All Chapters of Cinta Yang Salah: Chapter 41 - Chapter 50
126 Chapters
Khawatir
  Aku menatap prihatin dengan pasangan mesum tersebut, tapi, hati ini sungguh merasa gusar, bagaimana jika aku yang berada di posisi mereka, tak bisa kubayangkan. "Intan sayang, kamu jangan ikut larut dalam suasana! Kita tak kenal mereka, kenapa kamu begitu takut, dan khawatir?" "Ngeri, Mas jika hubungan kita diketahui kak Novi, dan berakhir seperti itu," "Jangan berpikiran terlalu jauh, berpikirlah positif! Mas sangat yakin hubungan kita aman-aman saja, selama kita bisa menjaganya dengan rapi!" Hati kecilku terus saja mengetuk pikiranku agar tersadar dari perbuatan ini, perbuatan terlarang yang aku jalani kini bersama kakak iparku, menjalin hubungan gelap di belakang pasangan kami, bahkan hubunganku dengan Kakak ip
Read more
Sampai Disini
"A-aku cuma khawatir, kalau itu terjadi pada kita. Mas, kita pasti akan hancur, bukan cuma harga diri kita, reputasimu juga akan ikut hancur," ucapku dengan suara gemetar. "Jangan terlalu parno gitu! Justru dengan sikapmu yang seperti ini, malah akan menunjukkan ke curigaan, bagi orang-orang yang melihat kita." Mas Arkan menatapku dalam. "Tetap saja Mas, aku cemas, meskipun aku berusaha tetap tenang, tapi aku seorang wanita, bagaimana jika aku yang ada di posisi Wanita itu, membayangkannya saja aku tak sanggup, malunya bisa sampai tujuh turunan Mas, apalagi kalau mengalaminya sendiri," tuturku dengan wajah memberengut dan kepala mulai berdenyut. "Gak usah terlalu berlebihan! Sudah kita putar balik, Mas akan segera membawamu ke rumah, sebelum kamu pingsan karena syok, dengan kejadian yang orang itu alami," ujarnya
Read more
Tak Bisa Menolak
"Maaf Mas, aku mau masuk," ucapku, masih menatap tangannya yang melingkar di pergelangan tanganku. "Iya. Silahkan," jawabnya datar, sembari melepas tangannya, dia membuang pandangannya ke arah lain, seolah enggan memandangku. Aku tau ini sangat pedih, dan memang teramat perih. Namun inilah yang terbaik. Mas Arkan melajukan mobilnya kembali ke luar gerbang pagar rumah kami tanpa berucap sepatah katapun. Aku menatap mobil yang di kendarai lelaki bertubuh tegap berparas tampan itu, hingga menghilang dari pandangan. Dengan langkah berat aku masuk ke dalam rumah yang terlihat sepi, semua perabotan masih sama di tempatnya seperti tadi pagi tertata rapi. Sepi yang kurasakan saat ini, aku merasa kehilangan separuh hidupku, karena memutuskan hubungan cinta dengan Mas Arkan.
Read more
Bau Alkohol
"Mas sebaiknya jangan lakukan ini lagi, aku gak mau! Sudah kukatakan kita jalani ini semua seperti semula, layaknya seorang kakak dan adik ipar," ucapku, saat Mas Arkan mencium keningku. Jemari tangannya menyusup ke dalam sela-sela rambutku. "Jangan menolak! Mas akan menuruti keinginanmu, mengakhiri hubungan ini. Namun, ada satu permintaan terakhir." Bibir Mas Arkan menempel di telinga ku, membuat seluruh tubuhku berdesir. "Apa?" jawabku gugup. Jujur aku tak bisa menahan gejolak di hati ini, yang kian bergemuruh. "Lakukan sekali lagi. Mas janji tidak akan mengganggumu lagi," tekannya menatapku tajam. "Jangan, Mas!" Nafasku tersengal dada pun terasa sesak, mendengar ucapannya. Aku khawatir Kak Novi dan Mas Anton pulang, dan menergoki kami, dengan keadaan yang seperti ini berada di kamar bersama Mas Arkan. "Sudah Mas, aku gak mau!" tolakku mengglengkan kepala. "Baiklah, kalau kamu menolakku." Mas Arkan menarik kepalaku d
Read more
Sakit Hati
"Intan, kamu yang memaksa Mas. untuk melakukan ini," tekan Mas Arkan, dengan seringainya. "Sakit Mas ... hentikan! Aku gak mau lagi," rintihku, seraya memohon. Aku meringis menahan rasa ngilu. "Gimana kalau kak Novi dan Mas Anton pulang, dan menangkap basah kita? Aku ingin ke kamarku, Mas," ucapku pelan, terus memohon agar Mas Arkan melepaskanku. Tubuhku sakit semua, seluruh persendian terasa remuk, terlebih di bagian bawah yang terasa amat kebas, akibat serangan Mas Arkan yang begitu kasar, dan bertubi-tubi.  Tak pernah kubayangkan dia bisa melakukan hal seperti ini, dia menyakitiku. Sungguh, meskipun aku mencintainya. Namun, ini membuatku jijik terhadap dia. "Aku benci kamu Mas! Aku tak menyangka kamu bisa berbuat serendah ini kepadaku." Aku menangis tersedu-sedu, di bawahnya. Dia menempelkan bibirnya di telingaku, "Karena Mas mencintaimu, dan tak ingin kita pisah, apalagi mengakhiri hubungan ini!" ucapnya menekanku. "Baik, Mas.
Read more
Tak Ingin Pisah
Hatiku masih kesal pada Mas Arkan, karena sikap kasarnya yang ia lakukan tadi, meski dia tak menyadari sepenuhnya. Dan seenaknya saja aku ditinggal tidur olehnya, saat aku sedang berbicara panjang lebar. Aku tak tau dia mendengar ucapanmu yang terakhir atau tidak. Yang kurasakan saat aku sedang bicara dan menangis dalam dekapannya, pelukan tangannya perlahan mengendur, dan aku berguru melepaskan diri dari dekapan Mas Arkan, duduk bersandar pada headboard ranjang, kulirik dia sudah terlelap. Rasa kesal masih menggerogoti hatiku, seiring dengan rasa sakit di sekujur tubuhku, yang ditinggalkan oleh Mas Arkan, bekas aksinya yang begitu brutal, dan bisa dikatakan lebih menyiksaku. Dia keluar dari kamar mandi dengan seutas handuk yang melilit di pinggangnya, kemudian berjalan maju ke arahku, dengan tangan kiri memegangi kepalanya, raut wajah meringis, sepertinya dia merasakan pusing efek dari minuman beralkohol. Rambutnya yang masih basah, meneteskan air ke wajahny
Read more
Melepaskanmu
"Mas, apa kau ingat beberapa saat yang lalu, kau memaksaku, dan merobek bajuku, dengan kasarnya, tanpa memikirkan perasaanku. Sikapmu yang seperti binatang kelaparan membuatku takut. Aku tahu kamu marah, emosi. Tapi tak seharusnya kamu berbuat seperti itu padaku, sekalipun aku pernah menyerahkan tubuh dan seluruh hatiku untukmu.  Selama ini aku gak pernah melihatmu sekasar itu, pada Kak Novi maupun padaku, aku tak pernah menyangka Pria yang selalu membuatku nyaman. Namun, kamu memiliki sisi buruk," ucapku panjang lebar, seraya menahan sakit di kalbu. Kedua tangan Mas Arkan masih melingkar di tubuhku. Napas hangatnya mengembus mengenai daun telingaku, membuat dada ini bergemuruh seiring dengan napasku yang tersengal. "Sudah Mas katakan. Mas tadi khilaf, karena takut, dan tak mau kehilangan cintamu. Mas gak bisa hidup tanpa kamu, Intan," rajuknya seperti anak kecil yang tidak mau ditinggalkan oleh ibunya. "Pikirkan, pasangan kita, Mas! Jangan menda
Read more
Lupakan
Kulepas tanganku dari genggamannya, dan melangkah maju ke beberapa senti, menjauhi dia yang terpaku di belakangku. Mas Arkan kembali mendekat dan menghadang jalanku, kami saling berhadapan, tanpa jarak. Jantung ini berdetak begitu cepat, melihat sorot matanya, ia meraih kedua tanganku kembali dan menggenggamnya erat. Seolah tak rela aku beranjak dari kamarnya. "Intan, andai bulan berikutnya, kamu tak datang bulan, lalu di dalam perut kamu tumbuh janin, hasil hubungan kita bagaimana?"  "Dengan senang hati Mas, aku akan merawat dan membesarkannya, ku anggap ini adalah kenang-kenangan terindah dalam hidupku, tapi kenapa Mas begitu yakin, bahwa bulan depan aku takkan kedatangan tamu rutin?" tanyaku ingin tau. "Entahlah, hati Mas yang mengatakan itu. Mas sangat yakin, karena Mas melakukannya dengan penuh cinta dan kasih sayang, tapi sekarang kamu memilih untuk berpisah, takkan pernah Mas lupa rasa cinta yang tulus dan yang pernah kau berikan. Mas akan
Read more
Nyaris Ketahuan
"Intan, tunggu!" seru kak Novi lagi, aku tak memperdulikannya yang terus memanggilku. Sebelum Kak Novi mendekat ke arahku, lebih baik aku segera menghindarinya, dari pada dia melihat jelas baju yang kukenakan sekarang, adalah miliknya, yang nantinya akan menimbulkan masalah baru bagiku. Kupijakan kaki ke setiap anak tangga setengah berlari menuju kamarku yang berada di lantai dua.  Meski di kedua pangkal pahaku masih terasa sakit, akibat ulah Mas Arkan. Namun, aku tak menghiraukannya, dalam benakku hanya ingin segera sampai ke kamar dan mengganti pakaian. Baru aku menemui Kakakku. Sampai di kamar gegas aku mengunci kembali pintu, kulepas bathrobe milik kak Novi dengan cepat, dan mengganti pakaian dengan piyama kimono warna putih motif bunga sakura. Untuk menyamarkan pakaian yang tadi melekat di tubuhku, puncak dadaku juga masih terasa perih, terutama di bagian area sensitif. "Mas Arkan, kamu benar-benar membuatku tersiksa," gerutuku kesal, sambil
Read more
Menyindir
Mas Anton pun berlalu menuju kamar mandi. Kutatap ia sampai masuk dan hilang di balik pintu. "Ya Tuhan ... aku harus bagaimana ini?" gumamku menengadahkan wajah, duduk di tepian ranjang menjuntai kaki, dengan kedua tangan menumpu di sisi tubuh, lalu kuusap wajah seraya menarik nafas dalam-dalam, untuk menetralkan perasaan yang kian gusar.  Tapi, apa aku masih pantas menyebut nama Tuhan, sedangkan tubuhku ini begitu kotor dan berlumuran dosa. Aku sadar bahwa aku ini wanita pendosa, penghianat, tapi kali ini aku benar-benar cemas, karena Mas Anton mengajakku melakukan hubungan suami istri.  Kuacak rambutku dengan kasar. Aku takut dia merasakan ada sesuatu yang berbeda, di sana ketika menyatukan tubuhnya dengan tubuhku, karena aksi Mas Arkan begitu beringas saat tadi. Hingga meninggalkan bekas luka dan rasa perih. Ya. Aku baru ingat ponselku masih ada di meja depan sofa ruang tengah, lebih baik aku turun dan mengambil ponsel, sekalian pergi men
Read more
PREV
1
...
34567
...
13
DMCA.com Protection Status