang kutempati dengan Nabas, tetapi teman sekamar Sara harus mengungsi sementara karena panasnya kegiatan kami.   Sara masih tertawa dalam pelukanku kalau mengingat wanita sekamarnya hanya lewat dan berlagak seolah kami tidak ada.   "Apa yang lucu?" tanyaku seraya melarikan jemari di permukaan lengannya. Selalu lembut, mungkin efek perawatan. Seperti wanita-wanita yang seringkali berusaha menyentuhku, kulit mereka begitu mulus, terawat, bahkan jarang memiliki rambut halus.   "Lo liat kan gimana gayanya ngomelin gue kek enggak ada gue di sini?" Sara melihat langit-langit kamar seperti membayangkan. Keningnya berkerut sesaat sebelum duduk. Dia mulai berakting, "Sara, lo itu masih di bawah umur. Jaga diri, kek. Jaga image, kek. Pintu ditutup gitu biar enggak keliatan orang yang bi
Baca selengkapnya
Risiko Bersamaku
Aku membenahi tampilan di tubuh, memeriksa kancing kemeja dan menggulung lengan panjangnya sesiku. Belum termasuk memasang rompi beludru marun dan celana panjang berwarna serupa. Tema butler yang diminta klien berbanding terbalik dengan pesta lajang berbikini yang mereka adakan. Mungkin untuk membedakan keberadaan aku dan Nabas dari para tamu yang menguasai kolam pribadi dalam suit utama.   Namun yang menjadi kekhawatiranku bukan itu, tetapi ancaman Sara sebelumnya yang mengejutkan ketika memegang gunting saat mendekatiku terakhir kali. Mau ketawa, tapi kalau dipertimbangkan lagi, dia termasuk nekat. "Motong punyaku?"   Sumpah! I can't get it.   "Gue enggak bakal biarin orang lain dapet ini meski gue harus ilangin sekalian!"   Aku bergidik ngeri.  
Baca selengkapnya
Membuatku Berharga
Kalau mikir aku bakal having sex sama Natasha ..., enggak. Aku lebih banyak ngobrol sama dia soal saling menyentuh dan menggoda sampai mendapat hasil yang disukai pria. Ya, sedikit praktik saling memuaskan tanpa penyatuan. Bisa dibilang, Natasha belum mau melakukan hal yang lebih jauh.   Aku mengangguk, memahami alasannya yang ingin mengikat seseorang yang disukainya. Mungkin ..., itu juga yang Sara lakukan. Untukku? Atau mungkin itu hanya sebagai bayaran atas rasa ingin tahu?   Entahlah. Aku sulit membedakan semua ini.   Apa Sara benar-benar menyukaiku atau menjadikanku pelarian kekecewaannya terhadap hidup dengan bergantung padaku?   Aku benar-benar merasa kacau. Duniaku teraduk seiring godaan mulut Natasha pada milikku di bawah sana. Dia sangat cepat belajar menarikku mencapai pelepasan. Bahkan
Baca selengkapnya
Apa Berikutnya
Perhentian transit di Singapura, sepupu Sara mengantar kami mengikuti pemeriksaan di salah satu klinik. Ralat, hanya Sara.   Aku menunggu di luar ruangan dengan resah, bahkan belum bisa duduk tenang sebelum mendapat kabar dari Sara hingga dia menghampiriku di ruang tunggu.   Kuhela napas panjang lebih dulu tanpa menatap ke arahnya, tanpa tahu bagaimana raut wajahnya saat berada di sisiku. Aku pun enggak tahu kenapa hanya kami berdua di bangku ini. Bukannya tadi Sara bersama sepupu dan teman-temannya?   "Apa kata dokter?" tanyaku lebih dulu.   "Satu bulan, Sa."   Benar dugaanku. Minimnya pengalaman, aku baru ingat soal penggunaan pengaman. Dia menopang kehidupan calon anakku.   "Masih sakit?"   "Udah dikasih obat tadi."   "Aman?" Sulit sembunyikan getar dalam suaraku. Ini berbeda dari jalan hidupku sebelumnya. Pilihan
Baca selengkapnya
Pacarannya Kita
Setelah kejadian di kapal pesiar?   Sepupu Sara masih bisa rahasiakan masalah kehamilan itu sampai kami bisa memutuskan langkah berikutnya. Yang pasti, dia mengingatkan jangka waktu kami yang terbatas. Cepat atau lambat, semua bakal ketahuan. Mungkin aku perlu mempertimbangkan tawaran Romo Beni soal pernikahan.   Masalahnya?   Aku belum tahu bagaimana tanggapan orang tua Sara, apalagi dengan fakta soal pesta para wanita yang melibatkan mamanya. Enggak kebayang.   Sementara ini?   Masa ujian kenaikan menyibukkanku buat belajar, memanfaatkan waktu istirahat di kelas. Di kos juga belakangan lebih banyak belajar meski manjanya Sara sering ngerepotin. Seenggaknya larangan dokter buat berhenti main di kasur sementara ini bisa menambah waktu fokusku.   "Bilangnya enggak pacaran, ini malah nempel terus." Sindiran Kalan, si babon muka tua yang menghuni meja sebelahku
Baca selengkapnya
Sebelumnya
123456
...
12
DMCA.com Protection Status